Aspek Keuangan dalam Otonomi Daerah Irfan (Departemen Ilmu Administrasi Universitas Indonesia)
Asas-asas Pemerintahan Asas sentralisasi: keputusan politik dan administrasi ditangan Pemerintah Pusat Dekonsentrasi: penghalusan dari sentralisasi, keputusan politik di tangan pemerintah pusat dan keputusan administrasinya (masih) di tangan pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah Medebewind (tugas pembantuan), hampir sama dengan dekonsentrasi. Keputusan politik dan administrasi di tangan pemerintah pusat hanya saja daerah membantu ikut melaksanakannya. Desentralisasi, keputusan politik dan administrasi di tangan daerah otonom
Pemerintah pusat sendiri aparat (pejabat) pemerintah pusat di daerah Asas-asas Pemerintahan Policy making Policy executing financing 1 2 3 APBN APBD Sentarlisasi V - Dekonsentrasi Medebewind v Desentralisasi V Keterangan: Pemerintah pusat sendiri aparat (pejabat) pemerintah pusat di daerah daerah otonom/ pemerintah daerah
Dasar pembenaran Keuangan daerah Rafuse, Robert W., (1990) “General objective of local finance are accountability, equity, and efficiency….and constraints of local finance are: (1) state law; (2) distribution of power/ authority; (3) local governments competition and coordination.”
Lanjutan Para pakar seperti Kaho, Rondinelli dan Cheema, Smith, dan Hoessein seringkali mengatakan bahwa faktor keuangan menjadi penentu keberhasilan kebijakan desentralisasi.
(Lanjutan) Diciptakannya daerah-daerah otonom yang ada dalam struktur pemerintahan Negara RI, secara normatif didasarkan pada UUD perubahan I dan II yang membagi wilayah negara atas Propinsi dan dibagi lagi atas Kabupaten/ Kota Struktur yang demikian menjadikan keuangan negara adalah heterogen (adanya desentralisasi fiskal) tidak tunggal. Dikenal kemudian dalam bahasa Belanda ‘financiele verhouding’
Konsep financiele verhouding Pemahaman I yang mengartikan sebagai perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Didasari oleh upaya mencari perimbangan akibat fungsi dan kewenangan yang diemban daerah dengan sumber keuangan yang dimiliki dan diraihnya. Pemahaman II yang mengartikan sebagai hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Di dasari oleh kenyataan multilevel pemerintahan sehingga mau-tidak mau ada pola hubungan yang tercipta yang harus diatur.
Jalan pemikiran I Memandang daerah otonom sebagai saluran aspirasi dan ungkapan identitas penduduk setempat. Menurut jalan pikiran ini: (1) pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menghimpun sendiri pajak yang dapat menghasilkan pemasukan dan memiliki kewenangan menentukan tarifnya sendiri; (2) bagi hasil penerimaan pajak nasional antara pemeirntah pemerintah pusat dan daerah menjadi andalan; (3) bantuan umum (Block grants) dari Pemerintah pusat harus dilakukan tanpa pengendalian yang ketat ataspenggunaannya.
Jalan Pikiran II Wewenang untuk mengenakan pajak dan atau pungutan diberikan kepada daerah tetapi tanpa hak menentukan tarif pajak atau pungutan tersebut Bantuan untuk layanan atau program tertentu (specific garnts) menjadi andalan Bantuan untuk mengimbangi kekurangan anggaran daerah (matching grants) dilakukan atas perkiraan pemerintah pusat bukan daerah, dalam rangka pengendalian.
SEJARAH INDONESIA SEJAK KEMERDEKAAN DIGUNAKAN DASAR HUKUM DARI JAMAN PEMEIRNTAHAN HINDIA BELANDA---sluitpost system. NAMUN PADA TAHUN 1956 TELAH DIKELUARKAN UU. 32 tahun 1956, hanya saja tidak efektif karena berbagai faktor UU Tersebut kemudian semakin jelas tidak digunakan pada masa Orde Baru yang memiliki paradigma sangat berbeda Baru pada masa reformasi UU No. 25 Tahun 1999 dengan berdampingan dengan UU No. 22 Tahun 1999 mengatur perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan daerah. UU tersebut pun diperbaiki kembali oleh UU No. 33 Tahun 2004.
Lanjutan Paling Tidak dalam tataran Normative, terdapat empat UU yang harus dipaparkan dalam mengupas Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah di Indonesia saat ini: UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2003 UU No. 34 Tahun 2000
UU No. 22 Tahun 1999 Pasal 79 Sumber pendapatan Daerah terdiri atas: a. pendapatan asli Daerah, yaitu : 1) hasil pajak Daerah; 2) hasil retribusi Daerah; 3) hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah; b. dana perimbangan; c. pinjaman Daerah; dan d. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 157 Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1). hasil pajak daerah; 2). hasil retribusi daerah; 3). hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4). lain-lain PAD yang sah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 2: (1) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan Subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. (2) Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. (3) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
Lanjutan Pasal 5 (1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. (2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan. (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran daerah; b. penerimaan pinjaman daerah; c. dana cadangan daerah; dan d. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Lanjutan Mulai dari pasal 6 sampai pasal 65 adalah rincian tentang sumber-sumber keuangan daerah Terdapat peningkatan sumber-sumber sharing Definisi penerimaan daerah mengalami perbaikan
Lanjutan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: Pasal 22 ayat (1): “Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah”
ALOKASI PUSAT DAERAH Davey (1989) Dalam bahasa internasional acapkali digunakan dua istilah: (1) Central Government Allocations; atau; (2) Intergovernmental Transfer. “Allocations from central government budget, often described as ‘intergovernmental transfer’ are of considerable importance to most systems of regional/ local government; this importance is growing.” (p. 129) “Allocations from central government budget are a significant and often predominant source of funding for regional/ local authorities. They are frequently described as ‘transfer’ and take several forms” (p. 17)
lanjutan PURPOSES: Financing wholly or partly the cost of services of development programs which are of national significance, Encouraging effort by regional authorities to develop programs and services in line with national policy Stimulating growth in regional economics Securing an equal, or more, standard of services or development Compensating regions with a low fiscal capacity Assisting regions to cope with emergencies
Lanjutan Devas (1986): “The main reason for allocating national funds to local governments relates to the mismatch between resources available to decentralized agencies and responsibilities assigned to them”
Strachota dan Peterson (1985) Local government rely on a variety of sources for raising revenues. They fall into one of two categories: own sources and intergovernmental revenues. Major own sources revenue include taxes, user charge and fee, and debt proceeds. Intergovernmental revenues originate from state government in the form of grants and payments
lanjutan Dalam pemerintahan daerah, sumber-sumber keuangan daerah yang ada harus dikaitkan dengan bagaimana penggunaannya. Ini yang dikenal dengan Manajemen Keuangan Daerah sebagai implikasi penting aspek keuangan dalam kebijakan desentralisasi.
Manajemen Keuangan Daerah Manajemen Keuangan Daerah dalam keseharian berfokus pada tiga hal: (1) revenue generating (bagaimana menggali sumber-sumber keuangan); (2) public expenditure (bagaimana membelanjakan): (3) balancing (bagaimana menyeimbangkan kedua hal tadi. Nurchamid (2003): “manajemen keuangan secara konvensional diartikan dengan bagaimana mengatur dan mencari sumber dana/uang bagi keperluan pengelolaan operasional organisasi sehingga mencapai tujuannya” Manajemen keuangan daerah ini secara umum tercerap dalam teknik-teknik penganggaran (budgeting)
Komponen penggalian sumber keuangan (Revenue Generation) menyangkut sumber-sumber yang dapat digali yang antara lain terdiri dari: 1. Sumber-sumber yang ada di daerah (PADS). Besar kecilnya hasil yang dapat digali berkaitan erat dengan dua hal yakni: prosedur penggalian/pengumpulan (collection procedures) dan basis pemungutan (revenue base). 2. Sumber dari luar. Sumber dari luar pemerintah daerah terdiri dari dua sumber utama; dari pinjaman dan dari sumbangan/bantuan/transfer pemerintah pusat.
Dalam hal penggunaan sumber-sumber keuangan (expenditure control) untuk pelayanan di daerah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya yang runutannya adalah sebagai berikut: (1) Tanggungjawab penyediaan pelayanan. Faktor ini berangkat dari pemikiran bahwa pemerintah daerah adalah aparatus terdepan dalam hal menghadapi masyarakat sehingga sangat berkompeten dalam hal menangani pelayanan untuk warga masyarakat berdasarkan peraturan yang berlaku. (2) Komponen biaya yang terdiri dari: biaya administrasi dan biaya lain yang bersifat lokalitas yang diperlukan untuk melakukan tugas penyediaan pelayanan. (3) Pengembalian pinjaman yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. (4) Berbagai penyediaan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. (5) Total biaya yang dapat dihitung setelah ditambah dengan pengembalian utang.
Akhirnya, perbandingan antara hasil-hasil yang mampu digali dengan belanja yang dilakukan dapat dikontrol dalam perimbangan keuangan internalnya (balancing). Informasi kecenderungan dalam satu periode waktu suatu pemerintah daerah melakukan penyediaan pelayanan sangat bermanfaat untuk melakukan perlakuan (treatment) yang diperlukan untuk perbaikan proses manajamen pelayanan umum di daerah