DASAR – DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Soal :Tekanan Hidrostatis
Advertisements

METODE MENGGAMBAR PERSPEKTIF
Aplikasi Hukum Newton.
TUGAS 2 INDIVIDU bagian (c)
SISTEM KOORDINAT.
Alinemen Horizontal Jalan Rel
TKS 4008 Analisis Struktur I
Konsep Dasar dan Parameter Geometrik Jalan Raya
Klasifikasi Jalan Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5)
Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan
FWA (Front Wheel Alignment)
Tegangan – Regangan dan Kekuatan Struktur
SISTEM KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG
ALINEMENT HORISONTAL.
PERANCANGAN GEOMETRI JALAN ALTERNATIF JALAN NASIONAL GITGIT, BALI
Ep Semester 1 Kelas X Oleh : Edy Purwanto SMA Negeri 1 Gresik.
HUKUM NEWTON BAB Pendahuluan 5.2 Hukum Newton 5.1
GERAK LURUS Hukum-hukum Newton tentang gerak menjelaskan mekanisme yang menyebabkan benda bergerak. Di sini diuraikan perubahan gerak benda dengan konsep.
ANALISIS REGRESI Pertemuan ke 12.
4. DINAMIKA.
Hubungan Non Linier Pemahaman fungsi non linier dalam mempelajari ilmu pertanian juga penting meskipun banyak hubungan antara variabel dapat dijelaskan.
PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA
MEKANIKA BAHAN ‘mechanics of materials’
Sartika Nisumanti, ST.,MT
KONSTRUKSI BAJA I NIRWANA PUSPASARI,MT..
HUKUM NEWTON BAB Pendahuluan 5.2 Hukum Newton 5.1
ANALISA REGRESI & KORELASI SEDERHANA
ALIRAN INVISCID DAN INCOMPRESSIBLE, PERSAMAAN MOMENTUM, PERSAMAAN EULER DAN PERSAMAAN BERNOULLI Dosen: Novi Indah Riani, S.Pd., MT.
Bab 8 : ALIRAN INTERNAL VISCOUS INKOMPRESIBEL
Berkelas.
JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS JAYABAYA
BENTUK LENGKUNG FULL CIRCLE (FC) SPIRAL CIRCLE SPIRAL (SCS)
Lengkung Peralihan (Lengkung Transisi, Lengkung Spiral)
KONSTRUKSI BAJA I NIRWANA PUSPASARI,MT..
REKAYASA JALAN RAYA I TKS 232 (2 SKS) Dosen : Weka Indra Dharmawan, ST
UKURAN PENYEBARAN (VARIABILITAS)
PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA
Saluran Terbuka dan Sifat-sifatnya
PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA
Bab 3 Fungsi Non Linier.
Kuliah ke-6 PENGENDALIAN SEDIMEN DAN EROSI
Kemiringan & keruncingan distribusi data
Kuliah Mekanika Fluida
Maksimum dan Minimun ( Titik Ekstrim ) Pertemuan 18
HUKUM NEWTON BAB Pendahuluan 5.2 Hukum Newton 5.1
Menerapkan dasar-dasar gambar teknik
Gerak 1 Dimensi Pertemuan 4
Alinemen Vertikal Jalan Rel.
Bab 1 Peta dan Pemetaan.
Irisan Kerucut dan Koordinat Kutub
Irisan Kerucut dan Koordinat Kutub
HUKUM NEWTON BAB Pendahuluan 5.2 Hukum Newton 5.1
HUKUM NEWTON BAB Pendahuluan 5.2 Hukum Newton 5.1
PARAMETER PERENCANAAN
METODE NUMERIK INTERPOLASI.
HUKUM NEWTON Pendahuluan Hukum Newton
TUGAS PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA
Aplikasi Turunan.
BAB 8 DISTRIBUSI NORMAL.
DISAIN TRASE JALAN BARU DIATAS PERMUKAAN TANAH
Perancangan Geometrik Jalan
BAB VII UKURAN UKURAN KEMIRINGAN & KERUNCINGAN
Konsep Dasar dan Parameter Geometrik Jalan Raya Perencanaan geometrik merupakan bagian dari suatu perencanaan konstruksi jalan, yang meliputi rancangan.
Kelompok 3 : Ranugrah Pamula Priyoga Resty Rika Primeswari Rizky Rendyana Firmansyah Ronny Hendratmoko Saktya Dewanta
DRAINASE PERMUKIMAN DAN JALAN RAYA
Ukuran Distribusi.
BAB 7 HUKUM NEWTON KOMPETENSI DASAR 3.7Menganalisis interaksi pada gaya serta hubungan antara gaya, massa dan gerak lurus benda serta penerapannya dalam.
Transcript presentasi:

DASAR – DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REKAYASA JALAN (TSP – 214) DASAR – DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

Korelasi antara koefisien gesek melintang dengan kecepatan rencana

Koefisien gesek maksimum untuk perencanaan

Rmin dan D maksimum untuk beberapa kecepatan rencana Rmin untuk superelevasi maksimum 8% dan 10% f maksimum berdasarkan grafik 𝑫= 𝟏𝟒𝟑𝟐 𝑹 𝑹 𝒎𝒊𝒏 = 𝑽 𝟐 𝟏𝟐𝟕 𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 + 𝒇 𝒎𝒂𝒌𝒔

METODE PERTAMA Superelevasi berbanding lurus dengan derajat lengkung, sehingga hubungan antara superelevasi dan derajat kelengkungan berbentuk garis lurus. 𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 + 𝒇 𝒎𝒂𝒌𝒔 = 𝑽 𝟐 𝟏𝟐𝟕 𝑹 𝒎𝒊𝒏 Sebagai contoh Vrencana = 60 km/jam dan emaks = 10% Dari tabel diperoleh f maksimum = 0.153 Nilai A1 dan A2 dari rumus di atas diperoleh dengan cara : Rmin = 115 m (lihat tabel) atau D = 12,78⁰ A1 menunjukkan kondisi : emaks = 0.1 dan D = 12,78⁰ A2 menunjukkan kondisi : fmaks = 0.153 dan D = 12,78⁰ A3 diperoleh dengan mempergunakan kecepatan jalan rata-rata

METODE KEDUA Awalnya gaya sentrifugal diimbangi gaya gesekan sampai mencapai fmaksimum Kemudian diimbangi gaya gesekan dan superelevasi shg diperlukan e yang mendadak besar jika fmaksimum sdh terlampaui Titik B1 dan B2 diperoleh dengan rumus : fmaks = V2/127R dan e = 0 Sebagai contoh Vrencana = 60 km/jam dan emaks = 10% fmaks = 0.153 dan e = 0 𝐑= 𝟔𝟎 𝟐 𝟏𝟐𝟕.𝟎.𝟏𝟓𝟑 =𝟏𝟖𝟓.𝟐𝟕 𝐦 𝐃=𝟕,𝟕𝟑⁰

METODE KEDUA

METODE KETIGA Awalnya gaya sentrifugal yang timbul akan diimbangi oleh komponen berat kendaraan akibat superelevasi sampai mencapai nilai maksimum Setelah nilai maksimum tersebut tercapai, gaya sentrifugal baru akan diimbangi secara bersama-sama dengan gaya gesekan Shg menuntut f yang mendadak besar setelah emaks tercapai dan sebaliknya tidak membutuhkan f pada tikungan yang kurang tajam Nilai e berubah dari e = 0 samapi e = emaks (titik C1) dan selanjutnya tetap = emaks sampai Dmaks. Dengan demikian f = 0 selama lengkung terletak di titik C2 dan kemudian bertambah dari f = 0 sampai f = fmaks

Titik C1 dan C2 diperoleh dengan cara : METODE KETIGA Titik C1 dan C2 diperoleh dengan cara : 𝐞 𝐦𝐚𝐤𝐬 = 𝐕 𝟐 𝟏𝟐𝟕𝐑 𝐝𝐚𝐧 𝐟=𝟎 Sebagai contoh Vrencana = 60 km/jam emaks = 0.10 dan f = 0 R=283,46 m  D = 5.05⁰

METODE KETIGA

METODE KEEMPAT Metode keempat mengurangi kelemahan-kelemahan pada metode 3. Prinsipnya sama, tetapi berdasarkan kecepatan jalan rata-rata sehingga tidak menimbulkan koefisien gesek negatif.

METODE KEEMPAT

METODE KELIMA Metode kelima merupakan metode antara metode pertama dan keempat yang diperlihatkan sebagai garis lengkung parabola tidak simetris 𝐃= 𝟏𝟖𝟏𝟗𝟏𝟑,𝟓𝟑 𝒆+𝒇 𝑽 𝟐 = 𝑲 𝒆+𝒇 𝑽 𝟐 Dari gambar dapat dilihat bahwa Untuk D 2 berlaku D p =K e maks +h / V 2 Untuk D 3 berlaku D p =K e maks +h / 𝑉 𝑗 2 D pada pada titik D2 = Dp dan pada titik D3 = Dp sehingga : 𝐊 𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 𝑽 𝒋 𝟐 = 𝑲 𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 +𝒉 𝑽 𝟐

METODE KELIMA Metode kelima merupakan metode antara metode pertama dan keempat yang diperlihatkan sebagai garis lengkung parabola tidak simetris 𝐃= 𝟏𝟖𝟏𝟗𝟏𝟑,𝟓𝟑 𝒆+𝒇 𝑽 𝟐 = 𝑲 𝒆+𝒇 𝑽 𝟐 Dari gambar dapat dilihat bahwa Untuk D 2 berlaku D p =K e maks +h / V 2 Untuk D 3 berlaku D p =K e maks +h / 𝑉 𝑗 2 D pada pada titik D2 = Dp dan pada titik D3 = Dp sehingga : 𝐊 𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 𝑽 𝒋 𝟐 = 𝑲 𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 +𝒉 𝑽 𝟐

𝑡𝑔 𝛼 1 = ℎ 𝐷 𝑝 , merupakan kelandaian garis di sebelah kiri titik D2 METODE KELIMA Maka : ℎ= 𝑒 maks 𝑉 2 𝑉 𝑗 2 𝑡𝑔 𝛼 1 = ℎ 𝐷 𝑝 , merupakan kelandaian garis di sebelah kiri titik D2 𝑡𝑔 𝛼 2 = 𝑓 𝑚𝑎𝑘𝑠 −ℎ 𝐷 𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝐷 𝑝 , merupakan kelandaian garis di sebelah kanan titik D2 Ordinat dari Mo pada lengkung gambar.... yang merupakan tengah-tengah antara metode pertama dan keempat besarnya adalah : 𝐌𝐨 = 𝒂.𝒃 𝒕𝒈 𝜶 𝟐 − 𝒕𝒈 𝜶 𝟏 𝟐 𝒂+𝒃 Dimana : a = Dp B = Dmaks – Dp a + b = Dmaks

Persamaan lengkung parabola yaitu y= 𝒙 𝟐 𝑳 . 𝑴 𝟎 METODE KELIMA Persamaan lengkung parabola yaitu y= 𝒙 𝟐 𝑳 . 𝑴 𝟎 Untuk lengkung di sebelah kiri Dp 𝑫≤ 𝑫 𝒑 𝒇 𝟏 = 𝑴 𝒐 𝑫 𝑫 𝒑 𝟐 +𝑫 𝒕𝒈 𝜶 𝟏 Untuk lengkung di sebelah kanan Dp 𝑫≥ 𝑫 𝒑 𝒇 𝟐 = 𝑴 𝒐 𝑫 𝒎𝒂𝒌𝒔 −𝑫 𝑫 𝒎𝒂𝒌𝒔 − 𝑫 𝒑 𝟐 +𝒉+ 𝑫− 𝑫 𝒑 𝒕𝒈 𝜶 𝟐  

METODE KELIMA

METODE KELIMA

LENGKUNG PERALIHAN /TRANSISI Panjang lengkung peralihan menurut Bina Marga diperhitungkan sepanjang mulai dari penampang melintang berbentuk crown sampai superlevasi maksimum Sedangkan ASSHTO’90 memperhitungkan panjang lengkung peralihan dari penampang berbentuk gambar di samping sampai superlevasi maksimum

LANDAI RELATIF Landai relatif (1/m) adalah besarnya kelandaian yang ditimbulkan oleh perbedaan elevasi tepi perkerasan sebelah luar sepanjang lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya berdasarkan tujuan perubahan bentuk penampang melintang jalan, belum merupakan gabungan dari perbedaan elevasi akibat kelandaian vertikal jalan. Bina Marga ASSHTO Landai relatif 1 𝑚 = ℎ 𝐿 𝑠 Landai relatif 1 𝑚 = ℎ 1 𝐿 𝑠 1 𝑚 = 𝑒+ 𝑒 𝑛 𝐵 𝐿 𝑠 1 𝑚 = 𝑒 𝐵 𝐿 𝑠 Dimana : 1/m = landai relatif Ls = panjang lengkung peralihan B = lebar jalur satu arah e = superelevasi (m/m’) en = kemiringan melintang normal, (m/m’)

LANDAI RELATIF

LANDAI RELATIF Dari batas landai relatif maksimum dapat ditentukan panjang lengkung peralihan (Ls) minimum yang dibutuhkan : Bina Marga ASSHTO Landai relatif 1 𝑚 = ℎ 𝐿 𝑠 Landai relatif 1 𝑚 = ℎ 1 𝐿 𝑠 𝑚 ≥ 𝑚 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑒+ 𝑒 𝑛 𝐵 𝐿 𝑠 ≤ 1 𝑚 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑒 𝐵 𝐿 𝑠 = 1 𝑚 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐿𝑠≥ 𝑒+ 𝑒 𝑛 𝐵. 𝑚 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐿𝑠≥ 𝑒 𝐵. 𝑚 𝑚𝑎𝑘𝑠