Luqmanul hakim
LatarBelakang Linngkuunnggaann Mikroorganisme (bakteri,jamur,parasit,virus) Sistem imun normalSistem imun lemah Bakteri komensalis Patogen oportunistik di hidung pada 30-50% orang dewasa sehat, di tinja sekitar 20% dan di kulit sekitar 5-10%, terutama diketiak dan perineum. menyebar melalui droplet dan skuama kulit yang mencemari baju, seprai, dan sumber lingkungan lain Agen InfeksiusFlora normal Staphylococcus aureus
Mengetahui klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus. Mengetahui karakteristik bakteri Staphylococcus aureus. Mengetahui struktur sel bakteri Staphylococcus aureus. Mengetahui patogenisitas bakteri Staphylococcus aureus. Mengetahui manifestasi klinik bakteri Staphylococcus aureus. Mengetahui resistensi antibiotik bakteri Staphylococcus aureus. Mengetahui terapi dan pencegahan bakteri Staphylococcus aureus Tujuan
Phylum Class Ordo Family Genus Species : Firmicutes : Bacilli : Bacillales : Staphylococcaceae : Staphylococcus : Staphylococcus aureus Sumber: Bergey’s Manual of Sistematic Bacteriology Vol 3, 2009 Klasifikasi
Staphylococcus berasal dari bahasa Yunani, Staphyle (sekelompok anggur) dan coccos (berry, bulat). Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakkan oleh Pasteur dan Koch Pada tahun 1880-an. Nama genus Staphylococcus diberikan oleh Sir Alexander Ogston (Ahli bedah Skotlandia) berbentuk seperti setangkai buah anggur yang terlihat pada pengamatan mikroskopis. Sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh Friedrich Julius Rosenbach (Ahli fisika Jerman) koloni bakteri terlihat berwarna kuning-keemasan (pd biakan murni) Staphylococcus aureus, bakteri komensal yang relatif sering dijumpai pada manusia: di hidung pada 30-50% orang dewasa sehat, di tinja sekitar 20% dan di kulit sekitar 5-10%, terutama diketiak dan perineum.
S. aureus bakteri Gram-positif berbentuk bulat, berdiameter 0,7-1 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, aerob atau anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. tumbuh pada rentan suhu ºC, 37 ºC ( ºC). Warna koloni pada perbenihan abu-abu sampai kuning keemasan, menonjol, dan berkilau. Karakteristik
Polimer-polimer (molekul besar) yang terdiri atas perulangan disakarida yang tersusun atas monosakarida N- acetylglucosamine (NAG) dan N- acetylmuramic acid (NAM), NAG dan NAM melekat pada suatu peptida yang terdiri dari 4 atau 5 asam amino, yaitu L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat, dan lisin atau asam diaminopimelat, dan membentuk selubung mengelilingi sel Kapsul polisakarida (mikrokapsul) Protein A (antigen dinding sel) Dinding sel terdiri dari lapisan peptidoglikan, asam teikoat dan fibronectin binding protein. Struktur Sel
Staphylococcus aureus menimbulkan penyakit karena kemampuannya Melekat ke sel, Menyebar dalam jaringan, Membentuk abses, Menghasilkan enzim ekstrasel atau eksotoksin, Melawanan pertahanan pejamu, dan tahan terhadap berbagai terapi antibiotik. Patogenisitas
Faktor patogenisitas S. aureus dikelompokkan menjadi dua, yaitu : Surface associated factor yang bertanggung jawab terhadap pengenalan reseptor, perlekatan dan penghindaran dari sistem imun. Secreted factor yang dapat berinteraksi dengan zat/substansi milik inang (host) dan menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagian mekanisme faktor virulen telah berhasil dijelaskan sedangkan sebagian lagi masih tetap menjadi misteri, yang pasti bahwa keseluruhan faktor virulen tersebut bekerja dalam suatu sistem jaringan (network) yang demikian kompleks. Faktor Patogenisitas
Faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis yang mengakibatkan kerusakan jaringan meliputi Virulence determinants of Staphylococcus aureus eksotoksin enzyme surface associated factor
S.aureus memilikiberagammolekulperekat surface yangdikenal sebagaiMSCRAMM(microbialcomponents recognizing adhesive matrix molecules), yaitu : Protein A merupakan protein permukaan yang berperan dalam menghindari sistem imunitas alami yang terjadi di awal infeksi pada saat jumlah bakteri masih sangat sedikit. dapat berikatan dengan region Fc IgG. Sehingga mencegah aktivasi komplemen. Fibronectin Binding Protein (Fnb), FnbA dan FnbB yang memediasi perlekatan S. aureus dengan fibronektin. Fibronektin banyak terdapat pada permukaan sel inang yang berfungsi untuk penyembuhan luka dan menyerap berbagai zat asing. Fibrinogen Binding Protein Surface Associated Factor
Collagen Binding Protein disebut Can telah diidentifikasi dari S. aureus, sebagai faktor virulen pada osteomielitis dengan cara berikatan secara langsung dengan kolagen. Kolagen juga dapat berikatan dengan fibronektin sehingga galur S. aureus yang memproduksi Can dapat berikatan dengan secara tidak langsung pada via Fnb-fibronectin bridge. Kapsul Lebih dari 90% isolat S. aureus klinis membentuk kapsul sangat tipis kurang dari 0.05 μm yang disebut mikrokapsul, berperan pada pembentukan abses pada hewan dengan cara mengurangi adhesi terhadap epitel dan mencegah perlekatan protein permukaan. Kadang-kadang bakteri ini mampu membentuk makrokapsul sehingga tampak mukoid dan tumbuh difusi dalam agar darah (serum). Makrokapsul berperan mencegah fagositosis dan meningkatkan virulensi bakteri melalui ikatan dengan beberapa protein seperti Can dan faktor komplemen C3b.
Koagulase(Coa),mengkonversifibrinogenmenjadifibrinmenyebabkan pengurangan virulensi. pengendapan fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis dan meningkatkan kemampuan organisme menginvasi jaringan. Staphylokinase (Sak), menyebabkan fibrinolisis. Stafilokinase adalah activator plasminogen dan trombolitik yang kuat.. Coa dan Sak diproduksi secara resiprok dimana Coa diproduksi pada awal siklus pertumbuhan sedangkan Sak diproduksi pasca fase eksponensial. Fenomena resiprokal ini kemungkinan digunakan oleh bakteri untuk mengatur tahap infeksi. Pada mencit yang kehilangan aktivator plasminogen yaitu urokinase akan memudahkan terjadinya infeksi S. aureus yang mengisyaratkan bahwa baik inang maupun faktor anti pembekuan (anti clotting factor) bakteri memegang peran penting pada patogenesis meskipun pada bakteri mutan tanpa Coa dan Sak tidak terjadi Enzim dan Eksotoksin
Protease berfungsi untuk menghindar dari imunitas inang, mendegradasi matriks sehingga bakteri dapat menginvasi jaringan dan mampu mengubah protein inang menjadi asam amino untuk kebutuhan metabolismenya. Lipase, kerja esterase lipase ini adalah menghilangkan aktivitas bakterisidal dari lipase inang. Lipase penting untuk penyebaran dan nutrisi bakteri. Dua macam fosfolipase yang disekresi S. aureus adalah soingomielinase yang disebut hemolisin β (Hib) dan fosfatidil inositol yang disebut Plc. Plc mampu mendegradasi membran sel dan merusak protein membran sel sehingga fungsi adhesi dan penghantaran sinyal pada sel inang terganggu/rusak.. Hialuronidase, Lebih dari 90% galur S. aureus memproduksi hialuronidase (HysA) yang berperan dalam menguraikan asam hialuronat inang. Selain itu S. aureus juga mampu memproduksi nuclease yang dapat mengkatalisa ujung 5′ fosfodiester DNA atau RNA baik rantai tunggal maupun ganda [14].
Hemolisin Toksin alfa hemolisin (Hla) memiliki dua macam afinitas. Hla afinitas rendah dapat merusak liposom, sedangkan Hla afinitas tinggi diduga mengganggu fungsi membran sel inang. T Hemolisin beta (Hlb) adalah suatu spingomielinase yang dapat merusak membran berbagai jenis sel inang terutama eritrosit. Enzim ini disebut hot-cold karena akan berkerja dengan baik pada suhu 4°C setelah awalnya terpapar eritrosit pada suhu 37°C. Hemolisin delta (Hld) dapat merusak membran berbagai macam sel karena toksin ini memiliki surfaktan. Hemolisin gamma dan leukosidin (Panton Valentin Leukocidin) yang dapat melisis netrofil dan makrofag, merusak arsitektur sel dengan cara merusak sitoskeleton aktin
Staphylococcus aureus on Tryptic Soy Agar (TSA). The strain is producing a yellow pigment staphyloxanthinStaphylococcus aureus on Tryptic Soy Agar (TSA). The strain is producing a yellow pigment staphyloxanthin Staphyloxanthin, beberapa strain S. aureus mampu menghasilkan staphyloxanthin pigmen karotenoid berwarna emas. Pigmen ini bertindak sebagai faktor virulensi, terutama dengan menjadi antioksidan bakteri yang membantu mikroba menghindari spesies oksigen reaktif yang menggunakan sistem kekebalan tubuh inang untuk membunuh patogen
Superantigen (SAg), meliputi : Enterotoksin, dimana terdapat enam enterotoksin larut yang dihasilkan oleh hampir separuh dari semua galur S. aureus. Toksin ini tahan panas (resisten terhadap suhu C selama 30 menit), tidak terpengaruh oleh enzim gastrointestinal, dan merupakan penyebab keracunan makanan yang biasanya ditandai dengan muntah. Keracunan makanan tidak terjadi karena aktivitas (fungsi) SAg melainkan karena interaksi struktur loop pada enterotoksin yang disebut emesis loop dengan ujung saraf parasimpatik pada saluran pencernaan [5]. Toksin eksfoliatif/ epidermolitik, menyebabkan deskuamasi kulit generalisata (staphylococcal scalded skin syndrome). Toksin syndrome syok toksik (TSST), hal ini ditandai dengan syok dan deskuamasi kulit, dan biasanya didasari oleh infeksi S. aureus. Enterotoksin, toksin eksfoliatif, dan TSST, semuanya berikatan secara nonspesifik dengan sel darah putih dan menyebabkan produksi sitokin berlebihan yang menimbulkan gambaran klinis yang mirip dengan syok toksik. Selain overexpression berbagai sitokin tersebut, TSST juga berikatan dengan makrofag terutama sel Kuffper dihati, melumpuhkannya sehingga tidak mampu menghilangkan substansi asing terutama endotoksin Gram negatif.
Kulit : bisul, jerawat, impetigo, furunkel, infeksi luka, staphylococcal scalded skin syndrome. Pernapasan : pneumonia, abses paru, eksaserbasi penyakit paru kronik. Tulang : penyebab osteomielitis tersering dan arthritis septic. Invasif : septicemia (seperti endokarditis infektif), abses dalam (otak, hepar, lien), SST. Traktus gastrointestinal : keracunan makanan yang diperantarai toksin. Berbagai faktor patogenisitas yang dihasilkan oleh S. aureus memungkinkan organisme ini untuk menyelinap pada jaringan dan dapat tinggal dalam waktu yang lama pada daerah infeksi, seperti : Manifestasi Klinik
Banyak galur S. aureus resisten terhadap antibiotik.. Mekanisme resistensi : Destruksi antibiotik dgn β-laktamase (diawali dengan pemutusan ikatan C-N pd cincin beta-laktam) Sehingga menurunkan penetrasi antibiotik utk berikatan dgn protein transpeptidase, menyebabkan terjadi kehilangan kemampuan untuk menghisi pembentukan dinding sel bakteri. Terjadi penurunan afinitas ikatan antara protein pengikat tsb dengan senyawa antibiotik, Resistensi Antibiotik
TTeerraappiiAAnnttiibbiioottiikk Meningkatnya infeksioleh MRSA, mengharuskan penggunaan antibiotik glikopeptida seperti vankomisin, MRSA dapat menyebabkan sepsis, yang berkisar dari infeksi luka hingga infeksi traktus urinarius dan septikemia. Galur MRSA epidemis (EMRSA) juga telah ditemukan. Karena itu, pencegahan penyebaran infeksi melalui prosedur pengendalian infeksi yg efektif merupakan hal yg sangat penting. Terapi dan Pencegahan Infeksi
PPeenncceeggaahhaann