Penyakit Akibat Kerja “ANTRAKOSIS”
Pendahuluan Penyakit paru dan pernapasan merupakan penyakit yang sering dijumpai di tempat kerja. Penyakit ini menyumbang 8% kasus kematian terkait kerja diseluruh dunia (ILO, 2011). Banyaknya kasus penyakit paru-paru dipengaruhi oleh mudah masuknya bahan berbahaya yang berukuran sangat kecil ke dalam organ pernapasan. Pentingnya penanganan penyakit paru diakui dunia melalui NIOSH pada tahun 1983 dan 1990 yang menyatakan bahwa penyakit paru akibat kerja termasuk penyakit akibat kerja (Occupational Diseases), ILO pada tahun 2003 menyertakan penyakit paru akibat kerja ke dalam Major Occupational Illnesses, dan pada daftar penyakit akibat kerja ILO revisi Pemerintah Indonesia dalam Keputusan Presiden RI No.22 Tahun 1993 mengakui kehadiran penyakit paru akibat kerja yaitu dengan menyertakan penyakit paru ke dalam penyakit akibat kerja (Occupational Diseases). Berbagai macam penyakit yang timbul akibat kerja, organ paru dan saluran nafas merupakan organ dan sistem tubuh yang paling banyak terkena oleh pajanan yang berbahaya di tempat kerja. Penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit atau kelainan paru yang terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya saat seseorang sedang bekerja. Latar Belakang
Pendahuluan Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu diperkirakan cukup banyak, meskipun data yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di delapan perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restrictive (penyempitan paru), 1% responden yang mengalami obstructive (penyumbatan paru-paru), dan 1% responden mangalami combination (gabungan antara restrictive dan obstructive). Debu yang terhirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan kelainan fungsi atau kapasitas paru. Kelainan tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang dapar berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja. Lanjutan..
Definisi Antrakosis Dikenal sebagai “pneumokoniosis pekerja tambang” atau “coal workers pneumoconiosis (CWP)”. Pemaparan debu arang batu dialami oleh para tenaga kerja yang bekerja di tambang batu bara. Deposisi debu dalam paru kadang mengakibatkan makrofag penuh dengan debu (dust-laden macrophage) di sekitar bronkiolus (coal macule), kadang menyebabkan enfisema bronkiolus. Inhalasi debu batu bara yang mengandung silika juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya penyakit klinis. Selain kesamaannya untuk fibrosis masif progresif karena arang batu dan silikosis konglomerat, timbulnya fibrosis masif progresif pada pekerja tambang tidak ada hubungannya dengan kandungan silika dalam batu bara.
Penyebab Antrakosis adalah pneumokoniosis yang disebabkan oleh penimbunan partikel debu arang batu dalam paru, yang diakibatkan oleh inhalasi kronis debu yang mengandung karbon tinggi seperti antrasit, bituminus, dan jarang terhadap grafit, secara tipikal selama ≥ 20 tahun. Sedangkan patofisiologinya, makrofag alveolar menelan debu arang batu,melepaskan sitokin yang merangsang inflamasi dan mengumpul di dalam interstisium disekitar bronkiolus dan alveoli (coal macule). Nodul-nodul arang batu berkembang menjadi kolagen yang mengumpul dan emfisema fokal berkembang selagi dinding bronkiolus melemah dan melebar.
Silikoantroksis pneumokiosis yang diakibatkan oleh deposisi debu antraksit dalam paru yang bercampur dengan partikel debu silika. Silikoantrokisis hampir tidak dapat dibedakan dengan antrokosis. Gambaran Klinis Antrakosis Tuberkulosikoantroksis pada tuberkulosilikoantrokosis, kecuali menderita kelainan paru karena debu mengandung silika dan arang batu, juga terdapat basil tuberkulosis yang menyerang paru. Antrakosis Murni biasanya lambat menjadi berat dan tidak berbahaya, kecuali bila terjadi emfisema yang mungkin dapat menyebabkan kematian. Bila terjadi emfisema antrakosis, hal ini lebih berbahaya, dibandingkan silikoantrokisis yang jarang terjadi emfisema..
Antrakosis Menurut Newman Antrakosis Sederhana Antrakosis sederhana, dengan coal macule. Kira-kira 1-2% penderita antrakosis sederhana mengalami fibrosis masif progresif. Antrakosis Komplikatif Antrakosis komplikatif (complicated anthracosis), dengan makula dan fibrosis masif progresif.
Faktor Risiko Debu Arang Batu Secara umum diketahui bahwa debu berperan penting dalam berbagai gangguan pernapasan. Semakin tinggi kadar debu, semakin besar kemungkinan terkena gangguan pernapasan dan sebaliknya. Umur Umur seseorang berpengaruh terhadap kerja sistem organ pernapasan, semakin bertambahnya umur, terutama yang disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu penyakit, maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi lebih besar. Status Gizi Kekurangan makanan yang terus menerus akan mengganggu kapasitas vital paru seseorang. Status gizi dapat mempengaruhi daya tahan seseorang terhadap efek debu. Sehingga pada seseorang dengan status gizi baik kemungkinan menderita penyakit pernapasan lebih kecil Kebiasaan Merokok Penelitian yang dilakukan oleh Gold et al yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinyan gangguan fungsi paru.
Gejala Kadang tidak memperhatikan gejala walaupun hasil Rontgen menyatakan adanya kelainan. Tetapi, dalam waktu yang lama, gejala yang menonjol adalah sesak nafas. Gambaran klinis berakhir dengan kegagalan jantung kanan. Penderita sering batuk mengeluarkan dahak kehitam hitaman, yang disebut melanoptisis selama bertahun tahun. Perkusi hiperresonan didasar paru, sedangkan pada auskultasi, paru lemah. Krepitasi terdengar bila dihinggapi penyakit bronkhitis. Pemeriksaan laju endap darah berkala dan berurutan menunjukkan hasil yang semakin meninggi.
Pencegahan & Pengendalian Kepada pekerja perlu diberi penyuluhan mengenai kebersihan perorangan, makanan yang nilai gizinya sesuai dengan jenis pekerjaan, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan perilaku dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Promotif Pengawasan di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya antakosis dengan cara pengendalian arang debu dapat menjadi hal yang penting dalam usaha mencegah terjadinya antrakosis. Preventif Memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna. Jika pada pekerja terjadi kecacatan akibat kecelakaan kerja, maka perusahaan dapat mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat Rehabilitatif Tidak ada pengobatan khusus untuk antrakosis. Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik. Kuratif Repeat
Terimakasih