TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Muhammad Iftar Aryaputra
APA ITU PENCUCIAN UANG? Belum ada definisi tentang pencucian uang yang baku secara internasional; Sarah N. Welling: pencucian uang adalah proses menyembunyikan sumber keuangan ilegal atau pendapatan ilegal, dan menyamarkan bahwa seolah-olah hal itu terlihat sah; Dept. Kehakiman Kanada: pencucian uang adalah mengubah atau memindahkan harta kekayaan, dimana harta kekayaan tersebut berasal dari kegiatan kriminal, yang bertujuan untuk menyembunyikan sifat terlarang dan asal usul kekayaan dari pemerintah
APA ITU PENCUCIAN UANG? Berbagai penulis dan Undang-undang dari berbagai negara memberikan definisi yang berbeda-beda, namun berbagai definisi itu pada garis besarnya mengandung kesamaan pengertian, dimana pencucian uang memiliki karakteristik: Ada uang kotor (dirty money); Ada kegiatan mengubah/menyamarkan/menyembunyikan uang kotor; Dengan maksud menciptakan suatu keadaan dimana uang kotor menjadi uang yang tampak bersih (legal money).
APA ITU PENCUCIAN UANG? Menurut Pasal 1 angka 1 UU 8/2010 tentang TPPU: Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8/2010 tersebut dapat diketahui dari Pasal 3, 4, 5, dan pasal-pasal lain dari UU No. 8/2010.
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 3, 4, dan 5 UU No Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8/2010, maka dapat disimpulkan bahwa: “Pencucian uang atau money laundering menurut UU No. 8/2010 dapat diartikan sebagai: Rangkaian kegiatan, baik melakukan (commisi) maupun tidak melakukan (ommisi), yang dilakukan oleh orang perseorangan atau korporasi, terhadap harta kekayaan yang perolehannya berasal dari tindak pidana”.
Pengelakan pajak (tax evasion) Dengan jalan melawan hukum OBYEK MONEY LAUNDERING (ML): Semula objek pencucian uang hanya uang yang berasal dari perdagangan narkotika; Namun dalam perkembangannya, objek pencucian uang diperluas meliputi semua uang yang berasal dari tindak pidana. Singkatnya, objek pencucian uang atau money laundering adalah dirty money atau uang haram. Pengelakan pajak (tax evasion) memperoleh uang secara legal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk penghitungan pajak lebih sedikit dari yang seharusnya Menurut Sarah N. Welling: DIRTY MONEY Dengan jalan melawan hukum Drug sale/drug trafficking, penyuapan, terorisme, korupsi, prostitusi, human trafficking, dll.
TUJUAN ML: Perbuatan melakukan pencucian uang oleh pelakunya memiliki paling sedikit dua tujuan, yaitu: Tujuan pertama: agar uang haram tersebut tersembunyi dan tidak dapat diketahui dan dilacak asal-usulnya oleh para penegak hukum. Tujuan kedua: agar setelah proses pencucian uang selesai dilakukan, uang tersebut secara formil yuridis merupakan uang yang “seolah-olah” berasal dari sumber yang sah atau dari kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum.
PENCUCIAN UANG ADALAH FOLLOW UP CRIME TPPU bukan sebagai kejahatan tunggal/kejahatan yang berdiri sendiri; TPPU bukan merupakan TP utama, karena hanya kelanjutan dari kejahatan intinya (core crime/predicate offence/predicate crime); Karena TPPU merupakan kelanjutan dari kejahatan inti, sehingga TPPU bersifat mengikuti kejahatan inti nya (follow up); Tidak ada TPPU apabila tidak ada core crime-nya. Catatan: penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap TPPU, tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (core crime) lihat ketentuan Pasal 69 UU TPPU; Namun, untuk membuktikan unsur-unsur TPPU, wajib dibuktikan tindak pidana asalnya.
PROSES MONEY LAUNDERING: Pencucian uang bisa dilakukan dengan dua cara, tradisional dan modern Cara tradisional dilakukan dengan cara bagage to bagage; Cara modern dapat dilakukan melalui proses: Placement Layering Integration.
PLACEMENT Metode paling sederhana; Placement dapat dimaknai dengan proses menempatkan uang haram ke dalam sistem keuangan; Proses placement tidak hanya sekedar menempatkan uang hasil kejahatan dalam sistem keuangan saja, melainkan juga bisa diubah dalam bentuk barang; Beberapa contoh yang bisa dilakukan dalam proses placement misalnya: menempatkan uang haram ke dalam bank, asuransi, membeli barang mewah/rumah. Menurut Jeffrey Robinson, tujuan dari proses placement ini untuk menyembunyikan asal-usul uang haramnya.
LAYERING Pelaku pencucian uang membuat transaksi-transaksi yang diperoleh dari dana ilegal ke dalam transaksi yang lebih rumit dan berlapis-lapis serta berangkai dengan tujuan menyembunyikan sumber uang haram tersebut. Melibatkan suatu proses transfer secara elektronik (wire transfer) yang melibatkan sejumlah rekening baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tujuan dari layering yaitu agar hubungan dengan hasil kejahatan dan sumbernya menjadi putus.
INTEGRATION Pelaku pencuci uang menggunakan uang yang sudah berhasil ditengarai sebagai uang halal (clean money) ke dalam usaha-usaha bisnis yang halal (legal business). Jadi, dalam tahap integration juga dapat dilakukan dengan jalan memasukkan uang haram kepada sirkulasi keuangan yang sah. Hasil dari sirkulasi keuangan tersebut akan digunakan sebagai uang yang halal, yang kemudian akan digunakan untuk membiayai bentuk kejahatan lainnya. Dengan kata lain, dalam tahap integration, uang haram diintegrasikan ke dalam sirkulasi keuangan yang mana sifatnya adalah sebuah investasi bisnis yang dapat memberikan hasil/keuntungan bagi pelaku.
SEJARAH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENCUCIAN UANG DI INDONESIA: UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang UU No. 25/2003 tentang Perubahan atas UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Kualifikasi Tindak Pidana dalam UU No. 8 Tahun 2010: Tindak Pidana Pencucian Uang, diatur dalam Bab II dari Pasal 3, 4, dan 5. Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, diatur dalam Bab III dari Pasal 11 - 16
Pasal 2 ayat (1) - Predicate Offence: pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; di bidang perpajakan; di bidang kehutanan; di bidang lingkungan hidup; di bidang kelautan dan perikanan; atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. korupsi; penyuapan; narkotika; psikotropika; penyelundupan tenaga kerja; penyelundupan migran; di bidang perbankan; di bidang pasar modal; di bidang perasuransian; kepabeanan; cukai; perdagangan orang; perdagangan senjata gelap; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan; penipuan;
Pasal 3 Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
PEMBAHASAN PASAL 3: Subyek hukum: setiap orang (menurut Pasal 1 angka 9 UU TPPU, yang dimaksud setiap orang adalah perseorangan atau korporasi). Sanksi pidana: penjara (maks. 20 tahun) dan denda (maks. Rp 10.000.000.000,00). Sanksi pidana dirumuskan secara kumulatif. TPPU yang dirumuskan dalam Pasal 3 merupakan bentuk TPPU aktif. Unsur tindak pidana: menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan; diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan.
Pasal 4 Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
PEMBAHASAN PASAL 4: Subyek hukum: setiap orang (menurut Pasal 1 angka 9 UU TPPU, yang dimaksud setiap orang adalah perseorangan atau korporasi). Sanksi pidana: pidana penjara (maks. 20 tahun) dan denda (maks. Rp 5.000.000.000,00). Sanksi pidana dirumuskan secara kumulatif. TPPU yang dirumuskan dalam Pasal 4 merupakan bentuk TPPU aktif. Unsur tindak pidana: menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan; diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Pasal 5 Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
PEMBAHASAN PASAL 5 AYAT (1): Subyek hukum: setiap orang (menurut Pasal 1 angka 9 UU TPPU, yang dimaksud setiap orang adalah perseorangan atau korporasi) Sanksi pidana: penjara (maks. 5 tahun) dan denda (maks. Rp1.000.000.000,00). Sanksi pidana dirumuskan secara kumulatif. TPPU yang dirumuskan dalam Pasal 5 merupakan bentuk TPPU pasif. Unsur tindak pidana: menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan; diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
PEMBAHASAN PASAL 5 AYAT (2): Pasal 5 ayat (2) merupakan ketentuan yang menentukan bahwa pihak pelapor yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan, kemudian melaporkan harta kekayaan kepada PPATK. Dengan demikian, ketentuan Pasal 5 ayat (2) terkesan mengandung alasan hapusnya penuntutan.
TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN TPPU Pasal 11 Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum,hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut undang-undang ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang ini. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik,penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN TPPU Pasal 12 Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK. Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pemberian informasi kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur. Pejabat atau pegawai PPATK atau Lembaga Pengawas dan Pengatur dilarang memberitahukan laporan transaksi keuangan mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau tidak langsung dengan cara apa pun kepada pengguna jasa atau pihak lain.
TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN TPPU Lanjutan Pasal 12 (4) Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku dalam rangka pemenuhan kewajiban menurut Undang-Undang ini. (5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Catatan: Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5), pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan (lihat Pasal 13)
TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN TPPU Pasal 14 Setiap Orang yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 15 Pejabat atau pegawai PPATK yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN TPPU Pasal 16 Dalam hal pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim, yang menangani perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dan/atau Pasal 85 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. Catatan: Pasal 83 ayat (1): Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, PU, atau hakim wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor. Pasal 85 ayat (1): Di sidang pengadilan, saksi, PU, hakim,dan orang lain yang terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor.
PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBYEK HUKUM DALAM UU NO. 8 TAHUN 2010 Pasal 6 ayat (1): Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi. Catatan: Yang bisa dipertanggungjawabkan apabila ML dilakukan oleh korporasi: Korporasi Personil pengendali (setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya). Kedua-duanya (korporasi dan pengurusnya).
PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBYEK HUKUM DALAM UU NO. 8 TAHUN 2010 Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang (Pasal 6 ayat (2)): dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi; dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBYEK HUKUM DALAM UU NO. 8 TAHUN 2010 Jenis Pidana (Strafsoort) bagi Korporasi (Pasal 7): Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pidana tambahan bagi korporasi: pengumuman putusan hakim; pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; pencabutan izin usaha; pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi; perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau pengambilalihan Korporasi oleh negara.
PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBYEK HUKUM DALAM UU NO. 8 TAHUN 2010 Pasal 9: Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan. Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
PEMERIKSAAN PERSIDANGAN Pasal 69 Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
ALAT BUKTI DALAM TPPU Pasal 73 Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana Pencucian Uang ialah: alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana (Pasal 184 KUHAP); dan/atau alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan Dokumen. Pasal 1 angka 16: Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana,baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: tulisan, suara, atau gambar; peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN (OMKERING VAN BEWIJSLAST) Pasal 77: Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.
PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN (OMKERING VAN BEWIJSLAST) Pasal 78: (1) Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal 2 ayat (1). (2) Terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.
PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN (OMKERING VAN BEWIJSLAAT) CATATAN TERHADAP PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN MESKIPUN DIATUR “PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTAN” DALAM TPPU, NAMUN TIDAK DIATUR SECARA TEGAS AKIBAT HUKUM PEMBUKTIAN YANG DILAKUKAN TERDAKWA. BAGAIMANA APABILA TERDAKWA BISA MEMBUKTIKAN HARTA KEKAYAANNYA DIPEROLEH DARI SUMBER YANG BERSIH/LEGAL (CLEAN MONEY)?
PUTUSAN IN ABSENTIA Pasal 79 : Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa. Ketentuan ini dimaksudkan agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang dalam pelaksanaan peradilannya dapat berjalan dengan lancar, maka jika terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara tersebut tetap diperiksa tanpa kehadiran terdakwa.
PUTUSAN IN ABSENTIA Pasal 79 : (2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa dan segala keterangan saksi dan surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang. (3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor pemerintah daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya. (4) Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana Pencucian Uang, hakim atas tuntutan penuntut umum memutuskan perampasan Harta Kekayaan yang telah disita.
PENYIDIK TPPU (PASAL 74) Penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal; Sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini.
LEMBAGA PENUNTUT UMUM DAN PENGADILAN TPPU Selain Penuntut Umum dari kejaksaan, juga Penuntut Umum dari KPK jika tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri dan Tipikor Pengadilan Tipikor mengadili TPPU yg TP asalnya TP korupsi (lihat dalam Pasal 5 UU 46/2009 ttg Pengadilan Tipikor)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Diatur dalam Pasal 37-63 UU TPPU. PPATK merupakan lembaga independen dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. PPATK langsung bertanggungjawab kepada Presiden. PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam menjalankan tugasnya, PPATK memiliki fungsi: pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam menjalankan tugasnya, PPATK memiliki fungsi: pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
REPORTING PARTIES (PIHAK PELAPOR) Pasal 17 UU TPPU menyatakan pihak pelapor terdiri dari: Penyedia Jasa Keuangan Penyedia Barang dan/atau jasa lain Pasal 17 UU TPPU diperluas dengan PP No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Rumusan dalam PP tersebut, selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, pihak pelapor mencakup pula: Advokat Notaris Akuntan Akuntan publik Perencana keuangan
Penyedia Jasa Keuangan bank; perusahaan pembiayaan; perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi; dana pensiun lembaga keuangan; perusahaan efek; manajer investasi; kustodian; wali amanat; perposan sebagai penyedia jasa giro; pedagang valuta asing; penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu; penyelenggara e-money dan/atau e-wallet; koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; pegadaian; perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
Penyedia Barang dan/atau Jasa: perusahaan properti/agen properti; pedagang kendaraan bermotor; pedagang permata dan perhiasan/logam mulia; pedagang barang seni dan antik; atau balai lelang. Ditambahkan oleh PP 43/2015, sehingga penyedia barang dan/jasa meliputi juga: Perusahaan modal ventura; Perusahaan pembiayaan infrastruktur; Lembaga keuangan mikro; Lembaga pembiayaan ekspor.
KEWAJIBAN PELAPORAN Pasal 23 (1) Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: Transaksi Keuangan Mencurigakan; Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
KEWAJIBAN PELAPORAN Pasal 27 Penyedia barang dan/atau jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan Transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK. Laporan Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan. Penyedia barang dan/atau jasa lain yang tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif.
KASUS I: AB seorang pegawai disalah satu instansi pemerintah, pada bulan April 2007, melakukan penyetoran dana ke rekeningnya di Bank Z dalam bentuk valuta asing senilai USD 500.000 (Rp 4,5 M); Dana tersebut selanjutnya dipindahkan ke beberapa rekening milik istri, teman kerja dan seorang wanita berprofesi pemandu lagu; Transaksi setoran valas tersebut dinilai tidak wajar dan tidak sesuai dengan profil AB selaku pegawai disalah satu instansi pemerintah. Bank Z melaporkan transaski tersebut kepada otoritas berwenang. Berdasarkan analisis otoritas berwenang diindikasikan adanya unsur tindak pidana sehingga diteruskan kepada pihak penyidik untuk proses investigasi lebih lanjut; Sesuai hasil penyidikan diketahui bahwa dana yang disetorkan oleh AB ke rekeningnya di Bank Z berasal dari pemberian (gratifikasi) PT X karena AB telah membantu melakukan mark down (mengurangi) penerimaan pajak dari setoran PT X ke negara senilai Rp 70 M pada tahun 2007. Kasus ini telah dilimpahkan ke pengadilan dan Majelis Hakim telah menjatuhkan vonis 8 (delapan) tahun penjara terhadap AB karena terbukti telah melakukan TPPU dari hasil gratifikasi.
ISTRI Setor dana US$ 500.000 AB PEMANDU KARAOKE KAWAN
ANALISISLAH! Siapa saja pelaku tindak pidana dalam kaus ini? Tindak pidana apa saja yang dilakukan? Lembaga penegak hukum mana saja yang terkait dalam penegakan hukum kasus ini? Tentukan proses placement, layering, dan integrationnya?
KASUS II: Mr. A seorang karyawan swasta mengajukan permohonan pembiayan leasing atas 1 (satu) unit mobil mewah senilai Rp 450 juta kepada perusahaan leasing (PT Z); Setelah disetujui, Mr. A menandatangani kontrak leasing yg diikuti dengan penerimaan sebuah unit mobil dari PT Z; Selanjutnya, cicilan selalu dibayarkan oleh Mr. A kepada PT Z; Pada kenyataannya, surat-surat kepemilikan mobil tersebut bukan atas nama Mr. A melainkan atas nama Mr. B; Dengan kata lain, penguasaan kepemilikan mobil mewah tersebut berada dibawah kendali Mr. B yang diidentifikasi sebagai seorang pejabat di instansi pemerintah. Dari hasil peggalian informasi oleh perusahaan leasing diketahui bahwa perusahaan Mr. A adalah pemenang tender dalam proses lelang proyek pengadaan barang dan jasa di kantor Mr. B. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan leasing menyampaikan Laporan Terhadap Kekayaan Mencurigakan (LTKM) kepada PPATK.
ANALISISLAH! Siapa saja pelaku tindak pidana dalam kaus ini? Tindak pidana apa saja yang dilakukan? Lembaga penegak hukum mana saja yang terkait dalam penegakan hukum kasus ini? Tentukan proses placement, layering, dan integrationnya?
SELESAI Terima kasih WASSALAM Semoga Bermanfaat