SEJARAH INDONESIA KLASIK 400M-1500M KHOIRUN NIKMAH, S.Pd., M.Hum.
REFERENSI Bernard. HM Vlekke “Nusantara” Suwardono “Sejarah Indonesia Masa Hindhu-Budha” George Coedes “Asia Tenggara Masa Hindhu-Budha” Mc Ricklef “ Sejarah Indonesia Modern ”
Proses Lahirnya Agama Hindhu Agama berasal dari bahasa “Sansekerta” A = tidak Gama = Rusak Dahulu sungai Indus dikusai oleh bangsa Dravida Bangsa Dravida memiliki kebudayaan yang tinggi, tinggalan kebudayaan bangsa ini adalah kota Mohenjodaro dan Harapa. Bangsa Dravida kemudian diserang oleh Bangsa Arya (Indo Jerman) Untuk memisahkan darah Bangsa Arya dengan bangsa Dravida diperkenalkan sistem kasta Agama Hindhu mulanya adalah kebudayaan dari bangsa Arya
Kasta dalam Kebudayaan Hindhu Kasta Brahmana Kasta Ksatria Kasta Waisya Kasta Sudra
TEORI MASUKNYA AGAMA HINDHU KE NUSANTARA Teori Brahmana Menurut Van Leur, pencetus teori ini, agama Hindhu dibawa olek kasta/golongan Brahmana dari India ke Nusantara. Kelemahan teori ini adalah para Brahmana dalam aturannya tidak boleh menyeberangi lautan. Jika menyeberangi lautan, kekuataan sebagai Brahmana akan lenyap. Teori Ksatria Teori yang dikemukakan oleh C.CBerg dan R.C Majundar ini menyatakan, agama Hindhu dibawa masuk ke Nusantara oleh golongan ksatria (raja dan prajurit) yang kalah perang di India dan melarikan diri ke Nusantara. Kelemahan teori ini adalah, tidak ditemukannya daerah kekuasaan orang India atas orang-orang di Nusantara. Bangsa India datang ke Nusantara untuk tujuan berdagang, bukan untuk menguasai wilayah. Kelemahan berikutnya adalah hanya kasta Brahmana yang boleh menyebarkan agama Hindu dan membaca kitab Weda. Sedangkan para Kstria tidak ada hak untuk menyebarkan dan membaca agama Hindu.
Teori Waisya Teori ini dipopulerkan oleh N.J Kroom. Menurutnya, para pedagang mempunyai peran yang besar dalam menyebarkan agama Hindu ke Nusantara. Hubungan antara India dan Nusantara mulai giat pada abad ke 4 masehi. Namun, kelemahan dari teori ini, kasta Waisya tidak diperkenankan menyebarkan agama Hindu dan tidak boleh membaca kitab Weda. Hanya kasta Brahmana yang boleh menyebarkan agam Hindu dan kitab Weda. Teori Arus Balik/Teori Nasional Teori ini menyatakan, orang orang Nusantara aktif berperan dalam menyebarkan agama Hindu dengan belajar ke India. Setelah mendapatkan ilmu yang cukup dari India, orang orang Indonesia kembali ke Nusantara kemudian menyebarkannya di Nusantara. Teori ini dipopulerkan oleh F.D.K Bosch.
Kerajaan Hindhu di Nusantara Kutai (Abad ke 4) Tarumanegara (abad ke 5) arsyad Medang Kamulan (abad ke 8) isma Kahuripan (abad 11 M) siti Nadhiroh Kediri (abad ke 12) Fikri Singosari (abad ke 13) Tri Utami Majapahit (abad ke 13) Yogi
Kerajaan Budha di Nusantara Sriwijaya (abad ke 7) Wilda Kalingga (abad ke 6)
Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai terletak di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Raja pertama kerajaan ini adalah Kudungga. Kudungga dianggap sebagai nama asli penduduk sekitar yang belum terpengaruh oleh agama Hindu. Pengganti Kudungga adalah Aswawarman, kemudian Mulawarman. Terdapat tujuh buah prasasti berbentuk Yupa, yang membuktikan adanya Kerajaan Kutai. Yupa biasa digunakan untuki menambat ewan kurban sebelum Hindu masuk. Raja yang terkenal di Kerajaan Kutai adalah Mulawarman. Dalam salah satu prasasti Yupa disebutkan, Raja Mulawarman memberikan hadiah ekor sapi kepada para Brahmana. pemberian hadiah ekor sapi menunjukkan kebesaran Raja Mulawarman, namun kebenaran dari peristiwa ini masih dipertanyakan, karena bahasa prasasti mengandung unsur melebih-lebihkan, agar raja dianggap lebih berwibawa. Tidak ada bukti yang menjelaskan masa Keruntuhan Kerajaan Kutai. Namun, keberadaan Kerajaan Kutai tetap ada meskipun wilayahnya kecil. Pendapat lain menjelaskan, keruntuhan Kerajaan Kutai akibat serangan kerajaan yang lebih besar, seperti Kerajaan Funan dan Sriwijaya.
Kerajaan Tarumanegara Kerajaan Tarumanegara terletak di Jawa Barat, tepatnya di daerah sekitar Bogor. bukti adanya kerajaan ini ialah ditemukannya prasasti berhuruf Pallawa dan bahasa Sansekerta (huruf dan tulisan India Kuno). Selain bukti prasasti, juga terdapat sumber sejarah yakni berita Cina dari pendeta Budha bernama Fa-Hsien. Beberapa prasasti yang menjelaskan bukti Kerajaan Tarumanegara ini, antara lain Prasasti Ciaruten, Kebon Kopi, Jambu, Cidanghiang, Pasirawi, Muara Cianten, dan Prasasti Lebak. Raja yang terkenal dan baik hati di Kerajaan Tarumanegara adalah Purnawarman. Dalam prasasti Tugu disebutkan, Raja Purnawarman memerintahkan para rakyatnya membangun saluran air di sungai Candrabhaga untuk menghindari terjadinya banjir. Kemudian digali terusan sungai yang bernama Gomati.
Kerajaan Medang Kerajaan ini beribukota di daerah yang dikenal dengan julukan Bhumi Mataram, yang wilayahnya dikelilingi oleh gunung dan sungai. Sumber berita yang menjelaskan tentang kerajaan ini adalah Prasasti Canggal, Prasasti Belitung, Prasasti Mantyasih, dan Kitab Carita Parahyangan. Ada dua dinasti yang mengisi tampuk pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Raja yang berasal dari Dinasti Sanjaya, antara lain Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayu Wangi, Rakai Watuhumalang, Rakai Dyah Balitung, Rakai Daksa, Rakai Wawa, dan Rakai Tulodong. Sedangkan raja dari Dinasti Syailendra, antara lain Raja Bhanu, Raja Wisnu, Raja Indra, Raja Samarotungga, Raja Balaputeradewa, Ratu Pramodhawardhani. Pada masa pemerintahahan Raja Samaratungga, toleransi agama dijunjung tinggi. Terbukti dengan dibangunnya Stupa Borobudur bercorak Budha, yang turut dikerjakan oleh orang beragama Hindu. Samarotungga memiliki dua orang anak, yakni Pramordiawardani dengan Balaputeradewa. Pasca Samarotungga, tahta kepemimpinan selanjutnya berpindah kepada Pramordiawardhani, yang dinikahkan dengan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya. Penyerahan tampuk pemerintahan ke Pramordiawardhani ini membuat situasi kerajaan memanas. Balaputradewa memberontak dan menyerang istana. Namun, pemberontakan Balaputradewa ini berhasil dipatahkan dan istana Ratu Boko miliknya dihancurkan oleh Pramordiawardhani. Balaputra ewa akhirnya melarikan diri ke Sumatera. Pada masa Kerajaan Mataram dipimpin oleh Mpu Sendok, kerajaan dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Alasan pemindahan kerajaan tersebut karena bencana alam yang terjadi, serta untuk menghindari serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Berikutnya, letak Jawa Timur dianggap lebih strategis untuk perdagangan dan pertanian. Mpu Sendok mendirikan dinasti Isyana di Jawa Timur dengan wilayahnya meliputi Pasuruan, Nganjuk, Malang dan Surabaya. Kerajaan baru yang dibangun ini dinamakan Kerajaan Medang Kamulan. Pengganti Mpu Sendok adalah Dharamwangsa, kemudian Airlangga. Airlangga meupakan menantu dari Dharmawangsa. Kerajaan Medang Kamulan hancur karena serangan dari Kerajaan Wurawari, tahun 1016 M. Saat itu, Dharmawangsa sedang menikahkan putrinya dengan Airlangga. Karena serangan tersebut, Airlangga dan keluarga kerajaan akhirnya melarikan diri bersama pengikutnya yang setia, yakni Narotama.
Kerajaan Sriwijaya Kerajaan ini terletak di aliran sungai Musi, sekitar Palembang sekarang. Kerajaan Sriwijaya bercorak agama Budha. Sumber sejarahnya bias dilihat melalui Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti Karang Berahi, Prasasti Telaga Batu, dan Prasasti Kota Kapur. Bukti sejarah lainnya terdapat di India, yakni Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak maritim. Sektor ekonominya bertumpu pada perdagangan internasional. Demikian pun dengan kekuatan militernya, mengandalkan angkatan laut dan armada laut yang tangguh. Raja yang terkenal di kerajaan ini adalah Balaputeradewa yang merupakan keturunan Raja Samaratungga dari Kerajaan Medang. Sriwijaya telah melakukan kerjasama internasional dengan Cina dan India. Kerjasama ini berjalan dengan baik, mengingat Selat Malaka, yang merupakan wilayah kekuasaan Sriwijaya, sangat strategis kala itu menjadi jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Kerjasama juga terjadi melalui pengiriman pelajar dari Sriwijaya untuk belajar agama Budha di India. Kerajaan Sriwijaya runtuh karena serangan oleh Kerajaan Colamandala dari India. Sriwijaya mengalami kemunduran sekitar abad ke 13 masehi.
Bab I Pendahuluan, Pertanyaan Bab II Pembahasan Bab III Simpulan Daftar Pustaka (minimal satu buku)