Sejarah Jurnalistik Iman S. Nurdin, M.Ikom
Periode Awal Pada masa Raja Imam Agung (salah seorang raja di masa Romawi Kuno). Melalui titahnya dia memerintahkan orang untuk mencatat segala kejadian yang penting pada sebuah annals, sebuah papan tulis yang digantungkan di serambi rumah raja. Melalui catatan inilah semua warga Romawi mengetahui kejadian-kejadian penting yang ada di sekitarnya. Pada masa Raja Julius Caesar ( SM), meneruskan langkah raja Imam Agung, dengan mencatat semua hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan negara dan semua hal yang dianggap penting untuk disampaikan ke rakyat. Catatan ditulis dalam sebuah papan tulis yang dikenal dengan nama “ACTA DIURNA” diletakkan di Forum Rumanum (stadion Rowawi), sehingga rakyat Romawi menjadi tahu semua hal Tragedi Diurnarii, yaitu Julius Rusticus dihukum gantung atas tuduhan menyiarkan berita yang belum boleh disiarkan (masih rahasia).
Periode Perkembangan (Kabar Istana) Kegiatan jurnalistik semakin berkembang, setelah masyarakat Mesir menemukan teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus”. Abad 8 M (911 M) di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama “King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.
Periode Perkembangan (Revolusi Guttenberg) Kegiatan jurnalistik semakin pesat, ketika Johan Guttenberg (1450) menemukan mesin cetak pertama. Koran cetakan pertama muncul pada tahun 1457 di Nurenberg Jerman, dengan memberitakan keberhasilan ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada Di Venesia Italia, tahun 1536 M lahir koran dengan nama Gazetta. Pada awalnya koran ini ditulis tangan kemudian dicetak. Tahun 1605, Abraham Verhoehn di Antwerpen Belgia mendapat izin mencetak Nieuwe Tihdininghen. Akhirnya, pada 1617, selebaran ini dapat terbit 8 hingga 9 hari sekali.
Periode Perkembangan (Eropa) Tahun1609 di Jerman terbit surat kabar pertama bernama Avisa Relation Order Zeitung. Tahun 1618, muncul surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante uytItalien en Duytschland. Surat kabar ini diterbitkan oleh Caspar VanHilten di Amsterdam. Di Perancis tahun 1631, di Italia tahun 1636 dan Curant of General newsterbit. Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan Istilah “Newspaper”. Di Amerika Serikat, ilmu persuratkabaran berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar modern, Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris.
Periode Max Weber & Joseph Pulitzer Abad ke-17 pula, John Milton memperjuangkan kebebasan berpendapat di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence). Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911). Max Weber Joseph Pulitzer
Periode Press Agency Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis). Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst.
medan-prijaji-bikin-belanda-moentah-darah.html
Jurnalistik Kolonial, yaitu jurnalistik yang dibangun oleh orang Belanda pada abad ke-18 yang ditandai dengan munculnya surat kabar berbahasa Belanda yang bernama Bataviasche Nouvellesd (tahun 1811) Jurnalistik China dan Arab, yaitu jurnalistik yang dibuat oleh orang berketurunan Tionghoa dan Arab di Indonesia dengan menerbitkan surat kabar sebagai media penghubung dan pemersatu kaumnya Indonesia. Jurnalistik Nasional, yaitu jurnalistik yang dibuat oleh anak bangsa asli Indonesia sebagai media perjuangan dan alat pergerakan kemerdekaan pada abad ke-20. Kemunculannya ditandai dengan ikatan jurnalis yang dinamakan Medan Priayi dengan dipimpin oleh Tirto Hadisuryo atau yang lebih dikenal sebagai Raden Djikomono (1910). Sejarah Jurnalistik di Indonesia
dunia jurnalistik Indonesia mengalami perubahan besar- besaran dimana semua surat kabar dipaksa bergabung menjadi satu dan isinya disesuaikan dengan rencana serta tujuan Jepang dalam Dai Toa Senso atau Perang Asia Timur Raya Masa Penjajahan Jepang
Saking memburuknya kondisi jurnalistik dan pers di Indonesia, tanggal 1 Oktober 1958 dianggap sebagai tanggal matinya kebebasan pers di Indonesia dengan makin banyaknya surat kabar yang dipaksa tutup dan wartawan ditangkapi. Terlebih lagi, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang semakin mempersempit ruang gerak dan kebebasan pers di negara kita Departemen Penerangan mengumumkan peraturan baru yang mewajibkan media massa yaitu surat kabar dan majalah haruslah didukung oleh minimal satu partai politik atau tiga organisasi massa. Akibatnya, surat kabar tidak ada yang bersifat netral seperti seharusnya media massa dan semuanya memiliki corak masing-masing tergantung kebutuhan organisasi Masa Pasca-Kemerdekaan
Orde baru berlangsung dari tahun 1968–1998 Pada masa orde baru jurnalisme Indonesia disebut sebagai jurnalisme pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggung jawab. (Tebba, 2005 : 22) Tidak ada kebebasan yang ada malah justru pembredelan terhadap 46 dari 163 surat kabar SIUUP dan Dept Penerangan sebagai lembaga kuasa menentukan terbit tidaknya surat kabar Stabilitas politik nasional sangatlah penting guna mendukung lancarnya proses pembangunan nasional Masa Orde Baru
Lahirnya UU No 40 tahun 1999 tentang Pers Dihapusnya Kementerian Penerangan Pesatnya Perkembangan Teknologi (Digital Platform & Era Kovergensi) Banjirnya Informasi dan Media Sosial Senjakala Media Konvensional Masa Reformasi