Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2009.
Advertisements

Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RPJP/MD)
Implikasi Perubahan Kebijakan Otonomi Daerah terhadap Beberapa Aspek di Sektor Kehutanan (Studi Kasus di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan) Penulis.
Hotel Grand Zuri, 24 September 2012
HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
REVIEW PERMENDAGRI 38 Tahun 2007 TENTANG BADAN KERJASAMA DESA BERKAITAN DENGAN BKAD PELESTARIAN ASSET PPK (PNPM-Mandiri Perdesaan) OLEH: NURAHMAN JOKO.
UNDANG-UNDANG NO. 33/2004 TENTANG0
STANDAR PELAYANAN MINIMAL Setda Propinsi Jawa Tengah
SEMINAR: Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL
Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP., M.Si
Proses Dan Prosedur Penyusunan Dan Pembentukan Peraturan Daerah Oleh : Drs. Agun Gunandjar Sudarsa Bc.Ip,.MSi Anggota Komisi II DPR-RI.
HOTEL GRAND ANGKASA MEDAN JUMAT, 5 JULI 2013
Hasil Diskusi Definisi Otonomi Daerah
MAPEL : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Peran RZWP3K dalam Perencanaan Pembangunan Bidang Kelautan
PELUANG PEMBIAYAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH
GATUT WIJAYA, SH.,M.Hum. BAGIAN HUKUM SETDAKAB JOMBANG
Oleh : Indah Dwi Qurbani, SH, MH
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah.
Hubungan Fungsional Dan Struktural Pemerintah Pusat Dan Daerah
ROAD MAP IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 DISAMPAIKAN OLEH: TARMIZI.
Penyerasian, Penyelarasan, dan Penyeimbangan RZWP-3-K dengan RTRW
Pertemuan 11 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Penyelenggara Urusan Penanaman Modal.
Peran Kementerian Negara PAN dalam Penguatan Akuntabilitas
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN TERPADU DAS
DRAFT Review UU Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dari Perspektif Penataan Ruang: POTENSI PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN KLARIFIKASI Sekretariat BKPRN.
SUMBER-SUMBER KEUANGAN DAERAH
Aspek Hukum Tata Guna dan Pengembangan Lahan
PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Penyusunan NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA (NSPK) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jakarta, 14 November 2014.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
STRUKTUR APBD KELOMPOK 2: Rahadian Dimas A Fauzi Adi Kurniawan
UU No. 23 TAHUN 2014 IMPLIKASINYA TERHADAP SDM KESEHATAN
PEMBENTUKAN DAN EVALUASI PRODUK HUKUM DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Disampaikan oleh : Sri Salmiani, SH, MH Kepala Bagian Penyusunan.
DRAFT Review UU Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dari Perspektif Penataan Ruang: POTENSI PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN KLARIFIKASI Sekretariat BKPRN.
PETA KOMPETENSI 4 Dapat menjelaskan peran BUMN dan BUMD sebagai sumber penerimaan publik 5 Dapat menjelaskan administrasi perpajakan 6 Dapat menganalisis.
PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI TENTANG
Kepala Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar
PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG
TAHAPAN DAN TATACARA PENYUSUNAN
Tim Kerja Harmonisiasi Regulasi GN-SDA
OPTIMALISASI POTENSI EKONOMI DAERAH OLEH : DEDY ARFIYANTO , SE.MM
Pertemuan 3 Pola Hubungan Keuangan
OTONOMI DAERAH.
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
Penyusunan Peraturan Desa Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa M. RUM PRAMUDYA, S.H. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik.
Hubungan Keuangan Pemerintah & Daerah
NORMA STANDAR PROSEDUR DAN KRITERIA
Ekonomi untuk SMA/MA kelas XI Oleh: Alam S..
Pertemuan 11 Pola Hubungan Keuangan
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
Pertemuan 3 Pola Hubungan Keuangan
Pertemuan 11 Pola Hubungan Keuangan
BADAN LEGISLASI 23 AGUSTUS 2017
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Disusun Oleh Pipit Fitriyani, S.Pd
Selvia Nurindah Sari JP081280
ISU DAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia
Model pemisahan kekuasaan dalam bangunan negara Pancasila.
Tata Kelola Pemerintahan Desa
RANCANGAN PERATURAN DAERAH RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN (RPIK) LAMPUNG SELATAN TAHUN NASKAH AKADEMIK.
PERSPEKTIF PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PP 18 TAHUN 2016
PERATURAN PEMERINTAH NO.38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
MASUKAN UNTUK RUU PERTANAHAN
Transcript presentasi:

Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si TUMPANG TINDIH UNDANG-UNDANG SEKTORAL TERHADAP UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH, MASALAH DAN SOLUSINYA Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si

Pendahuluan Point penting dalam otonomi daerah yaitu hubungan antara pusat dan daerah yang antaranya mengenai pembagian urusan dan pembagian wewenang pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembagian urusan pemerintahan terdiri atas; 1. Urusan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat; 2. Urusan yang dibagi antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, yang selanjutnya dikenal adanya urusan pemerintah daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Point inilah yang akan menentukan sejauhmana pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan. Dan lebih lanjut, objek urusan pemerintahan bisa sama, tetapi wewenang atau ruang lingkupnya berbeda.

B. Permasalahan Dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terdapat permasalahan pokok yaitu bagaimana mensikronkan hubungan kewenangan dalam menyelenggarakan urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik urusan yang diatur dalam UU Pemerintahan daerah dan UU Perimbangan Keuangan, maupun urusan-urusan yang diatur dalam berbagai UU sektoral, sehingga selaras dengan prinsip otonomi yang luas.

C. Pembahasan Masalah Pelaksanaan otonomi daerah telah berjalan belasan tahun dan mendapat apresiasi, na-mun masih banyak kekurangannya, salah satunya yaitu kewenangan yang tumpang tindih seperti: * Adannya tumpang tindih perijinan di sektor pertambangan akibat disharmonisasi Per - Undang-Undangan yang berdampak:

Arsip pendataan terhadap perijinan dibidang kehutanan termasuk bidang pertambangan di beberapa wilayah terkadang tidak terdata sehingga kabupaten baru hasil pemekaran tersebut tidak terdaftar Tidak adanya koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam penentuan suatu areal yang akan dijadikan sebagai pencadangan wilayah arean suatu perijinan dibidang pertambangan sehingga mengakibatkan ijin lokasi yang diberikan tumpang tindih dengan perijinan lainnya. Belum jelasnya tata batas atau peta penunjukan wilayah kabupaten, sehingga terjadi Kepala daerah memberikan perijinan diluar wilayah kewenangannya, menjadi salah satu faktor terjadinya tumpang tindih perijinan.

Adanya ketentuan penerbitan ijin yang saling berkaitan maupun bersinggungan dalam pengelolaan berbagai pertambangan, seperti: * UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan batubara; * UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah; * UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan; * UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem; * UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; * UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang;

Dengan adanya kondisi yang demikian tersebut maka dampak implementasi nya di lapangan adalah terjadi disharomonisasi dalam penerbitan perijinan, seperti contohnya: Belum serasinya antara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW). Terjadinya konflik aturan hukum dan disharmoni mengenai tata kelola sektor keuangan antara pusat dan daerah yang diidentifikasikan dengan sebagai berikut: 1.   Kurang efektifnya koordinasi antara Departemen Keuangan, Departemen Teknis, dan Pemerintah Daerah dalam menentukan besarnya realisasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) sehingga penyalurannya terlambat. 2.   Tidak adanya harmonisasi dan konsistensi antara ketentuan Pasal 4 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2006 tentang Penetapan Alokasi DAU dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga beberapa daerah mendapat alokasi DAU lebih daripada seharusnya.

Solusi agar hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu dapat berlangsung dengan adil dan selaras jika dipenuhi beberapa aspek: 1. Selalu mengedepankan agenda reformasi birokrasi dalam mengakomodasi prinsip-prinsip tata pengelolaan pemerintahan yang baik dari mulai tingkat pusat hingga daerah (good governance) dimana konsep tersebut tercermin dalam semangat UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dengan mengimplemetasikan UU No.39 Tahun 2008 tersebut maka diharapkan dapat terwujud reformasi birokrasi dari mulai tingkat pusat hingga daerah sehingga terjadi efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan.

2. Apakah Pemerintah Pusat telah menyerahkan sumber-sumber keuangan yang cukup terutama yang berhubungan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan bagi hasil pajak dan SDA. Pemberian sumber-sumber penerimaan tersebut akan mencerminkan kemampuan atau potensi di bidang keuangan dari suatu daerah. 3. Sejauh mana pemerintah pusat memberikan subsidi yang adil dan terukur kepada masing-masing daerah untuk membiayai kekurangan dana.

4. Terkait dengan Otonomi Daerah, jelaslah bahwa keberadaan UU No 4. Terkait dengan Otonomi Daerah, jelaslah bahwa keberadaan UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara merupakan Support yang mengakomodasi tuntutan penguatan pelaksanaan otonomi daerah atau yang disebut Desentralisasi Pemerintahan, sesuai dengan amanah daripada UU 39 Tahun 2008 BAB VII tentang Hubungan Kementerian Dengan Pemerintah Daerah, Pasal 26.

Berdasarkan uraian di atas maka hal yang perlu menjadi perhatian adalah : Arah kebijakan reformasi dan reorientasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Indonesia seharusnya mengacu kepada berbagai permasalahan yang selama ini selalu dijadikan bahan perdebatan dalam melakukan kajian terhadap hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain adalah distribusi kewenangan yang tergambar sebagai piramida terbalik. Dimana kewenangan ditingkat pusat sangat besar dan di tingkat daerah semakin mengecil terlebih-lebih pada Daerah Tingkat II. Kondisi ini akibat adanya alasan pembenar yang ber-asumsi bahwa Pemerintah Daerah belum dianggap mampu untuk melaksanakan sebagian besar urusan-urusan pemerintah, karena dihadapkan pada Sumber Daya Manusia yang terbatas.

D. Penutup Guna mengantisipasi dan melakukan perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, pemerintah perlu menyiapkan suatu kebijakan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 untuk melakukan efektifitas peraturan perundang-undangan nasional. Sehingga pada akhirnya salah satu misi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertuang dalam Rencana Jangkan Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yaitu mewujudkan masyarakat demokratis berdasarkan hukum dapat terlaksana.   Sekian  TERIMAKASIH