MEMBURU KEJAHATAN TERORGANISASI Adrianus Meliala adrianus@ui.edu
Bio Drs.(UI), MSi.(UI), MSc.(MMU), Ph.D(UQ), Prof. (UI) Kriminolog UI; Pengajar pada Program Pascasarjana KIK-UI ; Pengajar dan Anggota Senat PTIK Senior Adviser pada the Partnership for Governance Reform in Indonesia (2002-2007) Penasehat Ahli Kapolri bidang Kriminologi (2001-2006) Narasumber media-massa; peneliti; pembicara publik www.adrianusmeliala.com adrianus@ui.edu 0811-181-894
(Kejahatan Terorganisasi) Criminal Organization (Organisasi Kejahatan) Perbedaan Organized Crime (Kejahatan Terorganisasi) Criminal Organization (Organisasi Kejahatan) Keanggotaan eksklusif Non-ideologis Hirarkis Pembagian kerja/spesialisasi Mengabadi Kesediaan mempergunakan kekerasan atau penyuapan Monopolistik Berlakunya aturan dan ketentuan Keanggotaan eksklusif dan terbatas Mendapatkan hasil kejahatan umumnya dengan kekerasan Pembagian kerja/spesialisasi
Semua organisasi kejahatan adalah kejahatan terorganisasi ; tidak semua kejahatan terorganisasi dilakukan oleh organisasi kejahatan
Siapa Subyek Hukum Orang Kelompok orang (...secara bersama-sama...) Badan Perusahaan Yayasan Badan Layanan Umum Organisasi & Asosiasi Pejabat Publik Negara Organisasi Kejahatan Jaringan Kejahatan Keluarga Kejahatan Belum diatur di Indonesia
Tanpa mengkriminalisasi organisasi/jaringan/keluarga kejahatan, yang bisa dibawa ke depan hukum hanyalah pelaku langsung dan bukan master-minder, financier, jaringan serta kaki-tangan (kroni)
Apa itu network Serangkaian hal yang saling terkait Jaringan dapat berupa: Sesuatu yang kecil atau besar Lokal atau global Domestik atau Lintas Negara Kohesif atau Difusi Fokus pada satu hal atau pada banyak hal Keanggotaan eksklusif atau bisa juga inklusif
Dua strategi besar menjaring kejahatan terorganisasi Pemberlakuan RICO (Racketeer Influenced Corrupt Organization) Act, yang melarang setiap orang untuk: Memperoleh penghasilan dari kegiatan pemerasan Menanamkan uang dari kegiatan pemerasan Berpartisipasi dalam kegiatan pemerasan Bersekongkol melanjutkan kegiatan tersebut di atas Adopsi & Ratifikasi Palermo Convention , yang merupakan rancang tindak bersama dari berbagai bangsa menghadapi TNOC (trans-national organized crime) dan tiga protokol tambahan : Protokol terkait women & children trafficking Protokol terkait penyelundupan orang Protokol terkait produksi senjata illegal
Organized Criminal Group (menurut Palermo Convention,2000) : Kelompok yang terstruktur dengan dua atau lebih anggota, yang selama beberapa waktu bekerja bersama untuk melakukan satu atau lebih hal yang dilarang oleh konvensi ini, dengan tujuan, baik langsung ataupun tidak, memperoleh keuntungan ekonomis atau keuntungan material lainnya
PEMERINTAH Indonesia telah menandatangani Palermo Convention 2000 dan akan melakukan ratifikasi melalui RUU Kejahatan Terorganisir (kini telah diterima DPR dan akan dibahas tahun depan)
Teknik Memburu OC Controlled Delivery Electronic Surveillance Collaborating Witness OC Confiscation & Seizure Undercover Operations Wiretapping Financial Investigations
Controlled Delivery Penyerahan yang Diawasi : Pasal 3 ayat (1) Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika & Psikotropika, 1988) sebagaimana terdapat dalam UU no. 7 tahun 1997 Pasal 68 UU no. 22 tahun 1997 tentang Narkotika, yang merupakan perluasan dari pasal 7 (1) KUHAP
Undercover Operations Terkait transaksi narkoba, disebut pula “undercover buy” (pembelian terselubung): Pasal 3 ayat (1) Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika & Psikotropika, 1988) sebagaimana terdapat dalam UU no. 7 tahun 1997 Pasal 68 UU no. 22 tahun 1997 tentang Narkotika, yang merupakan perluasan dari pasal 7 (1) KUHAP
Electronic Surveillance Perintah Kapolda Metropolitan Jakarta Raya no. 02 tahun 2007 tentang Penggunaan CCTV RUU KUHP pasal 266 tentang penggunaan hidden-camera dan video-taping sebagai kejahatan Kategori III
Wiretapping UU Telekomunikasi no. 36 tahun 1999 pasal 40 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi nomor 11 tahun 2006 tentang Teknis Penyadapan terhadap Informasi UU Komisi Pemberantasan Korupsi no. 30 tahun 2002 pasal 12 (1)
Confiscation & Seizure Penggeledahan : Pasal 32,33, 34 KUHAP Penyitaan : Pasal 38,39 KUHAP Perampasan :Pasal 3 ayat (1) Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika & Psikotropika, 1988) sebagaimana terdapat dalam UU Perampasan : Pasal 18 ayat (1a) UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pemusnahan : Pasal 63,64, 65 RUU tentang Narkotika
Financial Investigations Tindak Pidana Pencucian Uang no. 25 tahun 2003 MoU PPATK dengan Polri, 16 Juni 2004, yang pelaksanaannya mengacu pada UU Tindak Pidana Pencucian Uang no. 25 tahun 2003 dimana, salahsatunya, bertujuan memperlancar penanganan perkara tindak pidana pencucian uang
COLLABORATING WITNESS Sistem Peradilan Pidana yang non-adversarial di Indonesia tidak memiliki hal-hal sebagai berikut: Prinsip “plea bargain” Perlindungan saksi berupa pergantian identitas Terhadap saksi yang mau bekerjasama dengan aparat hukum, kompensasi yang diberikan umumnya berupa penjatuhan hukuman pidana ke arah minimal.
CUKUPKAH MENCAPAI CUPOLA?
BEBERAPA PRINSIP PEMBUKTIAN ALA PALERMO CONVENTION Tidak perlu membuktikan adanya “perintah” guna melakukan kejahatan Bahwa aktivitas kejahatan berlangsung dan dilakukan secara kontinyu, dimana banyak pihak dalam kelompok atau organisasi tidak berkontak dengan aktivitas kejahatan Cukup dengan alat bukti bahwa seseorang memimpin atau menjadi anggota serta apa perannya dalam kelompok atau organisasi yang terlibat kejahatan terorganisasi
SEKIAN TERIMA KASIH