Legacies of Power ArtJog 14, Taman Budaya Yogyakarta, 21 Desember 2014.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
SMA NEGERI 1 PAMULANG, KAB. TANGERANG
Advertisements

PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA
Oleh: Jordaan Eduard Ticoalu, 7.1 Bahasa Indonesia
Peran Islam dalam Kebangkitan Nasional
Mata pelajaran IPS Semester 1 untuk kelas VIII (Delapan)
A. Pengertian Pergerakan Nasional
Peranan Agama Dalam Politik di Timur Tengah -Syiah dan Sunni -Wahabi -Kebijakan Dalam dan Luar Negeri.
PERTEMUAN KEEMPAT HISTORIOGRAFI MASA REVOLUSI.
Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat (2012)
BAB II IDENTITAS NASIONAL.
BEBERAPA CONTOH KAJIAN SEJARAH LOKAL
KERJASAMA KOPERASI.
PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE
PAHLAWANKU.
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
IDENTITAS NASIONAL.
Gaya Seni Rupa Indonesia Modern Pertemuan 10
SAEFUDIN ZUKHRI, MASYARAKAT BREBES SELATAN PADA MASA: GERAKAN DI/TII TAHUN
3.Jihan Khalisah Khansa / 17
analisis k-13 dalam mata pelajaran sejarah materi wajib dan peminatan
Dosen Pengampu : diana ma’rifah
PROSES KEBANGKITAN NASIONAL PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME 1.MENINJAU CARA BERJUANG RAKYAT SEBELUM TAHUN 1908 Hingga tahun 1908, Pemerintah.
Pertemuan ke-5.  Budaya adalah ciptaan manusia, tapi budaya menguasai kehidupan manusia, karena itu kebudayaan disebut superorganik  Contoh: manusia.
Sastra Korea dapat dibagi menjadi :
A. Gambaran Kerajaan Allah Pada Zaman Yesus
Kedaulatan Rakyat (hal )
Integrasi Politik dan Integrasi Nasional
Masa kolonial Belanda Cakdiyon.blogspot.com.
120 menit Sejarah / program: IPA 1.
PNI(PartaiNasionalIndonesia)
MODUL 6 Aspek Struktural Pelaku Ekonomi Indonesia KATA PENGANTAR
Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional
Seni Lukis Indonesia Modern PraNasionalisme Pertemuan 6
3. Kebijakan Pemerintah dalam bidang keagamaan
PRINSIP-PRINSIP DASAR ILMU SEJARAH
Nasionalisme di Filipina
Oleh: Syukur Pendekatan Studi Islam IAIN SALATIGA
BAB 3 MUNCULNYA NASIONALISME INDONESIA
STRATEGI POLITIK NU MASA PENJAJAHAN JEPANG
SMP Kelas 3 Semester 1 BAB V
GERAKAN MILLENARIAN DI ASIA TENGGARA ( THAILAND )
LATAR BELAKANG SEJARAH HUBUNGAN INTERNASIONAL
NASIONALISME MASYARAKAT PAPUA SEBAGAI WARGA NEGARA INDONESIA
Organisasi Pergerakan
Masa kolonial Belanda.
Dinamika Kawasan Eropa
LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
REVOLUSI AMERIKA SERIKAT
(Kebangsaan Indonesia)
Disampaikan pada: DIALOG KEBANGSAAN
Presented By: Lailatul Hikmah
KELOMPOK 6 Diva Meliana Fitri Sinta Dewi Humaira Rahmi Dewi
Gagasan Nasionalisme dalam Karya Pramoedya Ananta Toer “Tetralogi Buru” A n g i e P e r m a t a S a r i FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS.
POLITIK ETIS.
PERIODESASI SEJARAH.
Nama : Farhan Azis.P NPM : Kelas/Semester : A2/5
Sejarah Ekspedisi Bangsa Inggris
QUOTATION of DALAI LAMA
OM SWASTYASTU KELOMPOK ips : 1 Ketua Kelompok : PUTU ARI HANDAYANI
Militer dan Budaya Politik Indonesia
REFORMA AGRARIA: TANAH,PEMBANGUNAN, DAN KONFLIK SOSIAL
Konsep dan pendekatan sosiologi
Perkembangan Perencanaan
Manusia dan Masyarakat Di Zaman Khulafa’ Rashidin
Jakarta Selayang Pandang
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
Oleh Paulus Wirutomo Sistem Sosial Indonesia (2015)
HUBUNGAN SOSIAL ANTAR KELOMPOK ETNIK
Diploma Pengajian Islam (DPI)
INDONESIA. Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa"
Transcript presentasi:

Legacies of Power ArtJog 14, Taman Budaya Yogyakarta, 21 Desember 2014

“Bayangan wajah Pitung muncul. Apa yang dilakukannya, diulangi oleh sisa gerombolannya yang bangkit kembali. Alasan perlawanan mereka sama. Dan tak seorang pun di antara mereka dapat mengatakan mengapa ia melawan. Memang mereka tidak bisa merumuskan perasaan mereka. Pangemanann menceritakan tentang Minke untuk menyebutnya sebagai Pitung era modern, yang berarti orang yang dapat mengutarakan ketidakpuasannya dalam kata-kata.” Pramoedya A. Toer, Rumah Kaca (1988) Proto Nasionalisme ke Nasionalisme

Penetrasi kolonial menimbulkan situasi konflik, perpecahan di tengah masyarakat antara yang menerima dan menolak. Ini memunculkan di kalangan pribumi pemuka-pemuka perlawanan. Mobilisasi dan eskalasi perlawanan juga kekuatan keyakinan dan tindakan sekaligus identitas pembeda ditingkatkan oleh para pemuka perlawanan itu dengan ideologi, khususnya ideologi religius. Dari perlawanan Saparua (1817) sampai perang Aceh ( ) jelas merupakan reaksi penuh kekerasan yang sebab musababnya dapat dikembalikan pada faktor berganda ekonomi, sosial, politik, dan kultural tetapi semua mempunyai nada religius. Suatu proklamasi perang sabil melawan pemerintahan kaum kafir. Tetapi, gerakan kekerasan ini mempunyai arti terbatas sebab suatu reaksi yang berbentuk nativisme yang memandang kolonialisme sebagai tidak baik karena menyimpang dari sistem dan struktur lama. Disinilah kuat prasangka etnosentrisme, neerlandophobia, patron-client. Sebab itu selama abad ke-19, pelbagai macam perlawanan bersifat tradisionalistis, yaitu mempertahankan ideologi yang menolak perubahan dan mempertahankan orde yang telah berlaku secara turun temurun. Tidak ada tujuan mengubah masyarakat secara struktural, sebaliknya struktur lama yang umumnya feodal dipertahankan. Proto Nasionalisme

Perlawanan terhadap penetrasi kolonial juga terjadi di antara orang tani seperti yang tergambar dalam karya Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten Ini pemberontakan petani berskala paling besar, baik ruang lingkup maupun pesertanya di Hindia Belanda. Sementara dari karya sejarawan AB Lapian, Orang Laut- Bajak Laut-Raja Laut tergambar perang dan gerilya laut terhadap penetrasi kolonial juga dilakukan oleh orang laut. Politik liberal yang mendorong ekspansi ekonomi sehebat- hebatnya sebagaimana yang maujud dalam bentuk industri perkebunan dan pertambangan seperti yang digambarkan oleh Jan Breman dalam Menjinakkan Sang Kuli dan Erwiza Erman dalam Miners, Managers and the State jelas memunculkan rezim kerja baru dan penuh kekerasan yang akhirnya membawa para kuli perkebunan dan pertambangan memberontak. Ironisnya kekerasan itu semua dilakukan berselubung perayaan politik etik dan balas budi.

Pada 1899 sejarah kolonial bertemuperubahan besar dari dampak semangat terang aufklarung dan kritik yang mengingatkan bertindak atas dasar etik untuk membalsa budi kepada pribumi kolonial. Inilah yang kemudian sohor disebut Politik Etis. Tetapi, ada begitu banyak tafsir ihwal politik etis namun satu saja definisnya, yaitu kebijakan yang diarahkan untuk meletkan seluruh kepualaun Hindia di bawah kuasa Belanda secara nyata, dan untuk mengembangkan negeri serta bangsa di wilayah itu ke arah pemerintahan sendiri di bawah pimpinan negeri Belanda menurut model barat. Sampai disini kuasa kolonial membangun strategi melanjutkan kontrolnya terhadap tanah jajahan dengan menciptakan manusia-manusia yang tak lain adalah jelmaan-jelmaan atau peniru tuan putih. Pemerintah kolonial harus berusaha agar kaum pribumi berhubungan dengan budaya dan pendidikan Barat. Lahirlah konsep “politik asosiasi” dimana hanya dengan tetap Hindia bersama Belanda suatu rust en orde terjamin, hanya bencana saja jika Hindia terlepas dari Belanda. Nasionalisme yang boleh dikembangkan adalah yang memerlukan pengarahan yang benar karena tidak boleh agresif destruktif bagi orang lain. Demikianlah maka Hindia Belanda harus disajikan sebagaimana desa-desa yang harmonis dalam lukisan Mooi Indie dari pelukis raja, Raden Saleh. Tetapi, harus dipastikan bahwa di balik gerumbul semak juga hutan lebat dan gunung menjulang serta sungai tidak ada jin setan serta demitnya. Ini selaras dengan kepercayaan orang belanda sebagai Calvinis yang terus was-was betapa banyak hantu berkeliaran mengancam swargaloka. Nasionalisme

Adalah suatu kenyataan sejarah yang pahit bagi tuan-tuan putih Belanda bahwa kemudian di balik harmoni ala Mooi Indië koloni Hindia itu menjadi kacau. Ini lantaran “proyek transformasi sosial” yang dijalankan bukan saja memunculkan jelmaan-jelmaan yang berlaku sebagai hamba sahaya peniru tuan-tuan putih, tetapi juga melahirkan figur-figur modern yang dilihat sebagai “hantu-hantu” dari neraka dengan api-apinya yang siap membakar. Sosok berbahaya yang dengan segera tampak bersemangat membuka perlawanan diam-diam atau terbuka, bukan saja terhadap jelmaan-jelmaannya bahkan terhadap tuan-tuan putih itu sendiri dengan wacana kolonialnya. Perasaan pemerintah kolonial Belanda akan taman firdaus mereka yang akan berubah menjadi neraka memang semakin nyata sebab data menunjukan pada bukan saja tokoh-tokoh pergerakan terkemuka yang mengambarkan pemikirannya dengan kias nyala dan api, tapi juga banyak media massa yang mengambil nama dengan mencomot kata nyala dan api. Bahkan seorang penyair terkemuka Indonesia, Chairil Anwar, mengenangkan Bung Karno yang menjadi motor gerakan nasionalisme, revolusi dan kemerdekaan dengan menggambarkannya sebagai sesuatu yang “menyediakan api”. Dan banyak laporan kolonial bahkan pengkaji sejarah masa kini yang kemudian menyimpulkan bahwa dari dalam api itu muncullah “hantu-hantu”, misalnya ketika Sarekat Islam bangkit pamerintah kolonial melaporkan bahwa satu “hantu kiri” telah bangkit di Hindia. Begitu juga sejarawan Takashi Shiraishi menggambarkan orang-orang pergerakan yang berbahaya dan dihukum buang ke Digul sebagai “hantu-hantu”. Dalam konteks itu adalah menarik memperhatikan sikap gemini Soekarno (kalau tidak bisa disebut ambiguitas) terhadap Mooi Indië. Soekarno jelas- jelas adalah sosok malapetaka bagi harmoni Hindia Belanda. Dalam pidato Indonesia Menggugat ia menggunakan kata-kata yang sama sekali tidak “mooi”, yaitu bom, dinamit meski tak pegang sepucuk pestol atau senapan juga segenggam amunisi. Nasionalisme