Fakta Semut Semut memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dari kebanyakan makhluk hidup lain di dunia ini. Untuk setiap 700 juta semut yang lahir di dunia ini, hanya ada 40 bayi manusia baru. Dengan kata lain, jumlah semut di dunia lebih banyak dibandingkan jumlah manusia.
Filosofi Semut Tak pernah menyerah Melihat ke depan Bersikap positif Lakukan sekuat tenaga
Tidak Pernah Menyerah Bila ada yang menghalang-halangi dan berusaha menghentikan langkah mereka, mereka selalu akan mencari jalan lain. Mereka akan memanjat ke atas, menerobos ke bawah atau mengelilinginya. Mereka terus mencari jalan keluar.
Melihat ke Depan Semut menganggap semua musim panas sebagai musim dingin. Mereka mengumpulkan makanan musim dingin mereka di pertengahan musim panas. Karena sangat penting bagi mereka berpikir realistis. Di musim panas, Anda harus memikirkan tentang halilintar. Anda seharusnya memikirkan badai sewaktu Anda menikmati pasir dan sinar matahari.
Berpikir Positif Semut menganggap semua musim panas sebagai musim dingin Selama musim dingin, semut selalu mengingatkan dirinya, “Musim dingin takkan berlangsung selamanya. Segera akan kita lalui masa sulit ini.”
Maka ketika hari pertama musim semi tiba, semut-semut keluar dari sarangnya. Dan bila cuaca kembali dingin, mereka masuk lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari pertama musim panas tiba, mereka segera keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat menunggu untuk keluar dari sarang mereka.
Sekuat Tenaga! Seberapa banyak semut akan mengumpulkan makanan mereka di musim panas untuk musim dingin mereka? “Semampu mereka!!” http://www.pkpu.or.id/ph.php?id=57
Kisah Sang Semut
Suatu hari Nabi Sulaiman a. s Suatu hari Nabi Sulaiman a.s. memerhatikan dengan seksama aktivitas semut yang sedang sibuk mengumpulkan biji-biji gandum. Satu sama lain terlihat akrab, sesekali mereka saling tegur sapa, yang akhirnya menarik perhatian Sang Nabi (Sulaiman a.s.) untuk berdialog dengan salah seekor darinya. Sang Nabi bertanya: ”Wahai semut, saya lihat kalian sangat rajin bergotong-royong untuk mencari makan.” Sang Semut pun menjawab, ”Begitulah Tuan, sebab hamba yang dha’if ini tidak akan pernah sanggup bekerja sendirian, hamba harus selalu bekerjasama untuk mengangkat sesuatu yang lebih berat daripada tubuh kami.” Termasuk di dalamnya biji-biji gandum yang harus kami peroleh untuk kebutuhan bangsa kami selama setahun!
Dari hasil wawancara mendalam Sang Nabi dengan seekor semut yang menjadi sampelnya, ternyata didapatkan satu keterangan yang dipandang cukup valid bahwa untuk seekor semut – masing-masing – rata-rata membutuhkan enam biji gandum per tahun. Dari keterangan Sang Semut – yang cukup meyakinkan — pun Sang Nabi melakukan penelitian eksperimental. Dengan persetujuan jamaah semut ketika itu, Nabi Sulaiman a.s. pun lalu mengambil salah seekor semut – dari kumpulan semut yang dijumpainya – untuk dijadikan sampel dalam penelitian eksperimentalnya. Diambilnya salah seekor semut, dan diberi olehnya bekal enam biji gandum, kemudian dimasukan ke dalam tempat tinggal (semut) berupa kotak kecil dan dibiarkannya — semut itu — tidak diusik sama sekali selama setahun.
Setelah setahun penuh, tempat tinggal semut yang berupa kotak kecil, yang berisi seekor semut dan enam biji gandum tadi dibuka olehnya, dengan disaksikan oleh beberapa orang pengikutnya. Alangkah kagetnya Nabi Sulaiman a.s., sebab di kotak tersebut ”Sang Semut” yang dijadikan sampel dalam penelitian eksperimentalnya tetap tegar, sehat wal afiat, dengan tidak menghabiskan seluruh persediaan makanannya (enam biji gandum, jatah makan setahunnya), karena ia masih menyisakan “tiga biji gandum”.
Dengan penuh kekaguman, Nabi Sulaiman a. s Dengan penuh kekaguman, Nabi Sulaiman a.s. pun berkomentar, seraya bertanya: ”Wahai semut, sudah setahun berlalu, Anda masih segar-bugar dengan tanpa meninggalkan bekas-bekas kesedihan. Dan yang lebih membuatku bertanya-tanya, kenapa kamu hanya memakan tiga biji gandum saja dari persediaan enam biji gandum untuk jatahmu setahun? Kenapa kau sisakan gandum-gandum pemberianku itu?” “Kenapa anda tidak menggunakan hakmu untuk mengonsumsi semua biji gandum itu?”
Semut itu pun menjawab lantang, dengan penuh keyakinan: ”Begini Tuan, di alam bebas di mana hamba bebas mencari makan sendiri, memang hamba terbiasa menghabiskan enam biji gandum pertahunnya. Namun, bagaimana dengan keadaan hamba yang terbelenggu oleh penelitian eksperimental Tuan saat ini? Lagi pula siapa yang bisa menjamin bahwa dalam waktu satu tahun, tuan – Nabi Sulaiman a.s. — tidak lupa untuk membuka kotak-kecil ini? Untuk itu, hamba sengaja makan separuhnya dan menyisakan lagi separuhnya yang lain untuk mengantisipasi masa depan saya,” jawab Sang Semut dengan lugas. Atas jawaban semut itu pun Nabi Sulaiman a.s. tersenyum, dan memuji kehebatan Sang Semut, yang ternyata mampu menjadi “guru” yang sangat berharga bagi diri Sang Nabi dan umatnya.
Dari kisah itu… Sesunguhnya kita bisa mengambil beberapa pelajaran… Pertama, di saat Sang Semut bisa meraih biji-biji gandum yang sangat besar, bahkan melebihi besarnya tubuh mereka, kita pun dengan kebersamaan kita bisa bekerjasama untuk meraih sesuatu yang tidak mungkin kita raih sendiri. Dengan mengedepankan prinsip ukhuwah yang berkesinambungan, Sang Semut selalu bisa meraih kesuksesan. Sikap gotong-royong dan toleransi mereka telah memberikan semua kontribusi positif bagi komunitas mereka. Dan tentu saja ini teladan “ukhuwah” bagi kita.
Kedua… Kita perlu meneladani kesederhanaan Sang Semut dalam kehidupannya. Semut tidak serakah, hingga tak mau merampas hak semut lainnya. Haknya sendiri pun ia ambil secara proporsional, hingga ia bisa mengantisipasi kebutuhannya di masa depan.
Ketiga… Kita perlu bersikap rendah hati, tidak sombong terhadap sesama hamba Allah. Sebagaimana sikap Sang Semut terhadap semut-semut lainnya, yang dengan kerendahan hatinya selalu bersedia untuk mengakui keberadaan semut yang lain. Persahabatan mereka patut menjadi contoh untuk para manusia cerdas dan peduli, yang hingga kini masih harus terus belajar untuk bersikap rendah-hati, “belajar” pada siapa pun, termasuk kepada Sang Semut yang bijak. Sumber: http://muhsinhar.staff.umy.ar.ac.id/?p=10
Jadilah manusia-manusia bijak, sebagaimana bangsa semut yang berhasil menjadi teladan bagi kita semua.