Perkeretaapian Khusus Tahap III Tahapan Menuju Perubahan Regulasi Jakarta 21 Juni 2011.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
TURUNAN/ DIFERENSIAL.
Advertisements

Perkeretaapian Khusus Fase III Pendekatan yang diusulkan terhadap perubahan peraturan Jakarta 20 Mei 2011.
Drs. Marzuki, SH, Hum 28 MARET 2011
ENTREPRENEURSHIP KEWIRAUSAHAAN BAB 14 Oleh : Zaenal Abidin MK SE 1.
ENTREPRENEURSHIP KEWIRAUSAHAAN Oleh : Zaenal Abidin MK SE 1.
ASURANSI Rita Tri Yusnita Sumber:
Strategi Nasional Literasi Keuangan
MANAJEMEN KELOMPOK •Disampaikan Oleh : •JAKES SITO.SP •Sebagai Media Penyuluhan • •
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
SUMBER: Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI SUMBER:
BULETIN TEKNIS NO. 04 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN BELANJA PEMERINTAH
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DEWAN PENGURUS PUSAT PERSATUAN UMMAT ISLAM (PUI)
KETERKAITAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BADAN.
Sosialisasi EQA BAN-PT – Dikti, Juli-Agustus 2009.
PERTEMUAN 12 LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (UU NO. 5/1999)
MATERI 8 HUKUM PERUSAHAAN
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA DALAM TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM
STRUKTUR BELANJA DAERAH
Hak atas Kebebasan Pribadi
Sasaran Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
Manajemen Integrasi Proyek
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
Rapat Pansus III Dewan Sumber Daya Air Nasional
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2010 Tentang PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN.
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
PENCABUTAN HAK ATAS TANAH
Luas Daerah ( Integral ).
PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARI’AH
BULETIN TEKNIS NO. 05 AKUNTANSI PENYUSUTAN
RELATIONSHIP BETWEEN NATIONAL ROAD SAFETY MASTERPLAN (NRSM) WITH DECADE OF ACTION (DoA) -safer road- Bogor March 2011.
Pertemuan 11 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Penyelenggara Urusan Penanaman Modal.
Tata cara Penanaman Modal
OVERVIEW Konsep dasar dan arti penting klasifikasi industri.
Matakuliah : F0422 / Pengantar Hukum Perdata dan Dagang
B. Kombaitan dan Ridwan Sutriadi
MK Dasar Manajemen PJMK Ir. Purana Indrawan, MP
Wisnu Haryo Pramudya, S.E., M.Si., Ak., CA
Persaingan usaha.
BIRO PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN BAPEPAM DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI ANGGOTA DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS.
PRIVATISASI. Apa itu privatisasi? Menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (“UU BUMN”), Privatisasi adalah penjualan.
Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
PENANAMAN MODAL (UU No.25 Th.2007)
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN X) JAMSOSTEK Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU No.3 Th.1992) copyright by Elok Hikmawati.
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
DASAR HUKUM PENGELOLAAN HUTAN PERUM PERHUTANI
KEGIATAN EKONOMI KESEHATAN Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH.
Motif dan Fungsi Suatu Bisnis
ASPEK HUKUM USAHA WARALABA
Department of Business Adminstration Brawijaya University
ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA
PERSEROAN TERBATAS.
Disampaikan oleh : DJOKO HERIYONO,S.H Ketua Bid. Advokasi dan Hukum
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Manajemen Pengadaan Proyek
4. Tujuan dan Tipe Investasi Teknologi Informasi
RAHASIA BANK Materi Kuliah.
Disampaikan pada acara :
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
Konsep pelayanan publik
RPP PENYELENGGARAAN SPAM
Bab XII Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Konsep pelayanan publik
BENTUK – BENTUK BADAN USAHA
BADAN USAHA MILIK NEGARA
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB ORGAN PERUSAHAAN DALAM KERANGKA PELAKSANAAN GCG DUTY OF BOARD TUTI RASTUTI, S.H.,M.H.
Badan Usaha Berdasarkan Lapangan Usaha Ekstraktif Agraris Manufaktur
Di Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara.
Transcript presentasi:

Perkeretaapian Khusus Tahap III Tahapan Menuju Perubahan Regulasi Jakarta 21 Juni 2011

2 Kebutuhan atas Perkeretaapian Khusus 1.Infrastruktur transportasi Indonesia harus dengan segera dikembangkan untuk mengikuti pertumbuhan ekonomi yang telah diproyeksikan 2.Prasarana jalan raya sendiri tidak bisa menampung 90% barang dan komoditas yang telah diproduksi 3.Kegiatan dalam sektor ekonomi sebagian besar merupakan kegiatan yang didasarkan pada komoditas, dengan berbagai macam industri, perkebunan dan pertambangan yang akan sangat membutuhkan kereta api.

3 Kebutuhan atas Perkeretaapian Khusus 4. Hanya sebagian dari biaya perkeretaapian khusus yang dapat didanai oleh Pemerintah dan BUMN. 5. Sebagian besar dana harus berasal dari pihak swasta. 6. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan uang rakyat untuk mengembangkan perkeretaapian yang akan melayani satu atau beberapa industri. 7.Pihak swasta memiliki motif yang kuat untuk membangun infrastruktur perkeretaapian bagi sektor industri yang dapat menjadi sumber pendapatan jangka panjang yang stabil.

4 Manfaat Ekonomi dari Perkeretaapian Khusus 1.Banyaknya barang dan komoditas yang masuk ke pasar, akan memberikan fondasi yang kuat untuk perkembangan dan merupakan penambahan sumber pendapatan bagi Negara. 2.Pembangunan infrastruktur rel kereta api yang baru akan memberikan manfaat ekonomi secara tidak langsung

5 Peran Regulator 1.Walaupun tujuan dari Perkeretaapian Khusus telah diketahui dengan jelas, sumber dana yang besar yang dibutuhkan untuk investasi tersebut tidak akan mengalir masuk tanpa adanya kerangka perundang-undangan yang jelas. 2.Setidaknya, Pemerintah untuk memberikan jaminan bahwa dengan tunduk kepada peraturan yang memberikan batasan-batasan (teknis, keselamatan, lingkungan, dll), perkeretaapian dapat beroperasi sesuai dengan tujuannya untuk waktu yang lama.

6 Tantangan Bagi Peraturan Utama 1.Ketidakjelasan mengenai siapa yang dapat menggunakan atau mengoperasikan perkeretaapian khusus 2.Pembatasan terhadap lingkup perkeretaapian khusus 3.Ketidakpastian mengenai interkoneksi 4.Ketidakjelasan atas sifat dan kepemilikan dari aset perkeretaapian khusus 5.Kerumitan sistem perizinan

7 Usulan Penyelesaian Peraturan Menteri yang baru akan memperjelas Undang-undang Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah yang telah ada (PP 56/2009 dan PP 72/2009) Beberapa perubahan terhadap Peraturan Pemerintah yang ada saat ini juga sebaiknya dilakukan namun tidak sepenuhnya diperlukan untuk menerapkan Peraturan Pemerintah yang diusulkan Tidak diperlukan perubahan terhadap Undang- undang Perkeretaapian – segala perubahan terhadap peraturan yang telah diusulkan konsisten dengan Undang-undang Perkeretaapian

8 Aturan Klien: Perkeretaapian Khusus hanya dapat digunakan oleh suatu badan usaha untuk mendukung kegiatan pokoknya (Pasal 5(3) Undang-undang Perkeretaapian) Aturan Penyelenggara: Perkeretaapian Khusus hanya dapat diselenggarakan oleh suatu badan usaha untuk mendukung kegiatan pokoknya (Pasal 33(1) Undang-undang Perkeretaapian) 1. Ketidakjelasan mengenai siapa yang dapat menggunakan atau mengoperasikan perkeretaapian khusus

9 Klien: - badan usaha tunggal - dua atau lebih badan usaha yang terafiliasi - sebuah konsorsium dari badan usaha yang tidak terafiliasi Penyelenggara: - badan usaha yang sama dengan klien - afiliasi dari klien - badan usaha yang tidak terafiliasi yang memiliki kontrak eksklusif Siapakah yang dimaksud dengan ‘badan usaha’?

10 “Kendali” dapat diartikan secara luas untuk meliputi kepemilikan atas mayoritas saham dengan hak suara atau kemampuan untuk menunjuk atau mengganti mayoritas direksi perseroan Afiliasi melalui kendali nyata

11 Dasar Alasan dari Aturan Konsorsium Hal yang menjadi kekhawatiran utama Kementerian Perhubungan adalah potensi perlakuan yang tidak adil terhadap badan usaha kecil sebagai akibat dari diperbolehkannya beberapa badan usaha untuk membentuk suatu perkeretaapian khusus tunggal. Kami yakin bahwa kekhawatiran ini dapat diatasi secara efektif apabila badan usaha tersebut merupakan anggota dari suatu konsorsium tunggal

12 Dasar Alasan Aturan Konsorsium Aturan konsorsium berarti bahwa beberapa pengguna/klien harus bertindak sebagai satu badan usaha dengan tujuan yang sama, yang dengan demikian mengurangi kemungkinan terjadinya diskriminasi Resiko terkait dengan perlakuan yang tidak adil dapat diatasi secara efektif dengan perjanjian konsorsium Jika jaminan dengan perjanjian masih belum cukup, terdapat perlindungan lain bagi para pihak melalui undang-undang anti monopoli

13 Klien: Segala jenis usaha yang secara sah dapat meminta pengadaan Perkeretaapian Khusus sebagai dukungan terhadap usahanya tersebut Penyelenggara: kegiatan usaha yang sama dengan klien (jika penyelenggara adalah badan usaha yang sama dengan klien atau afiliasi dari klien) ATAU suatu perusahaan yang bergerak di bidang transportasi (jika penyelenggara tidak terafiliasi dengan klien tetapi memiliki perjanjian transportasi eksklusif dengan klien) Apa yang dimaksud dengan ‘kegiatan pokok’?

14 2. Pembatasan terhadap lingkup perkeretaapian Aturan “titik ke titik”: Perkeretaapian Khusus diselenggarakan terbatas dalam kawasan yang merupakan wilayah kegiatan pokok badan usaha, dan dari kawasan kegiatan pokok ke satu titik di wilayah penunjang (Pasal 350 PP 56/2009)

15 Dasar Alasan Mengubah Peraturan “titik ke titik” Pengaturan ini sangat membatasi penggunaan dari perkeretaapian khusus, sehingga menyulitkan dalam mendapatkan investasi Dengan memperlunak pengaturan maka akan memungkinkan perkeretaapian khusus untuk membawa produk-produk kepada dan dari beberapa konsumen atau penyedia barang dari klien Aturan titik ke titik tidak diatur di dalam Undang- undang Perkeretaapian, dan hanya ada di dalam PP 56/2009

16 Dasar Alasan Mempertahankan Pengaturan “titik ke titik” Terdapat perbedaan pendapat di dalam Kementerian Perhubungan mengenai apakah peraturan Titik ke Titik membatasi atau memperluas Undang-undang Perkeretaapian. Bagi mereka yang berpendapat bahwa peraturan Titik ke Titik sudah memperluas ketentuan Undang-undang Perkeretaapian, tidak ingin lebih lanjut memberikan kelonggaran.

17 Usulan untuk Melonggarkan Peraturan “Titik ke Titik” Peraturan “titik ke titik” seharusnya diubah untuk menghilangkan konsep “wilayah kegiatan pokok” dan “wilayah penunjang” dan sebaiknya untuk memasukkan suatu definisi mengenai penggunaan “Stasiun” yang memberikan penjelasan secara umum mengenai apa yang dapat dilakukan di Stasiun sehubungan dengan Perkeretaapian Khusus. Hal ini akan membutuhkan perubahan atas PP 56/2009

18 3. Ketidakpastian mengenai interkoneksi Peraturan Penyambungan: Perkeretaapian Khusus dapat, dengan persetujuan dari otoritas yang berwenang, disambungkan dengan jaringan perkeretaapian umum atau jaringan perkeretaapian khusus (Pasal 52 UU 23/2007) dan pelayanan angkutan tersebut dapat diintegrasikan (Pasal 149(2) UU 23/2007) Peraturan Kerjasama: Sebuah penyelenggara Perkeretaapian Khusus dapat, dengan persetujuan dari Kementerian Perhubungan, melakukan kerjasama dengan penyelenggara perkeretaapian lain tanpa mengubah fungsi dari Perkeretaapian Khusus (Pasal 374 PP 56/2009) Peraturan Integrasi: Sebuah Perkeretaapian Khusus dapat, dengan persetujuan dari otoritas yang berwenang, diintegrasikan dengan jaringan angkutan perkeretaapian lainnya, dengan ketentuan bahwa pengaturan mengenai perkeretaapian umum akan berlaku (Pasal 161 PP 72/2009)

19 Dasar Alasan Peraturan Interkoneksi Memberikan kemungkinan bagi Perkeretaapian Khusus untuk melakukan interkoneksi dan berbagi infrastruktur dan gerbong (berdasarkan perjanjian) akan dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya dan mencegah persaingan tidak sehat Masing-masing penyelenggara tetap melayani kliennya tetapi kerjasama antara penyelenggara diperbolehkan Jaringan yang dibentuk akan memberikan layanan bersifat khusus dan terbatas hanya kepada beberapa pelanggan besar. Kami berpendapat bahwa inilah konsep yang diperlukan untuk mendorong pihak swasta berinvestasi di sektor perkeretaapian

20 Usulan Peraturan Interkoneksi Memberikan pengertian atas ketentuan kerja sama yang disebut dalam Pasal 374 PP 56/2009 agar beberapa penyelenggara perkeretaapian khusus (masing-masing melayani kliennya sendiri) dapat berbagi infrastruktur dan lokomotif, gerbong tanpa harus kehilangan statusnya sebagai perkeretaapian khusus Memberikan pengertian atas ketentuan interkoneksi dalam Pasal 161 PP 72/2009 untuk secara jelas menyatakan bahwa jaringan tersebut harus dijalankan oleh badan usaha Perkeretaapian Khusus dan bahwa peraturan keselamatan dan penyelenggaraan untuk perkeretaapian umum harus berlaku.

21 Apa yang terjadi apabila perkeretaapian terinterkoneksi ? Kami mengusulkan agar perjanjian interkoneksi memperbolehkan penyelenggara pertama untuk : – Mengakses infrastruktur penyelenggara lain untuk tujuan memberikan jasa pelayanan yang mendukung klien penyelenggara pertama tersebut – Mengatur penyelenggara lain (apabila penyelenggara umum) untuk menyediakan layanan yang menunjang klien penyelenggara pertama – Memberikan akses terhadap penyelenggara lain untuk menggunakan infrastruktur penyelenggara pertama untuk tujuan apapun yang sesuai dengan usaha penyelenggara lain tersebut

22 Interkoneksi – Perbedaan Pendapat Terdapat perbedaan pendapat dalam Kementerian Perhubungan mengenai apakah Pasal 374 PP 56/2009 dapat digunakan sebagai dasar untuk menerapkan peraturan interkoneksi. Terdapat pendapat bahwa aturan dalam Pasal 161 PP 72/2009 mempunyai pengertian bahwa setiap integrasi infrastruktur perkeretaapian antara Perkeretaapian Khusus dengan perkeretaapian lainnya mengakibatkan terjadinya perubahan status dari Perkeretaapian Khusus menjadi perkeretaapian umum. Berdasarkan Pasal 149(2) dan (3) Undang-Undang Perkeretaapian kami berpendapat bahwa pengertian yang dimaksud adalah adalah bahwa aturan-aturan pengangkutan untuk perkeretaapian umum juga berlaku untuk perkeretaapian khusus sepanjang dapat diberlakukan

23 4. Kurangnya kejelasan mengenai sifat dan kepemilikan dari aset perkeretaapian khusus Perkeretaapian khusus dibangun oleh pihak swasta untuk tujuan pribadi dengan menggunakan hanya dana pribadi Kami berpendapat bahwa baik di UU Perkeretaapian atau peraturan infrastruktur (PPP) tidak terdapat pengaturan bahwa perkeretaapian khusus dianggap sebagai suatu bentuk ‘konsensi’ Kami mengusulkan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan apa yang akan terjadi setelah proyek berakhir untuk secara bebas dinegosiasikan pada waktu yang pantas antara penyelenggara dan pemerintah sebagai bagian dari ketentuan perizinan, dengan pemahaman bahwa aset untuk diperlakukan sebagai milik pribadi

24 5. Kerumitan sistem perizinan Prosedur untuk mendapatkan izin terlalu berbelit-belit Kami berpendapat bahwa proses tersebut dapat disederhanakan dan dipersingkat tanpa mengurangi efektifitas atau membatasi otonomi daerah Banyak dari penyederhanaan ini dapat dilakukan melalui Permen, walaupun perubahan kecil terhadap PP 56/2009 juga diinginkan.

25 Kesimpulan Tujuan ditingkatkannya keterlibatan pihak swasta belum tercapai karena terdapatnya berbagai hambatan Kami berpendapat bahwa hambatan-hambatan ini dapat secara efektif diatasi melalui ketentuan- ketentuan yang ada pada Undang – Undang Perkeretaapian yang berlaku saat ini Sebagian besar dapat dicapai melalui Peraturan Menteri, walaupun beberapa perubahan terhadap PP 56/2009 dan PP 72/2009 yang berlaku saat ini juga sebaiknya dilakukan.