Pertumbuhan dan perkembangan manusia Dosen : Ravianty Dony, Psikolog Pertumbuhan dan perkembangan manusia
Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan adalah perubahan fisik dengan bertambah berat, panjang, dan pematangan fungsi-fungsi psikologis lainnya. Perkembangan adalah perubahan dan kompleksitas fungsi-fungsi fisik dan psikis. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tumbuh artinya bertambah besar, dan kembang artinya tambah pintar.
Perkembangan Perkembangan berhubungan dengan berbagai perubahan menuju taraf kematangan (maturation). Perubahan saat ini dipengaruhi oleh perubahan sebelumnya, dan perubahan saat ini akan mempengaruhi perubahan berikutnya.
Ciri-ciri perkembangan Perkembangan mengikuti proses kontinu dan diskontiniu. Kontinu adalah perkembangan tingkah laku secara terus menerus bertambah, sedikit demi sedikit, dan bersifat kuantitatif. Contoh: bertambahnya perbendaharaan kosakata pada anak bayi. Diskontiniu adalah proses perkembangan yang terjadi lompatan dan bersifat kualitatif. Contoh: keterampilan bayi mulai merangkak berubah menjadi keterampilan berjalan.
Ciri-ciri perkembangan (lanjutan) Perkembangan mengikuti pola teratur, dimana proses perkembangan mengikuti alur satu tahap ke tahap berikutnya, seperti perkembangan tengkurap babyhood, semula diawali dengan mengangkat kepala, kemudian mengangkat dada. Dalam perkembangan ada diferensiasi, dimana setiap perkembangan memiliki ciri-ciri khusus di setiap perkembangannya, seperti keterampilan tangan babyhood, semula menyentuh, memegang, dan menggenggam, kemudian menjepit dengan jari-jari.
Ciri-ciri perkembangan (lanjutan) Perkembangan bersifat progresif, dimana setiap kegiatan dalam tugas perkembangan mengalami kemajuan perkembangan dari tahap perkembangan sebelumnya, misalnya tahap-tahap perkembangan babyhood mulai dari tidur telentang, tengkurap, duduk, merangkak, berdiri, dan berjalan. Perkembangan mengikuti fase-fase tertentu, dimana proses perkembangan mengikuti fase-fase tertentu dan memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Namun, terkadang ada proses perkembangan terjadi lebih cepat dari periode perkembangan lainnya dan ada yang lamban dari periode perkembangannya.
Perkembangan dan Kematangan Monks, dkk (1984) mengatakan kematangan adalah berfungsinya aspek fisik dan psikis tertentu. contoh: sia-sia untuk melatih bayi usia 7 bulan untuk berjalan, karena belum sampai kematangan dalam berjalan. Kematangan adalah sejauh mana individu menjadi lebih dewasa dalam mengembangkan kemampuan dirinya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan: Faktor biologis, yaitu faktor yang berkaitan dengan kematangan fisik atau keturunan. Contoh: menstruasi pada wanita. Faktor sosio-kultural, yaitu faktor yang berkaitan dengan situasi lingkungan sosial, nilai-nilai atau norma lingkungan. Contoh: kematangan balita membedakan baik atau buruk stimulus sosial.
Ciri-ciri Kematangan Ketergantungan menjadi kemandirian; Kesenangan ke arah realitas (pengendalian diri); Ketidaktahuan menjadi ke arah pengetahuan; Inkompetensi menjadi ke arah kompetensi; Seksualitas kabur menjadi ke arah seksualitas diferensiasi; Amoral ke arah moral;
Fase-fase Perkembangan Fase perkembangan artinya tahap-tahap perkembangan manusia mulai dari dalam kandungan sampai meninggal dunia. Tugas perkembangan adalah sejumlah tugas atau kemampuan fisik dan psikis tertentu yang harus dilakukan atau diselesaikan pada periode/fase perkembangan tertentu. Contoh: usia remaja awal (12-15 th) tugas-tugas perkembangan (kemampuan fisik dan psikis) apa saja yang sudah bisa dijalaninya. Tugas-tugas perkembangan tersebut sesuai dengan norma-norma masyarakat dan nilai-nilai budaya setempat.
Tahap-tahap Perkembangan Manusia Hurlock (1978) menyebutkan tahap-tahap perkembangan manusia sebagai berikut: Masa pre-natal: masa dalam kandungan ibu (9 bulan). Masa natal: masa setelah lahir, terdiri dari: (a) infansi atau neonatus yaitu masa baru lahir sampai dengan 14 hari, (b) masa bayi: 2 minggu - 2 tahun, (c) masa anak: 2 -12 tahun. Masa remaja: (12-20 tahun), terdiri dari: (a) remaja awal (12-15 tahun), remaja tengah (16-18 tahun), remaja akhir (19-20 tahun). Masa dewasa (21 – akhir hayat) yang, terdiri dari 3 tingkatan: (a) dewasa awal (21-40 th), (b) dewasa tengah (41-60 th), dan dewasa akhir (61-akhir hayat).
Tahap-tahap Perkembangan Manusia Menurut Saam & Wahyuni (2012), fase-fase perkembangan manusia sebagai berikut: Fase prenatal: fase dalam kandungan ibu. Fase bayi (umur 0 - 2 tahun). Fase anak-anak (2 - 12 tahun). Fase remaja (13 - 20 tahun) yaitu: remaja awal (13-15 tahun), remaja tengah (16 - 18 tahun), remaja akhir (19 - 20 tahun). Fase dewasa (21 - 60 tahun) yaitu: dewasa awal (21 - 35 tahun), dewasa tengah (36 - 50 tahun), dewasa akhir (51 - 60 tahun). Masa lanjut usia (61 tahun sampai akhir hayat).
Tugas Perkembangan Masa Infasi (0 - 14 hari) Fase penyesuaian diri dengan lingkungan baru; Belajar menyusu air susu ibu (ASI); Belajar minum susu dengan botol.
Tugas Perkembangan Masa Bayi (3 minggu - 2 tahun) Melatih fungsi motorik tangan, kaki, badan. Tengkurap. Merespons rangsangan. Merangkak. Belajar berdiri dan berjalan. Belajar berbicara mengucapkan satu suku kata, dan seterusnya.
Tugas Perkembangan Masa Anak-anak (2 - 12 tahun) Belajar kontak/komunikasi dengan orang lain; Belajar bicara dua, tiga kata, dst; Belajar meloncat, jongkok, dan berlari; Mulai bergaul dengan teman sebaya; Belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan rumah, sosial, dan masyarakat; Adanya keinginan untuk mandiri, seperti memasang baju, sepatu, mandi, dan makan sendiri; Pada masa anak adalah masa menyelesaikan prasekolah dan sekolah dasar. Pada masa ini keinginan rasa tahu semakin lebih besar, ingin mencoba, dan anak mulai menemukan diri sendiri. Usia sekitar 3 tahun adalah masa anak banyak bertanya dan mulai membangkang atau menantang.
Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja Mencarikan, memantapkan identitas diri; Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya; Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita; Mencapai perkembangan fisik dan menggunakan secara efektif; Mencapai kemandirian emosional; Mempersiapkan kelanjutan studi atau karir; Mulai tertarik pada lawan jenis; Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab; Mengembangkan keterampilan intelektual; Memperoleh seperangkat nilai dan norma-norma hidup; Beriman dan bertakwa kepada Tuhan; Mencapai kematangan fungsi seksual.
Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa Mencapai kemandirian ekonomi atau bekerja; Menjalani kehidupan berkeluarga; Mencapai kematangan emosi; Menjalani pengembangan karir; Menjalani kehidupan sosial di luar pekerjaan sehari-hari; Meningkatnya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Tugas-tugas Perkembangan Masa Usia Lanjut Menikmati masa pensiun; Meningkatnya aktivitas sosial; Menjalin hubungan sosial yang mantap dengan keluarga; Meningkatnya persiapan hidup di akhirat; Meningkatnya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Teori nativisme berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh natives (pembawaan) atau keturunan. Jika pembawaan atau keturunan baik, maka baik pula perkembangannya, dan sebaliknya. Namun, sifat-sifat lain yang diperoleh oleh orangtua karena pengalaman dan pendidikannya tidak dapat diturunkan kepada anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Teori empirisme / lingkungan mengemukakan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh empiris (pengalaman) atau lingkungan. Teori konvergensi berpendapat bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan lingkungan, yang keduanya sama-sama mempunyai peran yang penting.
Perkembangan Psikososial Teori perkembangan psikososial dikembangkan oleh Erik Erikson yang menggambarkan dampak pengalaman sosial di seluruh fase kehidupan manusia yang dimulai setelah kelahiran sampai dengan lanjut usia. Jadi, tahapan perkembangan psikososial memiliki ciri utama setiap tahap, yaitu bagian bersifat biologis dan sosial.
Tahapan Perkembangan Psikososial Erik Erikson: Tahap-tahap perkembangan psikososial disertai oleh krisis, yaitu dalam bentuk masalah yang harus diselesaikan. Dalam perkembangan tersebut mungkin terjadi kegagalan melewati satu tahapan, sehingga akan mengakibatkan maladaptasi dan malignasi (kecurigaan).
Tahapan Perkembangan Psikososial Erik Erikson: TAHAP PERKEMBANGAN KOMPONEN-KOMPONEN DASAR BAYI (0 – 1 TAHUN) PERCAYA VS TIDAK PERCAYA /CURIGA ANAK USIA DINI (1 – 3 TAHUN) OTONOMI VS RASA MALU DAN KERAGUAN USIA PRA SEKOLAH (4 – 5 TAHUN) INISIATIF VS MERASA BERSALAH USIA SEKOLAH (6 – 11 TAHUN) RAJIN VS INFERIORITAS REMAJA (12 – 18 TAHUN) IDENTITAS VS KRISIS IDENTITAS DEWASA MUDA (21 – 40 TAHUN) INITIMASI VS ISOLASI DEWASA (41 – 65 TAHUN) GENERATIVITAS VS STAGNASI LANJUT USIA (65 TAHUN KEATAS) INTEGRITAS EGO VS KEPUTUSASAAN
Percaya vs Kecurigaan Tahap ini berkembang pada fase oral yakni pada usia 0 - 1 atau 1,5 tahun. Tugas perkembangan yang harus dicapai pada fase ini ialah kemampuan untuk percaya. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan pancaindra.
Percaya vs Kecurigaan (lanjutan) Kepercayaan akan terbina baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, seperti tidur dengan nyaman dan tenang, makan tercukupkan dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoran dengan sepuasnya. Rasa hangat dan dekat, yang diberikan secara terus menerus, berkesinambungan, serta adanya pengalaman yang ada kesamaannya dengan “kepercayaan” dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi oleh orangtuanya, akan mengakibatkan anak berpendapat bahwa dunianya (lingkungannya) dapat dipercaya. Selain itu kepuasan terhadap sikap ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai dan terlindungi hingga akhirnya bayi belajar menggantungkan diri dan kepercayaan kepada mereka.
Percaya vs kecurigaan (lanjutan) Sebaliknya, apabila pengasuhan yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya tidak memberikan/memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan, tidak konsisten atau sifatnya negatif anak akan mudah cemas, mengembangkan rasa tidak percaya dan mencurigai lingkungannya. Implementasi teori ini adalah perawat harus menganjurkan kepada ibu agar memberi kehangatan kepada bayi, makanan/minuman yang cukup, serta memerhatikan buang airnya.
Otonomi vs Rasa Malu dan Keraguan Tahap ini adalah tahap anus-otot, yang berlangsung mulai usia 18 bulan - 3 tahun. Tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada fase ini ialah otonomi (kemandirian) dan mengurangi perasaan malu dan ragu-ragu. Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan.
Otonomi vs Rasa Malu dan Keraguan (lanjutan) Perkembangan otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya, dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya, misalnya kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu, anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak atau mengambil keputusan. Rasa otonomi ini perlu dikembangkan agar terbentuk rasa percaya diri dan harga diri pada usia berikutnya. Pada masa ini anak diajarkan toilet training, dan kenikmatan pada anak didapatkan lewat melepaskan atau menahan faeces.
Otonomi vs Rasa Malu dan Keraguan (lanjutan) Orangtua yang terlalu membatasi ruang gerak anak dalam mengeksplorasi lingkungan dan kemandirian, menyebabkan anak menjadi pemalu dan ragu-ragu. Akibatnya, anak mudah putus asa karena menganggap dirinya tidak mampu. Implementasi dalam keperawatan hendaknya memberi kepercayaan, kemandirian, dan kreativitas anak dalam mengasuh anak. Perlakuan yang harus dihindari dalam mendidik anak, yaitu: celaan, permusuhan, katekutan, rasa iba, olok-olokan, iri hati, dan mempermalukan.
Inisiatif vs Merasa Bersalah Disebut juga sebagai tahap kelamin – lokomotor atau tahap bermain. Berada pada usia 3 – 6 tahun. Tugas perkembangan pada masa ini ialah anak belajar mengusul gagasan (inisiatif) atau menuntut untuk melakukan tugas tertentu, dan diikutsertakan dalam kegiatan tertentu, seperti merapikan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur.
Inisiatif vs Merasa Bersalah (lanjutan) Pada tahap ini, anak belum bisa membedakan perbuatan yang baik dan tidak baik. Apabila pada masa ini mengalami hambatan, misalnya: anak diberi hukuman fisik dan adanya pengalaman buruk, maka kritikan dan hukuman yang diterima akan dimaknai anak bahwa ia tidak baik, merasa tingkah lakunya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah. Hal inilah yang membentuk gambaran diri dan citra diri anak.
Inisiatif vs merasa bersalah (lanjutan) Pada tahap ini perkembangan orangtua adalah melibatkan diri dalam permainan kreatif, mengajari anak agar lebih berhati-hati, dan menunjukkan konsekuensinya. Peran ayah sudah mulai nampak, dan hubungan segitiga antara ayah-ibu-anak sangat penting untuk membina kemantapan identitas diri. Anak-anak mengidentifikasikan diri kepada ayah atau ibunya sebagai ekspresi harapan dan fantasinya sebagai orang dewasa. Orangtua dapat melatih anak untuk mengintegrasikan peran-peran tersebut.
Kompetensi vs Inferioritas Tahap ini terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 - 11 tahun yang dikatakan juga sebagai tahap laten. Tugas perkembangan yang harus dicapai adalah mengembangkan kemampuan kompetensi dan menghindari perasaan rendah diri (inferioritas). Pada tahap ini anak-anak belajar kemampuan yang dihargai masyarakat, menggunakan tenaganya, tanggung jawab, bekerjasama, serta menyesuaikan diri dengan orang lain.
Kompetensi vs Inferioritas (lanjutan) Bila usaha dalam berbagai bidang kegiatan berhasil, maka anak merasa kompeten, sedangkan usaha yang gagal akan membentuk perasaan inferior. Kemampuan melewati krisis pada fase ini akan mencapai nilai-nilai kompetensi, yang akan mendorong anak untuk tumbuh, dan berkembang lebih baik. Peran orangtua dan guru sangat penting karena anak meniru orangtua atau guru sebagai idola.
Identitas vs Krisis Identitas Tahapan identitas dimulai pada usia 12 - 18 tahun yang merupakan masa transisi dari masa kecil ke masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa ini adalah pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda. Pencarian identitas untuk menjawab pertanyaan “Siapakah saya?” dan “Ke manakah saya?” Pada tahap ini, seseorang sudah dapat mengembangkan sikap yang baik dalam kehidupan dan memahami bahwa dirinya merupakan bagian dari kehidupan orang lain.
Identitas vs Krisis Identitas (lanjutan) Ciri-ciri utama remaja: (a) sangat memperhatikan penampilan, (b) ingin menyampaikan ide, mode, dan tingkah laku, (c) mulai merasa dorongan seksual, perasaan romantik, dan kebutuhan terhadap lawan jenis, (d) mengalami ambivalensi dan ketidakstabilan emosi, (e) ingin menampilkan jati dirinya, (f) memerlukan bantuan dalam mengembangkan potensi diri. Sumber nilai dan standar moral adalah dari orangtuanya, perasaan harga diri terutama berasal dari pandangan orangtua terhadap dirinya. Pada saat ini nilai kelompok sebaya menjadi penting. Remaja membutuhkan teman, kelompok sebaya, dan tokoh idola.
Identitas vs Krisis Identitas (lanjutan) Apabila terjadi perbedaan pandangan dan nilai orangtua dengan nilai teman sebaya serta tokoh penting lain, kemungkinan remaja mengalami konflik peran. Kegagalan dalam menemukan identitas diri akan membuat remaja tidak dapat mengembangkan tanggung jawab dan loyalitas. Nilai yang dapat dicapai pada fase ini ialah kesetiaan; artinya penyesuaian hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat. Peran tersebut perlu mendapat dukungan terutama oleh orang-orang yang berarti dalam kehidupan seseorang.
Intimasi vs Isolasi Tahapan ini berlangsung pada usia 19 - 35 tahun. Tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah kecenderungan intimasi dan isolasi. Pada tahap sebelumnya, remaja lebih memilih ikatan dengan teman sebaya, namun pada masa ini mereka lebih selektif membina hubungan akrab dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Keakraban berarti kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
Intimasi vs Isolasi (lanjutan) Individu yang tidak dapat menjalin ikatan dengan oranglain secara baik, misalnya merasa takut disakiti atau tidak mampu berbagi pengalaman akan merasa terisolasi. Kesulitan penyesuaian yang dapat timbul pada periode ini adalah rasa acuh tak acuh, artinya tidak peduli atau tidak tergantung pada bentuk hubungan baik dengan orang lain seperti sahabat, tetangga, maupun orang yang dicintai.
Intimasi vs Isolasi (lanjutan) Apabila pada tahap ini terjadi keseimbangan, maka nilai yang diperoleh adalah rasa cinta dan kasih sayang. Kegagalan pada fase ini adalah mengisolasi dari rasa cinta, persahabatan, dan lingkungan masyarakat.
G. Generativitas vs stagnasi Fase ini pada usia 36 – 65 tahun (masa paling produktif; individu telah mencapai puncak perkembangan segala kemampuannya). Tugas perkembangannya adalah mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat mewarisi sesuatu ke generasi yang akan datang (generativitas) dan jika tidak berbuat apa-apa disebut stagnasi.
Generativitas vs stagnasi (lanjutan) Generativitas pada masa usia dewasa adalah suatu kekhawatiran mengenai bimbingan dan persiapan bagi generasi yang akan datang. Perasaan puas pada tahapan ini timbul apabila mampu mengantarkan seseorang menjadi dewasa, memberikan bantuan kepada oranglain, dan kepada masyarakat tentang sesuatu yang bermanfaat. Perasaan putus asa mungkin akan timbul ketika menyadari apa yang dilakukan belum mencapai tujuan dan tidak penting bagi oranglain seperti yang diinginkan semasa usia dewasa.
Generativitas vs stagnasi (lanjutan) Kegagalan pada masa ini menimbulkan rasa tidak produktif, tidak ingin terlibat dan tidak ingin peduli. Individu menjadi stagnasi yaitu fokus pada dirinya sendiri dan tidak peduli pada siapapun dan kondisi sekitarnya. Hal lain yang dapat timbul adalah otoritisme dimana individu merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang dialami sehingga memaksakan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan, Nilai yang bisa dicapai apabila kondisi keseimbangan tercapai adalah rasa kepedulian.
Integritas Ego vs Keputusasaan Pada usia 65 tahun keatas. Ditandai dengan pencapaian integritas diri yang berusaha menghilangkan rasa putus asa . Pada fase ini berkenaan dengan cara seseorang menghadapi suatu proses akhir kehidupan. Usia lanjut adalah masa untuk merenungkan kembali seluruh peristiwa yang terjadi dalam hidup.
Integritas Ego vs Keputusasaan (lanjutan) Apabila individu berhasil menangani masalah yang timbul pada setiap tahapan kehidupan sebelumnya, maka individu tersebut akan mendapatkan perasaan senang dari seluruh kehidupan yang dijalaninya. Sebaliknya, apabila seluruh kehidupannya dirasakan sebagai serangkaian kegagalan dan kesedihan akan timbul rasa keputusasaan. Keseimbangan antara integritas ego dan keputusasaan ini akan membuat individu mampu mencapai solusi dalam hidupnya.
Integritas Ego vs Keputusasaan (lanjutan) “Perhatian” yang besar diperlukan karena pada fase ini individu mengalami penurunan kekuatan fisik yang membatasi kegiatan mereka, penyakit yang melemahkan, masa pensiun yang membuat banyaknya waktu luang, yang akhirnya dapat menimbulkan perasaan kurang berguna dan kurang dihargai, kehilangan anggota keluarga dan jauh dari orang yang disayangi menyebabkan timbul rasa kesepian.
Peran Perawat dalam Perkembangan Psikososial Perawat dapat menggunakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan, rehabilitator, edukator, dan konsultan untuk membantu individu memperoleh keseimbangan dalam pencapaian tiap tahap perkembangan psikososial. Melalui proses keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian sampai evaluasi, perawat diharapkan dapat memahami tiap tahapan perkembangan psikososial, hingga akhirnya perawat dapat menentukan masalah praktis yang dialami individu pada pencapaian tugas perkembangan.
Peran Perawat dalam Perkembangan Psikososial (lanjutan) Perawat mampu mengembangkan strategi pengajaran sesuai dengan tahapan perkembangan psikososial tersebut. Sebab pencapaian nilai positif yang difasilitasi oleh perawat akan dapat mengurangi terjadinya resiko krisis yang menggagalkan pencapaian tujuan di tiap tahapan tumbuh kembang.