Cerita-cerita Buddhis dan Dhammapada Biji Sesawi Makan Nasi Basi Menangisi bulan Dhammapada Syair 1 dan 2 Cermin Rahula
Biji Sesawi Once upon a time, there lived in Savatthi, a girl called Kisa Gotami who belonged to the lowest caste. Despite her poverty, she had kindness and Kebijaksanaan. A rich merchant, seeing her inner qualities, eventually married her. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Biji Sesawi Pada suatu ketika, tinggallah di Savatthi, seorang gadis yang bernama Kisa Gotami dari kasta terendah. Despite her poverty, she had kindness and Kebijaksanaan. A rich merchant, seeing her inner qualities, eventually married her. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Biji Sesawi Pada suatu ketika, tinggallah di Savatthi, seorang gadis yang bernama Kisa Gotami dari kasta terendah. Meskipun miskin, dia memiliki kebaikan dan kebijaksanaan. Seorang pedagang kaya, memandang kualitas dari dalam dirinya, lalu menikahinya. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Biji Sesawi Akan tetapi, keluarga dari suaminya memandang rendah dirinya karena dia berasal dari kasta rendah. After a few years, she gave birth to a baby boy. Her husband’s family began to accept her because she provided him with a son, and her happiness knew no bounds.
Biji Sesawi Akan tetapi, keluarga dari suaminya memandang rendah dirinya karena dia berasal dari kasta rendah. Setelah beberapa tahun, dia melahirkan seorang putra. Keluarga suaminya mulai menerimanya karena dia memberi suaminya seorang putra, dan kebahagiaannya tidak terbatas.
Biji Sesawi Sedihnya, putranya yang masih kecil tiba-tiba meninggal suatu malam. Mad with grief, she went to all her neighbours carrying the dead child and asking for medicine to bring him back to life. They all told her that the baby was dead but she refused to accept it.
Biji Sesawi Sedihnya, putranya yang masih kecil tiba-tiba meninggal suatu malam. Sedih dan hampir menjadi gila, dia pergi ke semua tetangganya sambil membawa anaknya yang telah mati dan meminta obat untuk menghidupkan anaknya kembali. They all told her that the baby was dead but she refused to accept it.
Sedihnya, putranya yang masih kecil tiba-tiba meninggal suatu malam. Biji Sesawi Sedihnya, putranya yang masih kecil tiba-tiba meninggal suatu malam. Sedih dan hampir menjadi gila, dia pergi ke semua tetangganya sambil membawa anaknya yang telah mati dan meminta obat untuk menghidupkan anaknya kembali. Mereka semua memberitahunya bahwa anak tersebut telah mati tetapi dia menolak untuk menerima.
Biji Sesawi Akhirnya, seseorang yang baik hati memberitahu dia untuk mencari bantuan dari Buddha. Dia dengan cepat menemui Buddha dan memohon kepadanya untuk menghidupkan anaknya kembali. The Buddha told her to bring him some mustard seeds. But they must come from a house where no one had lost a child, husband, parent, or friend.
Biji Sesawi Akhirnya, seseorang yang baik hati memberitahu dia untuk mencari bantuan dari Buddha. Dia dengan cepat menemui Buddha dan memohon kepadanya untuk menghidupkan anaknya kembali. Buddha memberitahu dia untuk membawakannya biji sesawi. Tetapi mereka harus datang dari rumah yang belum pernah mengalami kematian anak, suami, orang tua ataupun teman.
Biji Sesawi Kisa Gotami, dengan penuh harapan, kemudian kembali ke kota untuk mencari biji sesawi. Setiap rumah mengasihaninya dan menawarkannya beberapa biji untuk membantunya. But there wasn’t a house where no one could say that they had not lost a child, husband, parent, or friend.
Biji Sesawi Kisa Gotami, dengan penuh harapan, kemudian kembali ke kota untuk mencari biji sesawi. Setiap rumah mengasihaninya dan menawarkannya beberapa biji untuk membantunya. Tetapi tidak ada sebuah rumahpun yang tidak pernah mengalami kematian anak, suami, orang tua ataupun teman.
Biji Sesawi Tidak mampu menemukan biji sesawi, dia meninggalkan kota dengan putus asa dan berkeliling disekitar pinggiran kota. As night began to fall, she saw the lights in the city grow bright, flicker then become dark again.
Biji Sesawi Tidak mampu menemukan biji sesawi, dia meninggalkan kota dengan putus asa dan berkeliling disekitar pinggiran kota. Ketika hampir menjelang malam, dia melihat cahaya di kota, menerang, berkedip kemudian menjadi gelap lagi.
Biji Sesawi Dia kemudian mulai melihat bahwa merupakan sifat alami dari kehidupan bahwa kita dilahirkan, menjalani hidup, dan akhirnya mati. And as she suffered the loss of a loved one, so too had everyone else in the city. She realized that death is common to all and is something that everyone must face one day.
Biji Sesawi Dia kemudian mulai melihat bahwa merupakan sifat alami dari kehidupan bahwa kita dilahirkan, menjalani hidup, dan akhirnya mati. Dan ketika dia menderita kehilangan seseorang yang dicintai, begitu juga dengan setiap orang yang di kota. Dia menyadari bahwa kematian adalah biasa bagi semua orang dan harus dialami setiap orang suatu hari.
Biji Sesawi Melihat kebenaran untuk dirinya, dia menguburkan anaknya dan kembali kepada Buddha. Dia berlindung, menjadi salah satu murid Beliau dan kemudian mencapai pencerahan. Death is something we must eventually face. It is the impermanent nature of our lives.
Biji Sesawi Melihat kebenaran untuk dirinya, dia menguburkan anaknya dan kembali kepada Buddha. Dia berlindung, menjadi salah satu murid Beliau dan kemudian mencapai pencerahan. Kematian adalah sesuatu yang harus kita hadapi. Ini adalah hakikat ketidak-kekalan dari kehidupan kita.
Biji Sesawi Buddha menasehati kita untuk merenungi kematian. Ini mengingatkan kita bahwa kita akan mati suatu hari nanti. Facing this truth will enable us to see things more clearly, live our lives more responsibly and help us to become more calm and peaceful.
Biji Sesawi Buddha menasehati kita untuk merenungi kematian. Ini mengingatkan kita bahwa kita akan mati suatu hari nanti. Menghadapi kebenaran ini memungkinkan kita untuk melihati segala sesuatu dengan lebih jelas, hidup dengan lebih bertanggung jawab dan membantu kita untuk menjadi lebih tenang dan damai.
Makan Nasi Basi Once upon a time, in a city called Bhaddiya, a daughter was born to Dhananjaya, the city’s treasurer. She was called Visakha and grew up to be bright and beautiful, and had a kind and generous nature. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Pada suatu ketika, di kota yang bernama Bhaddiya, seorang putri terlahir kepada Dhananjaya, bendaharawan kota. She was called Visakha and grew up to be bright and beautiful, and had a kind and generous nature. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Pada suatu ketika, di kota yang bernama Bhaddiya, seorang putri terlahir kepada Dhananjaya, bendaharawan kota. Dia bernama Visakha dan tumbuh sebagai gadis yang cerdas dan cantik, dan memiliki sifat yang baik dan dermawan. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Ketika dia menjadi remaja, beberapa brahmin melihat Visakha dan berpikir bahwa dia merupakan istri yang ideal bagi tuan mereka, Punnavaddhana, putra dari jutawan yang bernama Migara. Accordingly, they made arrangements for Visakha to be married to Punnavaddhana. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Ketika dia menjadi remaja, beberapa brahmin melihat Visakha dan berpikir bahwa dia merupakan istri yang ideal bagi tuan mereka, Punnavaddhana, putra dari jutawan yang bernama Migara. Selanjutnya, mereka membuat pengaturan untuk menikahkan Visakha dengan Punnavaddhana. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Dari hari pertama Visakha tiba di Savatthi, kota suaminya, dia bersikap baik dan dermawan kepada setiap orang yang di kota dan semua orang mencintainya. However, Visakha's father-in-law, Migara, was unhappy with her because she was a devout follower of the Buddha while he was not. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Dari hari pertama Visakha tiba di Savatthi, kota suaminya, dia bersikap baik dan dermawan kepada setiap orang yang di kota dan semua orang mencintainya. Tetapi, mertua Visakha, Migara, tidak senang dengannya karena Visakha adalah pengikut Buddha yang berbakti sementara dirinya tidak. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Dia adalah pengikut dari pertapa telanjang, dan walaupun sangat kaya, dia bukan orang yang dermawan. Migara looked for a chance to break off the marriage between his son and Visakha, but her conduct was faultless. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Dia adalah pengikut dari pertapa telanjang, dan walaupun sangat kaya, dia bukan orang yang dermawan. Migara mencari kesempatan untuk memecah-belah perkawinan putranya dengan Visakha, tetapi tingkah lakunya tanpa cacad. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Pada suatu hari, dia sedang makan bubur manis dari mangkuk emas ketika seorang bhikkhu menghampiri rumah untuk sedekah. Although Migara saw the monk, he continued to eat as if he had not. He ignored the monk and continued with his meal. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Pada suatu hari, dia sedang makan bubur manis dari mangkuk emas ketika seorang bhikkhu menghampiri rumah untuk sedekah. Walaupun Migara melihat bhikkhu tersebut, dia terus makan dan seakan-akan tidak melihat. Dia mengabaikan bhikkhu tersebut dan melanjuti santapannya. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Visakha dengan sopan memberitahu bhikkhu tersebut, “Berlalulah, Tuan Yang Mulia, ayah mertua saya sedang makan nasi basi.” Now Migara saw his chance to break off the marriage as he thought she had brought disgrace to his family with her remark. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Visakha dengan sopan memberitahu bhikkhu tersebut, “Berlalulah, Tuan Yang Mulia, ayah mertua saya sedang makan nasi basi.” Sekarang Migara melihat kesempatan untuk memecah-belah perkawinan karena dia berpikir Visakha telah membuat malu keluarganya dengan pernyataan tersebut. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Dengan marah, dia memerintahkan Visakha untuk diusir dari rumah. Makan Nasi Basi Dengan marah, dia memerintahkan Visakha untuk diusir dari rumah. Visakha, calmly explained that he was eating the benefits of his past good deeds and was not doing anything to ensure his continued prosperity. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Dengan marah, dia memerintahkan Visakha untuk diusir dari rumah. Makan Nasi Basi Dengan marah, dia memerintahkan Visakha untuk diusir dari rumah. Visakha, dengan tenang menjelaskan bahwa dia sedang menikmati keuntungan dari perbuatan baik masa lampaunya dan tidak berbuat apapun sebagai jaminan kesejahteraan di masa yang akan datang. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Migara had to admit that she was right and asked her to stay back. Makan Nasi Basi Dia berkata,”dengan mengabaikan bhikkhu tersebut dan melanjuti santapan, bukankah tindakan Migara menyamai makan nasi basi?” Migara had to admit that she was right and asked her to stay back. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Dia berkata,”dengan mengabaikan bhikkhu tersebut dan melanjuti santapan, bukankah tindakan Migara menyamai makan nasi basi?” Migara harus mengakui bahwa Visakha benar dan memintanya untuk tinggal. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Visakha setuju dengan syarat bahwa Migara mengundang Buddha dan bhikkhunya untuk bersantap, dan mengubah sikapnya. With her patience and Kebijaksanaan, Visakha eventually converted her father-in-law to be a follower of the Buddha. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Visakha setuju dengan syarat bahwa Migara mengundang Buddha dan bhikkhunya untuk bersantap, dan mengubah sikapnya. Dengan kesabaran dan kebijaksanaan, Visakha pada akhirnya merubah ayah mertuanya menjadi pengikut Buddha. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Setiap dari kita yang di sini telah mengumpulkan banyak kamma baik di masa lampau. Jika tidak, kita tidak akan duduk di sini dengan nyaman di ruangan ini. Therefore, let us not just eat ‘stale food’. We should carry on accumulating good kamma for the future. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Oleh sebab itu,kita janganlah hanya makan ‘nasi basi’. Setiap dari kita yang di sini telah mengumpulkan banyak kamma baik di masa lampau. Jika tidak, kita tidak akan duduk di sini dengan nyaman di ruangan ini. Oleh sebab itu,kita janganlah hanya makan ‘nasi basi’. We should carry on accumulating good kamma for the future. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Kita harus terus mengumpulkan kamma baik untuk masa yang akan datang. Makan Nasi Basi Setiap dari kita yang di sini telah mengumpulkan banyak kamma baik di masa lampau. Jika tidak, kita tidak akan duduk di sini dengan nyaman di ruangan ini. Oleh sebab itu,kita janganlah hanya makan ‘nasi basi’. Kita harus terus mengumpulkan kamma baik untuk masa yang akan datang. Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Bagaimana caranya kita mengumpulkan kamma baik? Makan Nasi Basi Bagaimana caranya kita mengumpulkan kamma baik? Through the practice of dana, sila and bhavana : Dana : Kedermawanan, helping others Sila : Moralitas, keeping the Precepts Bhavana : meditation, mental cultivation Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Bagaimana caranya kita mengumpulkan kamma baik? Melalui praktek dana, sila dan bhavana : Dana : Kedermawanan, helping others Sila : Moralitas, keeping the Precepts Bhavana : meditation, mental cultivation Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Bagaimana caranya kita mengumpulkan kamma baik? Melalui praktek dana, sila dan bhavana : Dana : kedermawanan, membantu orang lain Sila : Moralitas, keeping the Precepts Bhavana : meditation, mental cultivation Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Bagaimana caranya kita mengumpulkan kamma baik? Melalui praktek dana, sila dan bhavana : Dana : kedermawanan, membantu orang lain Sila : moralitas, mengamalkan lima sila Bhavana : meditation, mental cultivation Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Makan Nasi Basi Bagaimana caranya kita mengumpulkan kamma baik? Melalui praktek dana, sila dan bhavana : Dana : kedermawanan, membantu orang lain Sila : moralitas, mengamalkan lima sila Bhavana : meditasi, pengembangan mental Dhammapada, Ch. VIII, Syair 114
Menangisi bulan Once upon a time, in a city called Savatthi, there lived a very rich but very stingy Brahmin. He had a young son whom he loved dearly. But such was the extent of his stinginess that he even made with his own hands, the gold ornaments he gave his son, to save some money.
Menangisi bulan Pada suatu ketika, di kota bernama Savatthi, tinggallah seorang brahmin yang sangat kaya tetapi sangat kikir. He had a young son whom he loved dearly. But such was the extent of his stinginess that he even made with his own hands, the gold ornaments he gave his son, to save some money.
Menangisi bulan Pada suatu ketika, di kota bernama Savatthi, tinggallah seorang brahmin yang sangat kaya tetapi sangat kikir. Dia memiliki seorang putra yang masih muda yang sangat dicintainya. Tetapi sedemikian kikirnya, dia bahkan membuat dengan tangannya sendiri, perhiasan emas untuk putranya, demi menghemat uang.
Menangisi bulan Pada suatu hari, putranya jatuh sakit karena penyakit kuning dan si ibu memohon kepada suaminya untuk mencarikan seorang dokter. However, the father not wanting to pay for a doctor, went about asking for prescriptions so that he can heal the boy himself.
Menangisi bulan Pada suatu hari, putranya jatuh sakit karena penyakit kuning dan si ibu memohon kepada suaminya untuk mencarikan seorang dokter. Akan tetapi, ayahnya yang tidak bersedia membayar uang dokter, pergi meminta resep obat sehingga dengan sendirinya dia dapat menyembuhkan putranya.
Menangisi bulan Kondisi anak tersebut semakin buruk sampai semuanya sudah terlambat. Dengan mata dewanya, Buddha mendapatkan anak yang sedang sekarat tersebut dan pergi ke rumahnya untuk sedekah. The boy caught sight of the Buddha and his heart was filled with happiness as he died. As a result of his pure mind, he was reborn in a heavenly realm.
Menangisi bulan Kondisi anak tersebut semakin buruk sampai semuanya sudah terlambat. Dengan mata dewanya, Buddha mendapatkan anak yang sedang sekarat tersebut dan pergi ke rumahnya untuk sedekah. Anak tersebut memandangi Buddha dan hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan ketika dia meninggal. Sebagai akibat dari pikirannya yang jernih, dia terlahir kembali di alam surga.
Menangisi bulan Setelah mengkremasikan tubuhnya, ayahnya dengan penuh penyesalan, pergi ke tempat pembakaran setiap malamnya untuk menangisi putranya. From the heavenly realm, the boy saw his father crying at the burning-ground, came down to earth, and reappeared next to him in the form of a youth.
Menangisi bulan Setelah mengkremasikan tubuhnya, ayahnya dengan penuh penyesalan, pergi ke tempat pembakaran setiap malamnya untuk menangisi putranya. Dari alam surga, anak tersebut mendapatkan ayahnya menangisi tempat pembakaran, turun ke bumi, dan muncul di sampingnya dalam rupa seorang pemuda.
Menangisi bulan Pemuda tersebut kemudian mulai meratapi dan menangis dengan kuat, dan ayahnya bertanya mengapa. The son (in the form of a youth) said that he was crying because he wanted to have the sun and the moon.
Menangisi bulan Pemuda tersebut kemudian mulai meratapi dan menangis dengan kuat, dan ayahnya bertanya mengapa. Putranya (dalam rupa seorang pemuda) berkata bahwa dia menangis karena dia menginginkan matahari dan bulan.
Menangisi bulan Ayahnya berkata,”mengapa kamu menangisi matahari dan bulan yang tidak bisa kamu dapati? Kamu sangat bodoh!” The youth replied, “at least the sun and the moon are there in existence. You are even more foolish because you are crying for your dead son who is no more!”
Menangisi bulan Ayahnya berkata,”mengapa kamu menangisi matahari dan bulan yang tidak bisa kamu dapati? Kamu sangat bodoh!” Pemuda tersebut membalas,setidaknya matahari dan bulan ada di sana. Kamu bahkan lebih bodoh karena kamu menangisi putramu yang sudah tidak ada lagi!”
Menangisi bulan Ayahnya menyadari kebenaran dari perkataan pemuda tersebut dan bertanya siapakah dirinya. Pemuda tersebut kemudian berterus terang bahwa dia adalah putranya. He then told his father of his heavenly rebirth due to his happy thoughts at seeing the Buddha as he passed away.
Menangisi bulan Ayahnya menyadari kebenaran dari perkataan pemuda tersebut dan bertanya siapakah dirinya. Pemuda tersebut kemudian berterus terang bahwa dia adalah putranya. Dia kemudian memberitahukan ayahnya tentang kelahirannya di alam surga berkenaan dengan pikirannya yang berbahagia ketika memandangi Buddha pada saat dia meninggal.
Menangisi bulan Keesokan harinya, ayahnya memberikan sedekah kepada Buddha, dan dengan segera menyadari Dhamma. Therefore, avoid Menangisi bulan or for things which are impossible or not even in existence.
Menangisi bulan Keesokan harinya, ayahnya memberikan sedekah kepada Buddha, dan dengan segera menyadari Dhamma. Oleh sebab itu, hindarilah tangisan kepada bulan atau sesuatu yang tidak mungkin atau bahkan tidak ada.
Learn from them, then move on. The past is no more in existence. Menangisi bulan Jangan tinggal di masa lampau, dengan menyesali kesalahan yang sudah lewat atau menimbun ingatan tentang masa lampau. Learn from them, then move on. The past is no more in existence.
Belajar dari mereka, kemudian maju. Masa lampau tidak ada lagi. Menangisi bulan Jangan tinggal di masa lampau, dengan menyesali kesalahan yang sudah lewat atau menimbun ingatan tentang masa lampau. Belajar dari mereka, kemudian maju. Masa lampau tidak ada lagi.
Menangisi bulan Jangan bermimpi tentang masa depan, dengan mengkhawatirkan keadaan yang tidak dapat dilamar atau melamun. Plan as best you can, then return to the present. The future is yet to come into existence.
Menangisi bulan Jangan bermimpi tentang masa depan, dengan mengkhawatirkan keadaan yang tidak dapat dilamar atau melamun. Berencanalah sebaik yang anda mampu, kemudian kembali ke saat sekarang. Masa depan belumlah datang.
Yang paling penting adalah saat sekarang. Menangisi bulan Yang paling penting adalah saat sekarang. By living in the present, we can see things more clearly and live our lives to the fullest.
Yang paling penting adalah saat sekarang. Menangisi bulan Yang paling penting adalah saat sekarang. Dengan hidup di saat ini, kita dapat melihat segala sesuatu dengan lebih jelas dan hidup dengan bahagia.
Dhammapada This is a collection of 423 Syairs attributed to the Buddha, and consists of teachings for the benefit of both the Sangha and laity. It is divided into 26 chapters and arranged according to topics, and the first two Syairs are among the most well-known teachings in Buddhism.
Dhammapada Ini adalah kumpulan dari 423 syair yang bersumber dari Buddha, dan berisikan ajaran untuk kebaikan Sangha dan umat awam. It is divided into 26 chapters and arranged according to topics, and the first two Syairs are among the most well-known teachings in Buddhism.
Dhammapada Ini adalah kumpulan dari 423 syair yang bersumber dari Buddha, dan berisikan ajaran untuk kebaikan Sangha dan umat awam. Dibagi kedalam 26 bab dan disusun berdasarkan topik, dan dua syair yang pertama termasuk ajaran yang paling terkenal dalam ajaran Buddha.
Dhammapada Syair 1 Pikiran adalah pelopor dari semua kejahatan. Mind is chief and evil states are all mind-made. If one speaks or acts with a corrupt mind; Suffering follows as the wheel follows the hoof of the ox.
Dhammapada Syair 1 Pikiran adalah pelopor dari semua kejahatan. Pikiran adalah pemimpin dan kejahatan adalah hasil dari pikiran. If one speaks or acts with a corrupt mind; Suffering follows as the wheel follows the hoof of the ox.
Dhammapada Syair 1 Pikiran adalah pelopor dari semua kejahatan. Pikiran adalah pemimpin dan kejahatan adalah hasil dari pikiran. Apabila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat; Penderitaan akan mengikuti bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.
Dhammapada Syair 2 Pikiran adalah pelopor dari semua kebajikan. Mind is chief and good states are all mind-made. If one speaks or acts with a pure mind; Happiness follows as one’s own shadow that never leaves.
Dhammapada Syair 2 Pikiran adalah pelopor dari semua kebajikan. Pikiran adalah pemimpin dan kebajikan adalah hasil dari pikiran. If one speaks or acts with a pure mind; Happiness follows as one’s own shadow that never leaves.
Dhammapada Syair 2 Pikiran adalah pelopor dari semua kebajikan. Pikiran adalah pemimpin dan kebajikan adalah hasil dari pikiran. Apabila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran baik; Kebahagiaan akan mengikuti bagaikan bayang-bayang yang tidak pernah meninggalkan dirinya.
Cermin Rahula Setelah pencerahannya, Buddha kembali mengunjungi kampung halamannya Kapilavatthu dan bersatu kembali dengan istrinya, Yasodhara dan putranya, Rahula. Rahula joined the Sangha at the tender age of seven, received many valuable teachings from his father and eventually became an Arahant.
Cermin Rahula Setelah pencerahannya, Buddha kembali mengunjungi kampung halamannya Kapilavatthu dan bersatu kembali dengan istrinya, Yasodhara dan putranya, Rahula. Rahula bergabung dengan Sangha di usia muda tujuh tahun, menerima banyak ajaran berharga dari ayahnya dan kemudian menjadi Arahat.
Cermin Rahula Di salah satu ajarannya, Buddha bertanya pada Rahula apabila dia mengetahui fungsi dari cermin. Rahula, then still only seven years old, answered that a mirror is for reflection. The Buddha replied that in the same way, actions of body, speech and mind should be done with repeated reflection.
Cermin Rahula Di salah satu ajarannya, Buddha bertanya pada Rahula apabila dia mengetahui fungsi dari cermin. Rahula, yang pada saat itu masih berusia tujuh tahun, menjawab bahwa cermin berfungsi untuk refleksi. The Buddha replied that in the same way, actions of body, speech and mind should be done with repeated reflection.
Cermin Rahula Di salah satu ajarannya, Buddha bertanya pada Rahula apabila dia mengetahui fungsi dari cermin. Rahula, yang pada saat itu masih berusia tujuh tahun, menjawab bahwa cermin berfungsi untuk refleksi. Buddha membalas dengan cara yang sama, tindakan dari jasmani, ucapan, dan pikiran dilakukan dengan refleksi yang terus menerus.
Cermin Rahula Sebelum seseorang melakukan tindakan dari jasmani, ucapan dan pikiran, seseorang harus refleksi apakah tindakan tersebut bisa membahayakan diri sendiri, orang lain atau kedua-duanya. If so, then it is an unwholesome action because it will result in suffering, and that action of body, speech or mind should thus be avoided.
Cermin Rahula Sebelum seseorang melakukan tindakan dari jasmani, ucapan dan pikiran, seseorang harus refleksi apakah tindakan tersebut bisa membahayakan diri sendiri, orang lain atau kedua-duanya. Jika ya, maka itu adalah tindakan yang tidak baik karena menghasilkan penderitaan, dan tindakan jasmani, ucapan dan pikiran tersebut harus dihindari.
Cermin Rahula Jika tidak, kita boleh melanjuti tindakan jasmani, ucapan atau pikiran tersebut. Therefore, we should train ourselves by constantly reflecting on our actions of body, speech and mind, and thereby eventually purify ourselves.
Cermin Rahula Jika tidak, kita boleh melanjuti tindakan jasmani, ucapan atau pikiran tersebut. Oleh sebab itu, kita harus melatih diri kita dengan terus menerus merefleksi tindakan jasmani kita, ucapan dan pikiran dan kemudian menjernihkan diri kita.
10 Tindakan Jahat 1. Membunuh 2. Mencuri Tindakan jasmani 3. Perbuatan asusila 4. Berbohong 5. Memfitnah Tindakan perkataan 6. Perkataan kasar 7. Gosip 8. Ketamakan 9. Kebencian Tindakan Mental 10. Pandangan salah
10 Tindakan Jahat 1. Membunuh 2. Mencuri Tindakan jasmani 3. Perbuatan asusila 4. Berbohong 5. Memfitnah Tindakan perkataan 6. Perkataan kasar 7. Gosip 8. Ketamakan 9. Kebencian Tindakan Mental 10. Pandangan salah
10 Tindakan Jahat 1. Membunuh 2. Mencuri Tindakan jasmani 3. Perbuatan asusila 4. Berbohong 5. Memfitnah Tindakan perkataan 6. Perkataan kasar 7. Gosip 8. Ketamakan 9. Kebencian Tindakan Mental 10. Pandangan salah
10 Tindakan Jahat 1. Membunuh 2. Mencuri Tindakan jasmani 3. Perbuatan asusila 4. Berbohong 5. Memfitnah Tindakan perkataan 6. Perkataan kasar 7. Gosip 8. Ketamakan 9. Kebencian Tindakan Mental 10. Pandangan salah
10 Tindakan Baik 1. Belas kasih 2. Kedermawanan Tindakan jasmani 3. Pengendalian diri 4. Perkataan jujur 5. Perkataan yang baik Tindakan perkataan 6. Perkataan yang menyenangkan 7. Perkataan yang bermanfaat 8. Bersimpati atas kebaikan orang lain 9. Cinta Kasih Tindakan Mental 10. Pandangan benar
10 Tindakan Baik 1. Belas kasih 2. Kedermawanan Tindakan jasmani 3. Pengendalian diri 4. Perkataan jujur 5. Perkataan yang baik Tindakan perkataan 6. Perkataan yang menyenangkan 7. Perkataan yang bermanfaat 8. Bersimpati atas kebaikan orang lain 9. Cinta Kasih Tindakan Mental 10. Pandangan benar
10 Tindakan Baik 1. Belas kasih 2. Kedermawanan Tindakan jasmani 3. Pengendalian diri 4. Perkataan jujur 5. Perkataan yang baik Tindakan perkataan 6. Perkataan yang menyenangkan 7. Perkataan yang bermanfaat 8. Bersimpati atas kebaikan orang lain 9. Cinta Kasih Tindakan Mental 10. Pandangan benar
10 Tindakan Baik 1. Belas kasih 2. Kedermawanan Tindakan jasmani 3. Pengendalian diri 4. Perkataan jujur 5. Perkataan yang baik Tindakan perkataan 6. Perkataan yang menyenangkan 7. Perkataan yang bermanfaat 8. Bersimpati atas kebaikan orang lain 9. Cinta Kasih Tindakan Mental 10. Pandangan benar
Jelaslah bahwa segala sesuatu bermula dari pikiran. So how do we train our minds?
Jelaslah bahwa segala sesuatu bermula dari pikiran. Jadi bagaimana caranya melatih pikiran kita?
Jalan Ariya Berunsur Delapan Perkataan Benar Moralitas – Fondasi dari Segalanya Perbuatan Benar Penghidupan Benar Usaha Benar Perkembangan Batin – Melatih pikiran kita Perhatian Benar Konsentrasi Benar Pemahaman Benar Kebijaksanaan Pikiran Benar
Jalan Ariya Berunsur Delapan Perkataan Benar Moralitas – Fondasi dari Segalanya Perbuatan Benar Penghidupan Benar Usaha Benar Perkembangan Batin – Melatih pikiran kita Perhatian Benar Konsentrasi Benar Pemahaman Benar Kebijaksanaan Pikiran Benar
Jalan Ariya Berunsur Delapan Perkataan Benar Moralitas – Fondasi dari Segalanya Perbuatan Benar Penghidupan Benar Usaha Benar Perkembangan Batin – Melatih pikiran kita Perhatian Benar Konsentrasi Benar Pemahaman Benar Kebijaksanaan Pikiran Benar
Jalan Ariya Berunsur Delapan Perkataan Benar Moralitas – Fondasi dari Segalanya Perbuatan Benar Penghidupan Benar Usaha Benar Perkembangan Batin – Melatih pikiran kita Perhatian Benar Konsentrasi Benar Pemahaman Benar Kebijaksanaan Pikiran Benar
Jalan Ariya Berunsur Delapan Perkataan Benar Moralitas – Fondasi dari Segalanya Perbuatan Benar Penghidupan Benar Usaha Benar Perkembangan Batin – Melatih pikiran kita Perhatian Benar Konsentrasi Benar Pemahaman Benar Kebijaksanaan Pikiran Benar
Dipersiapkan oleh T Y Lee www.justbegood.net