P E N J A D W A L A N Pertemuan 10
Definisi Penjadwalan Pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi, yang mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan maupun tenaga kerja, dan menentukan urutan pelaksanaan bagi suatu kegiatan operasi. Penjadwalan bertujuan meminimalkan waktu proses, waktu tunggu langganan, dan tingkat persediaan, serta penggunaan yang efisien dari fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan.
Jenis Penjadwalan Operasi Ada 3 bagian besar jenis penjadwalan operasi, yaitu : 1. Sequencing 2. Input-output control 3. Loading
1.SEQUENCING (Pengurutan pekerjaan) Menentukan urutan pekerjaan yang harus dilakukan pada setiap pusat kerja. Sebagai contoh, anggap terdapat 10 pasien yang pada sebuah klinik medis untuk mendapatkan perawatan. Dalam urutan seperti apakah mereka seharusnya diperlakukan ? Haruskah pasien yang pertama dilayani adalah yang datang pertama kali ataukah pasien yang memerlukan perawatan darurat? Metode pengurutan memberikan informasi terinci seperti ini. Metode ini dikenal sebagai aturan prioritas untuk membagikan pekerjaan pusat kerja.
Aturan Prioritas Aturan Prioritas (priority rule) Memberikan panduan untuk mengurutkan pekerjaan yang harus dilakukan. Aturan ini terutama diterapkan untuk fasilitas terfokus-proses seperti klinik, percetakan, bengkel job shop. Beberapa aturan prioritas yang paling terkenal akan dibahas. Aturan prioritas mencoba untuk meminimasi waktu penyelesaian, jumlah pekerjaan dalam sistem, keterlambatan pekerjaan, dan memaksimasi utilisasi fasilitas.
Aturan prioritas yang terkenal adalah: First Come, First Served (FCFS) Shortest Processing Time (SPT) Longest Processing Time (LPT) Earliest Due Date (EDD) Critical Ratio (CR-Rasio Kritis) 1. First Come, First Served (FCFS) (yang pertama datang, yang pertama dilayani) Pekerjaan pertama yang datang di sebuah pusat kerja diproses terlebih dahulu
4. Earliest Due Date (EDD) (batas waktu paling awal) 2. Shortest Processing Time (SPT) (waktu pemrosesan terpendek) Pekerjaan yang memiliki waktu pemrosesan terpendek diselesaikan terlebih dahulu 3. Longest Processing Time (LPT) (waktu pemrosesan terpanjang) Pekerjaan yang memiliki waktu pemrosesan lebih panjang diselesaikan terlebih dahulu 4. Earliest Due Date (EDD) (batas waktu paling awal) Pekerjaan dengan batas waktu yang paling awal dikerjakan terlebih dahulu
Kriteria Penjadwalan Kriteria penjadwalan dilihat dari hal-hal berikut: 1. Minimasi waktu penyelesaian Kriteria ini dievaluasi dengan menentukan waktu penyelesaian rata-rata untuk setiap pekerjaan. 2. Maksimasi utilisasi Kriteria ini dievaluasi dengan menghitung presentase waktu digunakannya fasilitas. 3. Minimasi persediaan barang setengah jadi (work-in-process/WIP) Kriteria ini dievaluasi dengan menentukan jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem tersebut. Lebih sedikit pekerjaan dalam sistem, maka lebih rendah persediaan. 4. Minimasi waktu tunggu pelanggan. Kriteria ini dievaluasi dengan menentukan jumlah keterlambatan rata2.
Waktu Pemrosesan (Hari) Batas Waktu Pekerjaan (Hari) Evaluasi Contoh di bawah membandingkan keempat aturan di atas. Lima pekerjaan yang berkaitan dengan tugas arsitektur menunggu untuk ditugaskan pada Ajax, Tarneyand & Banes Architects. Waktu pengerjaan (pemrosesan) mereka dan batas waktunya diberikan dalam tabel berikut. Urutan pengerjaan sesuai dengan aturan FCFS, SPT, LPT, EDD akan diterapkan Pekerjaan ditandai dengan huruf sesuai dengan urutan kedatangannya. Pekerjaan Waktu Pemrosesan (Hari) Batas Waktu Pekerjaan (Hari) A 6 8 B 2 C 18 D 3 15 E 9 23
Penyelesaian 1. Urutan FCFS diperlihatkan dalam tabel berikut, yaitu A-B-C-D-E. Aliran waktu dalam sistem untuk urutan ini menghitung waktu yang Dihabiskan oleh setiap pekerjaan untuk menunggu ditambah dengan waktu pengerjaannya. Urutan Pekerjaan Waktu pemrosesan Aliran Batas Waktu Keterlambatan A 6 8 B 2 C 16 18 D 3 19 15 4 E 9 28 23 5 Jumlah 77 11
Aturan FCFS menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a Aturan FCFS menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 77 hari/5 = 15,4 hari. b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/77 = 36,40% c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Juml.aliran waktu total/Waktu proses pekerjaan total = 77 hari/28 hari = 2,75 pekerjaan d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan = 11/5 = 2,2 hari.
2. Aturan SPT yang diperlihatkan dalam tabel berikut, menghasilkan urutan B-D-A-C-E. Urutan dibuat berdasarkan waktu pemrosesan, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada pekerjaan yang paling pendek. Urutan Pekerjaan Waktu pemrosesan Aliran Batas Waktu Keterlambatan B 2 8 D 3 5 15 A 6 11 C 19 18 1 E 9 28 23 Jumlah 65
Aturan SPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a Aturan SPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 65 hari/5 = 13 hari. b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/65 = 43,10% c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Juml.aliran waktu total/Waktu proses pekerjaan total = 65 hari/28 hari = 2,32 pekerjaan d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan = 9/5 = 1,8 hari.
3. Aturan LPT yang diperlihatkan dalam tabel berikut, menghasilkan urutan E-C-A-D-B. Urutan dibuat berdasarkan waktu pemrosesan, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada pekerjaan yang paling panjang. Urutan Pekerjaan Waktu pemrosesan Aliran Batas Waktu Keterlambatan E 9 23 C 8 17 18 A 6 15 D 3 26 11 B 2 28 22 Jumlah 103 48
Aturan LPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a Aturan LPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 103 hari/5 = 20,6 hari. b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/103 = 27,20% c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Juml.aliran waktu total/Waktu proses pekerjaan total = 103 hari/28 hari = 3,68 pekerjaan d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan = 48/5 = 9,6 hari.
4. Aturan EDD yang diperlihatkan dalam tabel berikut, menghasilkan urutan B-A-D-C-E Urutan dibuat berdasarkan waktu pemrosesan, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada pekerjaan dengan batas waktu paling. Urutan Pekerjaan Waktu pemrosesan Aliran Batas Waktu Keterlambatan B 2 6 A 8 D 3 11 15 C 19 18 1 E 9 28 23 5 Jumlah 68
Aturan LPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a Aturan LPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut: a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 68 hari/5 = 13,6 hari. b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/68 = 41,20% c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Juml.aliran waktu total/Waktu proses pekerjaan total = 68 hari/28 hari = 2,43 pekerjaan d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan = 6/5 = 1,2 hari.
Jumlah Pekerjaan Rata-rata Dalam Sistem Keterlambatan Rata-rata Rangkuman Hasil Hasil dari keempat aturan ini diringkas dalam tabel berikut : Aturan Waktu Penyelesaian Rata-rata (hari) Utilisasi (%) Jumlah Pekerjaan Rata-rata Dalam Sistem Keterlambatan Rata-rata FCFS 15,40 36,40 2,75 2,20 SPT 13,00 43,10 2,32 1,80 LPT 13,60 41,20 2,43 1,20 EDD 20,60 27,20 3,68 9,60
Rangkuman Evaluasi LPT merupakan urutan yang paling tidak efektif. SPT unggul dalam tiga pengukuran, sementara EDD kalah dalam keterlambatan rata-rata. Hal ini merupakan kenyataan yang sesungguhnya dalam dunia nyata. Tidak ada satu aturan pengurutan pun yang selalu unggul dalam semua kriteria. Pengalaman menunjukkan hal berikut: 1. SPT biasanya merupakan teknik terbaik untuk meminimasi aliran pekerjaan dan meminimasi jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem. Kelemahannya adalah pekerjaan yang memiliki waktu pemrosesan panjang dapat secara terus menerus tidak dikerjakan. 2. FCFS tidak menghasilkan kinerja yang baik pada hampir semua kriteria. Bagaimanapun, FCFS memiliki kelebihan karena terlihat adil oleh pelanggan. Suatu hal yang sangat penting dalam sistem jasa.
3. EDD meminimasi keterlambatan maksimal, yang mungkin perlu untuk pekerjaan yang memiliki penalti setelah tanggal tertentu. EDD bekerja baik ketika keterlambatan menjadi sebuah isu.
Rasio Kritis RASIO KRITIS (CRITICAL RATIO – CR) merupakan angka indek yang dihitung dengan membagi waktu yang tersisa hingga batas waktu pekerjaan, dengan waktu pekerjaan tersisa. CR cenderung memiliki kinerja yang lebih baik daripada FCFS, SPT, LPT, atau LPT pada kriteria keterlambatan pekerjaan rata-rata. Rasio Kritis memberikan prioritas pada pekerjaan yang harus dilakukan agar tetap menepati jadwal. Bila : CR < 1 , berarti pekerjaan terlambat dari jadwal CR = 1 , berarti pekerjaan sesuai dengan jadwal CR > 1 , berarti pekerjaan mendahului jadwal
Rumus Rasio Kritis adalah : CR = Waktu yang tersisa / Hari kerja yang tersisa = Batas waktu – tanggal sekarang / waktu pekerjaan yg tersisa Contoh: Hari ini adalah hari ke-25 pada jadwal produksi Zyco Medical Testing Laboratories. Tiga pekerjaan berada dalam urutan sebagai berikut :
. PEKERJAAN BATAS WAKTU WAKTU UTK. PEKERJ. SISA A 30 4 B 28 5 C 27 2 CR dihitung dengan menggunakan rumus CR PEKERJAAN CR URUTAN PRIORITAS A (30-25) / 4 = 1,25 3 B (28-25) / 5 = 0,60 1 C (27-25) / 2 = 1,00 2 Pekerjaan B memiliki keterlambatan sehingga harus dipercepat, C tepat waktu, dan A memiliki waktu luang.
Waktu Pemrosesan (Hari) Batas Waktu Pekerjaan (Hari) Latihan Soal Sebuah kontraktor di Dallas memiliki enam pekerjaan yang menunggu untuk diproses. Waktu pemrosesan dan batas waktu diberikan pada tabel di bawah. Asumsikan bahwa pekerjaan tiba dengan urutan yang ditunjukkan pada tabel. Tentukan urutan pengolahan sesuai aturan FCFS, SPT, LPT, dan LPT serta lakukan evaluasi Pekerjaan Waktu Pemrosesan (Hari) Batas Waktu Pekerjaan (Hari) A 6 22 B 12 14 C 30 D 2 18 E 10 25 F 4 34