JENIS TES BAHASA Burhan Nurgiyantoro

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PEMBELAJARAN DI KELAS, LAB & LAPANGAN
Advertisements

Langkah-Langkah Pengembangan Silabus
DIKLAT GURU DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
Penyusunan Tes Oleh: Budi Usodo.
Assalamu'alaikum....
KURIKULUM 2013 PENILAIAN OTENTIK.
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III
PENILAIAN OTENTIK DALAM EMBELAJARAN BAHASA
TES OTENTIK KEBAHASAAN
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III
MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PRINSIP-PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR
PEMBELAJARAN BAHASA BERBASIS TEKS DAN JENIS-JENIS TEKS
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III
PENILAIAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
MATERI-1 PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN
Nama : Hj. Ilas Sulasiah, S.Pd. NIM : NIP :
PROJECT-BASED LEARNING
Burhan Nurgiyantoro LPM-UNY 28 Juni Sejak kelahirannya tahun 60-an, yang ketika itu bernama IKIP Yogyakarta, UNY adalah sebuah LPTK Tugas utama.
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK
(The Curiculum staf of Babadan 2 State Junior High School)
PENGEMBANGAN SILABUS 1.
STANDAR PENILAIAN.
LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Metodologi Pembelajaran
PENILAIAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Menyiapkan Tes Esai.
PERAN KKN-PPL DALAM PEMBENTUKAN PROFESIONALISME GURU
MATERI-3 EVALUASI PEMBELAJARAN
ANA DHAOUD DAROIN. A. Identifikasi MasalahMasalah B. Menganalisis Masalah Menganalisis C. Merumuskan Masalah Penelitian Merumuskan D. Merumuskan Hipotesis.
PENILAIAN.
Click to edit Master title style
Oleh: IDA ROSIDA,A.Ma DCT KELOMPOK TEMATIK
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KONSEP PENILAIAN.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
RELEVANSI BERBICARA.
A Karakteristik & Pengembangan Potensi Peserta Didik
MERANCANG PEMBELAJARAN IPA DI SD PERTEMUAN 13
PROGRAM STUDI PGSD 3 SKS 3 JS
Pembelajaran Membaca Pemahaman
PERANCANGAN BAHAN AJAR MODUL
DESAIN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
PENGERTIAN KURIKULUM Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman.
HAKIKAT MEMBACA Proses yang dilakukan dan digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan dan informasi, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media.
PERTEMUAN 4 HARLINDA SYOFYAN, S.Si., M.Pd
PENGEMBANGAN PORTOFOLIO
Asesmen Alternatif Tutor: Agus Santoso.
EVALUASI PEMBELAJARAN.
PENILAIAN DI SD KURIKULUM 2013
PENDAHULUAN Menyimak : proses mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menafsirkan, menilai, dan mereaksi makna. Hasil penelitian aktivitas berbahasa:42%
KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR SEJARAH
KONSEP DASAR KETERAMPILAN BERBICARA 2
MEDIA PEMBELAJARAN By: Durinda Puspasari.
PTK KELOMPOK 3 6F PGSD Nama kelompok: Marisa Ulfa R ( )
PENILAIAN KELAS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM JAKARTA, 2004.
PENILAIAN KELAS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM JAKARTA, 2004.
Cok eghix tirta dinarta IIa
HAKIKAT BELAJAR & PEMBELAJARAN
KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR
Model problem based learning
Penilaian Proses dan Hasil Belajar pada Kurikulum 2013
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK
PENGEMBANGAN SILABUS Pengertian
KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR
RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR
KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR
Model Pembelajaran” adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang terorganisir secara sistemik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar.
Transcript presentasi:

JENIS TES BAHASA Burhan Nurgiyantoro FBS/PPs Universitas Negeri Yogyakarta Gorontalo, 6 Juni 2009

Jenis Tes Bahasa Tes bahasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu Kemunculan dan perubahan penekanan dalam tes bahasa dimaksudkan untuk memerbarui tes sesuai dengan pandangan, pendekatan, dan fokus pembelajaran bahasa Pembaruan yang dilakukan sering berdasarkan kelemahan yang ada sebelumnya Tetapi, betapapun kelemahan yang ada tetap saja tes-tes itu ada manfaatnya; jadi kita tak dapat meniadakan begitu saja Adanya unsur tumpang-tindih juga tidak dapat dielakkan

1. Tes Diskret Discrete point test: tes yang hanya menekankan/ menyangkut satu aspek kebahasaan pada satu waktu Tiap butir tes hanya untuk mengukur satu aspek kebahasaan: fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata Tes diskret juga dapat menyangkut tes keterampilan berbahasa Dasar pemikiran tes diskret (juga dalam hal pengajaran) adalah teori strukturalisme (linguistik) dan behaviorisme (psikologi) Kedua teori itu beranggapan bahwa keseluruhan dapat dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian Atau, keseluruhan adalah jumlah dari bagian-bagian Tiap bagian tersebut (kebahasaan dan keterampilan) dapat diajarkan dan diteskan secara terpisah Pembelajaran dan pengujian kebahasaan dalam teori ini mengabaikan konteks

Lanjutan… Pandangan bahwa teori tes diskret dapat memecah-mecah unsur kebahasaan dan menghadirkannya dalam keadaan terisolasi, dianggap sebagai kelemahan tes diskret yang paling mencolok Orang tidak mungkin belajar bahasa dalam situasi yang mutlak diskret dan terisolasi (tanpa konteks) Lagi pula dalam hal belajar bahasa, keseluruhan belum tentu sama jumlah dari bagian-bagian Ada kompetensi yang harus dimiliki seseorang yang di luar kebahasaan (: pendekatan komunikatif) Kompetensi komunikatif memprasyaratakan kompetensi-kompetensi lain selain unsur bahasa, misalnya kompetensi sosial (faktor sosio-kultural) Faktor sosio-kultural memegang peran penting dalam menunjang kompetensi omunikatif seseorang Tes diskret gagal untuk mengukur kompetensi komunikatif yang justru memprasyaratkan adanya keterlibatan banyak unsur kebahasaan dan faktor yang di luar bahasa

Lanjutan… Persoalan yang muncul: apakah tes diskret tidak perlu lagi dipergunakan di sekolah untuk mengukur kadar keberhasilan belajar bahasa siswa? Teori baru dibangun atau sebagai reaksi teori sebelumnya; yang baru tak dapat sama sekali meninggalkan yang lama Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa tak dapat sama sekali meninggalkan pandangan strukturalisme Dalam tahap awal pembelajaran bahasa bagi orang dewasa, pengajaran unsur struktural bahasa masih amat dibutuhkan Orang tidak akan bisa begitu saja diajak berbicara bahasa asing sebelum memiliki pengetahuan tentang sistem bahasa itu Artinya: pengajaran unsur bahasa masih diperlukan Jika pengajaran unsur struktur masih dilakukan, tes diskret mau tidak mau masih juga diperlukan Atau, minimal untuk tujuan remidial

2. Tes Integratif Integrative test: tes yang mengukur lebih dari unsur kebahasaan atau satu keterampilan berbahasa dalam satu waktu Dalam tes integratif, ada beberapa unsur kebahasaan atau keterampilan berbahasa yang harus harus dilibatkan, dan itu dipadukan Dalam satu kali tes minimal ada dua aspek/keterampilan yang diukur Aspek-aspek kebahasaan tidak saling dipisahkan, melainkan dipadukan sehingga ada keterkaitan antarunsur/antarketerampilan Bahasa yang alamiah bukanlah kumpulan dari unsur-unsur bahasa semata Dalam tes keterampilan bahasa, bahkan akan lebih baik jika juga mempertimbangkan aspek konteks Tes integratif memang sudah memadukan beberapa unsur kebahasaan, tetapi belum tentu kontekstual Tes yang kontekstual lazimnya bersifat pragmatik/komunikatif

Lanjutan… Tes pragmatik/komunikatif pasti integratif, tetapi tes integratif belum tentu pragmatik Tes integratif yang tidak kontekstual masih terisolasi, mirip-mirip dengan tes diskret, belum mencerminkan penggunaan bahasa yang alamiah Berbagai tes unsur kebahasaan yang diteskan minimal berada dalam konteks kalimat, atau konteks yang lebih besar Dilihat dari sudut pembelajaran bahasa dewasa ini, tes integratif terlihat lebih menjanjikan daripada tes diskret Walau demikian, pemilihan tes haruslah disesuaikan dengan pendekatan, metode, dan teknik, bahkan juga bahan pembelajaran, yang dipergunakan dalam pembelajaran bahasa di kelas

3. Tes Pragmatik Tes pragmatik berangkat dari pandangan bahwa bahasa adalah alat berkomunikasi, maka seseorang dinyatakan memiliki kompetensi berbahasa adalah jika mampu mempergunakan bahasa itu dalam konteks yang sesungguhnya Tes pragmatik: pendekatan dalam tes keterampilan berbahasa untuk mengukur seberapa baik pembelajar mampu mempergunakan elemen bahasa sesuai dengan konteks berbahasa yang sesungguhnya Tes pragmatik: prosedur/tugas yang menuntut pembelajar menghasilkan urutan unsur bahasa sesuai dengan pemakaian bahasa secara nyata, dan sekaligus menuntut pembelajar menghubungkannya dengan konteks ekstralinguistik Dalam tes pragmatik tak ada lagi tes struktur/kosakata secara tersendiri, tetapi semua unsur kebahasaan terlibat dan langsung dikaitkan dengan unsur ekstralinguistik sekaligus

Lanjutan… Dalam kehidupan berbahasa ada dua hal yang terlibat: konteks linguistik dan ekstralinguisik Konteks linguistik: bahasa sebagai lambang verbal dengan segala unsurnya Konteks ekstralinguistik: dunia atau sesuatu yang di luar bahasa, sesuatu yang disampaikan lewat media bahasa Dalam kehidupan berbahasa terdapat hubungan sistematis dan timbal-balik antara kedua konteks tersebut Ada berbagai hal di luar bahasa yang berpengaruh terhadap pemilihan wujud bahasa dalam berkomunikasi, dan itulah yang disebut sebagai faktor penentu atau pragmatik Faktor pragmatik/faktor penentu ada banyak jenisnya, misalnya siapa yang berkomunikasi, apa tujuan komunikasi, masalah yang dikomunikasikan, tingkat formalitas ketika komunikasi terjadi, dll.

Lanjutan… Tes pragmatik mengukur kemampuan berbahasa pembelajar dalam konteks yang sesungguhnya Namun, itu harus ada kesesuaian dengan metode pembelajaran bahasa Pembelajaran bahasa haruslah menekankan pada kemampuan berbahasa, bukan sistem bahasa Dengan begitu ada keselarasan antara model pembelajaran dan model penilaian Namun, pada praktiknya tidak mudah mengreaikan pembelajaran bahasa yang benar-benar kontekstual dan komunikatif Artinya, pembelajaran “penggunaan bahasa”, kemampuan berbahasa, masih saja artifisial, namun itu sudah lebih baik daripada yang benar-benar diskret dan terisolasi Tes pragmatik yang masih berwujud penggunaan dalam konteks artifisial juga sudah lebih baik daripada yang benar-benar diskret yang hanya bertujuan mengukur pengetahuan tentang sistem bahasa

Contoh Tes Pragmatik Ada banyak model dan contoh, dan salah satunya adalah tes tes cloze (cloze test) Tes jenis ini baik dipakai untuk pemahaman bacaan; tes pemahaman wacana dengan tes objektif berkorelasi secara positif dengan hasil tes cloze Tes cloze adalah tes yang berupa pengisian kembali kata-kata ke-n yang sengaja dihilangkan dalam sebuah wacana Kata-kata yang dihilangkan biasanya kata yang ke-5, ke-6, ke-7 Untuk dapat mengisi tempat-tempat kosong, pembelajar harus memahami makna wacana Teknik penyekoran: teknik kata eksak (jawaban siswa harus sama dengan kata asli yang dihilangkan) dan teknik kelayakan konteks (jawaban siswa tidak harus persis dengan kata asli sepanjang dimungkin secara konteks) Teknik kelayakan konteks lebih menguntungkan; semua kata yang mempunyai peluang sebagai jawaban benar diperingkat (diskala; 1-4) Tes cloze juga baik untuk menilai tingkat kesulitan wacana bagi pembelajar level tertentu: jika jawaban benar siswa ≥75%, wacana itu tergolong mudah; jika ≤20% tergolong sulit Jika yang diteskan itu sampel dari wacana yang panjang, hasil tes itu mencerminkan tingkat kesulitan wacana secara keseluruhan

4. Tes Komunikatif Sebenarnya ada tumpang-tindih antara tes pragmatik dan tes komunikatif; bahkan tak jarang keduanya disamakan Keduanya sama-sama berpandangan bahwa pembelajaran dan tes bahasa haruslah berangkat dari penggunaan bahasa yang sesungguhnya, bukan tes tentang sistem bahasa dan dalam keadaan terisolasi Kedua jenis tes ini sama-sama menekankan pentingnya tes kemampuan berbahasa (kinerja bahasa, performansi bahasa), dan bukan tes terhadap unsur-unsur bahasa (diskret) Tampaknya, adanya perbedaan itu lebih disebabkan oleh penamaan yang diberikan oleh orang yang berbeda Tes komunikatif atau tes kompetensi komunikatif terlihat lebih ketat memprasyaratkan adanya konteks pemakaian bahasa

Lanjutan… Tes komunikatif dilakukan sejalan dengan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran bahasa sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa untuk keperluan berkomunikasi Penggunaan bahasa (atau komunikasi dengan bahasa) dapat bersifat aktif-reseptif (menyimak, membaca) dan aktif-produktif (berbicara, menulis) Dalam sebuah tes komunikatif terlibatkan semua aspek bahasa (whole language) sebagaimana halnya orang berkomunikasi yang juga melibatkan seluruh unsur kebahasaan Penggunaan bahasa yang otentik (authentic language) menjadisemacam keniscayaan, dan itu juga terlihat dalam tes bahasa Bahasa otentik adalah bahasa yang dijumpai dalam penggunaan bahasa yang sesungguhnya dalam berkomunikasi sehari-hari Hal yang demikian sebenarnya juga menjadi tuntutan tes pragmatik

Lanjutan… Wujud tes komunikatif adalah tes pemahaman dan penggunaan bahasa dalam konteks yang jelas; jadi ia berupa tes kemampuan berbahasa (skills) Konteks haruslah dikreasikan sedemikian rupa dengan melibat berbagai faktor penentu sehingga pembelajar tahu apa wujud bahasa yang mesti dipergunakan sesuai dengan konteks itu Misalnya, tes pemahaman terhadap sebuah dialog (menyimak), maka harus dapat dikenali siapa yang berbicara, bagaimana situasi, topik pembicaraan, dll Tes terhadap komponen bahasa, misalnya kosakata atau struktur, jika diperlukan, boleh dilakukan tetapi tetap harus berdasarkan konteks; hal ini misalnya terkait dengan tujuan remidial Artinya, kosakata dan struktur itu diambil dari konteks tertentu Dalam tes prakomunikatif, terutama dalam tes pembelajaran bahasa asing, tes komponen kebahasan tentu masih diperlukan

5. Tes Otentik Sebagaimana halnya portofolio, sejak era KBK/KTSP, penilaian otentik (authetic assessment) kini sedang naik daun Dalam arti disarankan dan banyak digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran khususnya pembelajaran bahasa Portofolio juga merupakan salah bentuk penilaian otentik Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian KBM dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama KBM sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan pembelajaran Seajalan dengan teori Bloom, penilaian haruslah mencakup ranah kognitif,afektif, dan psikomotorik

Tes Otentik lanjutan… Cara penilaian juga bermacam-macam, nontes dan tes dan kapan saja Misalnya dengan cara: tes (ulangan), penugasan, wawancara, pengamatan, angket, catatan lapangan/harian, portofolio, dll Penilaian yang dilakukan lewat berbagai cara (model), menyangkut berbagai ranah, serta meliputi proses dan produk inilah yang kemudian disebut sebagai penilaian otentik Otentik dapat berarti dan sekaligus menjamin: objektif nyata, konkret benar-benar hasil tampilan siswa akurat dan bermakna

Tes Otentik lanjutan… Tes otentik dapat dimaknakan bermaca-macam, tergantung oleh siapa dan untuk lingkup apa, namun umumnya bersifat saling melengkapi Penilaian otentik menunjuk pada pemberian tugas kepada pembelajar untuk menampilkan kemampuannya mempergunakan bahasa target secara bermakna dan kemudian dinilai AA: a form of assessment in which students are asked to perform real-world tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and skills (John Mueller, 2008) AA: performance assessment call upon the examinee to demonstrate specific skills and competencies, that is, to aplly the skills and knowledge they have mastered (Richard J. Stiggins, 1987)

Tes Tradisional vs Tes Otentik Penilaian tes tradisional (TT) lebih banyak menanyakan penguasaan pengetahuan lewat bentuk-bentuk tes objektif Karakteristik TT menurut Mueller (2008): Misi sekolah adalah mengembangkan warga negara yang produktif Untuk menjadi warga negara produktif, seseorang harus menguasai disiplin keilmuan dan keterampilan tertentu Maka, sekolah mesti mengajarkan siswa disiplin keilmuan dan keterampilan tersebut Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, guru harus mengetes siswa untuk mengetahui tingkat penguasaan keilmuan dan keterampilan itu The curriculum drives assessment; the body of knowledge is determined first

Tes Tradisional vs Tes Otentik lanjutan … Karakteristik tes otentik (T0): Misi sekolah adalah mengembangkan warga negara yang produktif Untuk menjadi warga negara produktif, seseorang harus mampu menunjukkan penguasaan melakukan sesuatu secara bermakna dalam dunia nyata Maka, sekolah mesti mengembangkan siswa untuk dapat mendemonstrasikan kemampuan/keterampilan melakukan sesuatu Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, guru harus meminta siswa melakukan aktivitas tertentu secara bemakna yang mencerminkan aktivitas di dunia nyata Assessment drives the curriculum; the teachers first determine the tasks that student will perform to demonstrate their mastery

Tradisional ………………………….. 0tentik Selecting a Response .…….. Performing a Task Contrived …………. ……….. Real-life Recall/Recognition … Construction/Application Teacher-structured ……..…. Student-structured Indirect Evidence ……..……. Direct Evidence

Mengapa Penilaian Otentik Dipergunakan? John Mueller (2008) menyebutkan sedikitnya ada empat alasan mengapa kita perlu menggunakan penilaian otentik: Authentic Assessments are Direct Measures Authentic Assessments Capture Constructive Nature of Learning Authentic Assessments Integrate Teaching, Learning and Assessment Authentic Assessments Provide Multiple Paths to Demonstration

Bagaimana Mengembangkan Penilaian Otentik Sekali lagi: Authentic Assessment: Students are asked to perform real-world tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and skills Langkah-langkah pertimbangan pengembangan penilaian otentik dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut

Langkah Pengembangan Tes Otentik Questions to Ask: 1) What should students know and be able to do? This list of knowledge and skills becomes your . . . STANDARDS 2) What indicates students have met these standards? To determine if students have met these standards, you will design or select relevant . . . AUTHENTIC TASKS 3) What does good performance on this task look like? To determine if students have performed well on the task, you will identify and look for characteristics of good performance called . . . CRITERIA 4) How well did the students perform? To discriminate among student performance across criteria, you will create a . . . RUBRIC 5) How well should most students perform? The minimum level at which you would want most students to perform is your ... 6) What do students need to improve upon? Information from the rubric will give students feedback and allow you to ... CUT SCORE or BENCHMARK ADJUST INSTRUCTION

Tes Otentik Kebahasaan Penilaian otentik hasil pembelajaran bahasa tentulah juga terkait dengan fungsi bahasa yang sebagai sarana berkomunikasi Jadi, ia lebih terkait penilaian kompetensi komunikatif daripada kompetensi linguistik Dalam penilaian model ini, siswa dituntut untuk benar-benar menghasilkan bahasa sebagaimana halnya dalam komunikasi sehari-hari dengan mempertimbangkan berbagai faktor pragmatik Faktor pragmatik itu bermacama-macam: situasi (tingkat keformalan penuturan, tujuan, lawan tutur, substansi tuturan, saluran komunikasi, dll) Dalam situasi nyata, orang berbahasa tidak sekadar demi bahasa itu sendiri, melainkan karena ada sesuatu yang ingin dikomunikasikan

Tes Otentik Kebahasaan lanjutan… Jadi, faktor gagasan (substansi penuturan) yang terkandung dalam penuturan mesti ada dan harus dipertimbangkan dalam penilaian Selain itu, tingkat keformalan (formal—nonformal) juga amat menentukan Dari sinilah kemudian muncul istilah: berbahasa Indonesia secara baik dan benar Baik berarti sesuai dengan faktor pragmatik, benar sesuai dengan kaidah Namun, yang lebih disarankan untuk diujikan di sekolah dalam bentuk tugas-tugas yang harus dilakukan siswa/mhs adalah produksi bahasa yang benar Lewat cara itu pengetahuan kebahasaan (kompetensi linguistik) siswa/mhs sekaligus dapat diketahui Penggunaan bahasa Indonesia secara baik umumnya sudah teruji di luar kelas

Tes Otentik Kebahasaan lanjutan… Dengan demikian, penilaian ketepatan penggunaan bahasa, sekaligus juga berarti ketepatan gagasan atau kebermaknaan Tanpa keduanya, itu hanya berati belajar berbahasa dalam situasi terisolasi, dan itu belum tentu dengan realitas kehidupan berbahasa di masyarakat Atau, minimum belum teruji Pengungkapan hasil belajar bahasa tersebut sebenarnya dapat dilakukan dalam semua mata kuliah Bahkan juga lewat mata-mata kuliah nonkebahasaan dan kesastraan, misalnya lewat berbagai tugas menulis (Sebetulnya tugas-tugas menulis untuk mata-mata kuliah umum dapat juga dipakai sebagai salah satu sumber data penilaian kemampuan berbahasa mhs) Namun, yang paling praktis dan terlihat lebih konkret adalah lewat mata-mata kuliah keterampilan berbahasa Jadi, dapat secara lisan atau tertulis

Tes Otentik Kebahasaan lanjutan… Bagaimana perbandingan bobot penyekoran antara unsur bahasa dan gagasan? Secara sederhana penilaian berbahasa secara otentik dapat dibedakan secara dikhotomis ke dalam unsur bentuk (bahasa) dan isi (gagasan) Jawabannya adalah tergantung level pembelajar yang akan dinilai dan jenis karya yang dinilai Semakin tinggi level mereka, misalnya mahasiswa tingkat tinggi, semakin tinggi pula skor bobot unsur gagasan Jenis karya seperti skripsi dan laporan penelitian, bobot unsur gagasan mestinya, lebih tinggi Tugas mengarang yang bertujuan melatih kemampuan menulis siswa/mhs, bobot unsur bahasa yang lebih tinggi, atau minimun sama Perbandingan unsur bahasa dan gagasan itu misalnya: 75: 25; 70:30; 65:35; 60:40; 55: 45; 50:50; 45:55; 40:60; 35:65; 30:70; 25:75; 20:80

Tes Otentik Kebahasaan lanjutan… Unsur substansi (isi, gagasan) dan bentuk (aspek kebahasaan dan ejaan) tersebut haruslah dirinci ke dalam sub-subunsur Sub-subunsur ini merupakan kriteria dan atau indikator yang secara nyata akan dinilai tingkat capaiannya Tiap kriteria diikuti skor yang menunjukkan tingkat capaian, misalnya 1-5 Untuk memudahkan penilaian biasanya digunakan rubrik Rubrik adalah sebuah skala penyekoran (scoring scale) yang dipergunakan untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap kriteria terhadap tugas-tugas tertentu Rubrik dapat digunakan untuk menilai berbagai tampilan kinerja berbahasa siswa, termasuk kinerja bersastra Ada bermacam model rubrik, dan di bawah dicontohkan rubrik untuk untuk menilai kemampuan berbicara

Contoh Rubrik Penilaian Kemampuan Berpidato No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja 1 2 3 4 5 1. Ketepatan Lafal dan Intonasi 2. Ketepatan Diksi 3. Ketepatan Stuktur Gramatikal 4. Stile Penuturan 5. Kewajaran dan Kelancaran 6. Ketepatan Gagasan 7. Keakuratan Gagasan 8. Keluasan Gagasan 9. Keterkaitan Antargagasan 10. Kebermaknaan Penuturan

Permasalahan Kita Tes bahasa seperti apa atau yang bagaimana yang mesti kita kembangkan? Jika telah muncul teori atau cara baru, teori/cara sebelumnya sering terlihat tidak cocok atau ketinggalan Pada prinsipnya, semua jenis tes di atas dapat dipergunakan tergantung pada tujuan (kompetensi!) yang akan diukur capaiannya Dalam kasus jenis bahasa, penamaan itu sebenarnya mengandung unsur tumpang tindih, tergantung siapa yang mempergunakannya mula-mula Bukankah sebenarnya tes pragmatik, tes komunikatif, dan tes otentik mempunyai banyak kesamaan

Permasalahan kita lanjtan … Tes tradisional pun dapat digunakan secara berdampingan dengan tes otentik Di fakultas bahasa dan sastra, mhs tidak hanya dibelajarkan mempergunakan bahasa, tetapi juga pengetahuan tentang bahasa (mhs harus menguasai sistem bahasa target) Sistem bahasa target (kompetensi linguistik) = disiplin keilmuan = tepat dites dengan cara tradisional Kemampuan mempergunakan bahasa target secara meaningful (kompetensi komunikatif) = proficient at performing meaningful the tasks = tepat dites dengan cara otentik Jadi, tergantung mata kuliah yang diampun masing-masing dosen: MK keilmuan atau MK Keterampilan Tetapi …

Permasalahan kita lanjutan … Tes yang dipergunakan di sekolah atau PT mestinya tidak lepas dari kurikulum yang sedang berlaku Dewasa ini di dunia pendidikan Indonesia, orang baru bersibuk-sibuk ria dengan KBK/KTSP Kurikulum tersebut menekankan pentingnya capaian kompetensi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan mata pelajaran Jadi, tekanannya adalah proficient at doing something, dan itu berarti (=) penggunaan tes otentik ditekankan Jadi, mata-mata kuliah yang lebih bernuansa teori, di samping mempergunakan tes-tes tradisional, ada baiknya juga memberikan tugas-tugas tertentu yang bernuansa tes otentik Mata-mata kuliah keterampilan tentu harus mempergunakan tes otentik, tetapi untuk keperluan diagnosis & perbaikan kesalahan, tes kompetensi linguistik (teoretis) dapat juga dimanfaatkan

Penilaian Kemampuan Bersastra Di PT mata-mata kuliah yang termasuk rumpn kesastraan bermacam, ada yang tinggi kadar teorinya dan ada yang lebih kadar praktiknya Teori berarti kurang langsung kurang banyak menyentuh teks-teks kesastraan, sedang praktik berarti lebih banyak menyentuh dan berhubungan langsung dengan teks-teks Jika mengikuti dikhotomi tes tradisional dan tes otentik di atas, mata-mata kuliah jenis pertama lebih tepat (banyak) menggunakan tes tradisional, sedang jenis kedua otentik Namun, karena kini sedang ngetren penggunaan penilaian otentik, mata kuliah jenis teoretis pun disarankan juga memanfaatkan penilaian otentik Bentuknya dapat apa saja: penugasan, pembuatan laporan, ringkasan buku, pengamatan, dll sepanjang proses KBM

Penilaian Kemampuan Bersastra lanjutan … Sebagaimana halnya dengan tes kemampuan berbahasa yang menekankan unjuk kerja bahasa, tes kemampuan bersastra mestinya juga menekankan kemampuan unjuk kerja kesastraan Itu artinya harus secara langsung “berhubungan”, “memperlakukan”, dan “menyikapi” teks-teks kesastraan Hal ini memang lebih tertuju untuk mata-mata praktik kesastraan, tetapi mata kuliah teoretis harus mendukung Praktik memperlakukan berbagai teks kesastraan, misalnya pada MK Kritik Sastra, Kajian Puisi, Kajian Fiksi, Stilistika, dll harus diprasyarati pengetahuan kesastraan (kompetensi kesastraan) Itulah antara lain yang membedakan perlakuan teks kesastraan di kalangan akademikus dan yang bukan Kita sering berangkat dari teori tertentu dalam pengkajian dan penyikapan terhadap teks-teks kesastraan

Penilaian Kemampuan Bersastra lanjutan … Walau bermediakan bahasa, teks kesastraan tidak semata-mata berurusan dengan bahasa, karena ada unsur-unsur lain, misalnya keindahan, yang mesti juga diapresiasi Unsur-unsur lain itu hanya dapat diperoleh, dirasakan, atau dinikmati jika kita/mhs/siswa membaca secara langsung teks kesastraan Maka, tugas dan penilaian yang berkaitan dengan pembacaan langsung teks-teks itu harus menjadi prioritas utama Tugas dan tes harus ditekankan pada hal-hal yang menuntut siswa untuk benar-benar “memperlakukan” teks-teks kesastraan Istilah memperlakukan dapat dioperasionalkan menjadi: membaca, memahami, memparafrase, menganalisis, menuliskan kembali, membuat, menulis resensi, dll tergantung indikator yang dibuat Ada baiknya setiap mata kuliah mewajibkan mhs harus membaca dan membuat laporan sekian puluh teks kesastraan Selain itu, penilaian lewat karya nyata mhs, misalnya lewat publikasi di media massa, harus sudah diketengahkan

Penilaian Kemampuan Bersastra lanjutan … Untuk kegiatan pembelajaran & penilaian di kelas, kita dihadapkan pada kenyataan teks-teks kesastraan lazimnya panjang shg tidak mudah “memperlakukan”-nya di sekolah, kecuali puisi Untuk itu, tugas-tugas yang “memperlakukan” novel, cerpen, cer1ta klasik, drama yang relatif panjang sebaiknya dilakukan di luar jam pelajaran sebagai tugas rumah Tugas yang diberikan harus jelas: harus mengapakan teks kesastraan itu dan sedapat mungkin melibatkan berbagai genre (fiksi, puisi, cerita lama, teks drama) Misalnya: meringkas cerita/membuat sinopsis, menganalisis unsur karakter/moral, membuat parafrase, menulis dengan sudut pandang lain, menulis resensi, dll termasuk menghadiri pementasan drama atau baca puisi di tempat tertentu Hasil kerja siswa/mhs sebagian harus dibaca dan diberi tanggapan Tanggapan tidak menyalahkan siswa/mhs karena akan mematikan motivasi, tetapi lebih mempertanyakan argumentasi Penilaian kesastraan haruslah diusahakan yang berkadar apresiatif tinggi atau paling tidak sedang walau dengan bentuk ujian objektif (PG)

TERIMA KASIH SELAMAT BERKARYA SEMOGA BERMANFAAT