POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat (2012) POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT Qory Kresnawardani 20100510006
POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT Ditentukan oleh dua hal: Kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) Struktur dan aturan kelembagaan (institutional arrangements and structure) yang telah dibangun oleh Konstitusi AS. Konteks Sosial: Societal forces (budaya politik, pendapat umum, kegiatan dan kepentingan kelompok) menjadi bagian yang kritis dari arena politik luar negeri AS
Definisi Konteks Sosial: Sikap dan orientasi rakyat AS. Beberapa aktor sosial yang mempengaruhi pembuatan kebijakan Konteks kemasyarakatan atau budaya politik adalah “serangkaian gagasan, cita-cita, konsep, cerita, dan mitos yang menjadi orientasi warganegara didalam sistem politik mereka” (a set of shared ideas, ideals, concepts, stories, and myths that orient citizens within their political systems). Budaya politik mempengaruhi cara bagaimana anggota masyarakat, termasuk elit negara, mendefinisikan diri mereka dan tempat mereka berada dalam tataran global yang lebih luas.”
Inti lingkungan sosial didalam mana politik luar negeri AS dirumuskan terdiri dari serangkaian dimensi inti atau “credo” (kepercayaan) melalui mana orang-orang Amerika mendefinisikan dirinya dan politik. Dimensi inti terdiri dari: (1) democratic liberalism, (2) egalitarian, dan (3) a general universalim/exceptionalism. (1) “Democratic liberalism”: Secara politis masyarakat AS adalah liberal yang memiliki komitmen pada: “individual liberty and the protection of private property, limited government, rule of law, natural rights, the perfectibility of human institutions, and the possibility of human progress.”
Secara ekonomis liberalisme adalah kapitalisme, suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada sistem pasar, perdagangan bebas, dan pemilikan pribadi. AS adalah negara demokratis karena memiliki komitmen pada: (1) prinsip bahwa prosedur khusus (pemilihan) harus diikuti untuk mengisi jabatan-jabatan pemerintahan dan bagi pembuatan keputusan pemerintahan; (2) “popular sovereignty” atau pandangan bahwa warganegara merupakan sumber otoritas pemerintahan dan karenanya pemerintahn haruslah akuntabel bagi mereka; (3) “limited majority rule” atau ide bahwa kelompok
mayoritas seharusnya memimpin sejauh kelompok mayoritas menghormati dan melindungi hak-hak minoritas. Liberalisme demokratis menyerukan pemerintahan yang terbatas, akuntabel yang harus responsif terhadap dan dibentuk dengan partisipasi warganegara. (2) “Egalitarian”: Elemen yang terkait dengan hubungan diantara individu- individu dan kelompok–kelompok dalam masyarakat, dan antara mereka dengan pemerintah. AS adalah “egalitarian” ada persetujuan yang luas bahwa warganegara seharusnya memiliki kedudukan politik yang sama dan kesempatan yang secara umum sama dalam masyarakat.
(3) “A general universalism/exceptionalism”: Pandangan bahwa “the American way” merupakan model yang seharusnya ditempuh oleh semua negara yang lain. Orang Amerika percaya bahwa nilai-nilai seperti disebut diatas merupakan “universal public goods” yang harus dimaksimalkan di negara- negara yang lain. Universalism secara esensial merupakan komitmen terhadap “democratic liberalism, constitutional government, and the like” yang merupakan pilihan utama, cocok dan diminati oleh seluruh rakyat dan negara (superior preference, suitable and desirable for all people and countries).
A. Two societal impulse continuum: (1) Moralism/ idealism, and (2) Pragmatism/realism. Menggambarkan dorongan untuk mempromosikan nilai- nilai tertentu dalam politik luar negeri, daripada mepertahankan berbagai macam kepentingan. Berpendapat bahwa AS seharusnya melibatkan diri dalam persoalan internasional “only for sufficient ethical reasons” (bahwa politik luar negeri seharusnya dimotvasi oleh prinsip-prinsip moral). Dunia yang makmur dan damai dapat diwujudkan sesuai dengan prinsip-prinsip moral universal, sehingga taat pada prinsip benar dan salah sama pentingnya dengan konsep kepentingan. Berupaya membangun kembali dunia dengan image Amerika untuk menyelamatkan dunia. Misi AS to serve as “the custodian (penjaga) of the future of humanity.”
(2) Pragmatism/realism or ad hoc problem solving: Menghindari tujuan-tujuan yang bersifat moral, ideologis, atau doktrinal dan lebih peduli pada kepentingan-kepentingan dan hasil yang kongkrit didasarkan pada standar evaluasi. Nilai-nilai seperti demokrasi yang mempromosikan debat publik dan pluralisme yang mendorong kelompok dan individu yang beranekaragam untuk bersama dan sama-sama menerima – kompromi - merupakan solusi terhadap persoalan mereka. Cenderung mendukung pendekatan pragmatis terhadap penyelesaian masalah termasuk politik luar negeri.
B. Foreign policy orientation continuum (based on broad attitudes toward US policy): (1) isolationism and (2) internationalism: Isolationism: Keinginan untuk menjaga agar AS tetap berada di luar keterlibatan politik dan militer yang substansial di dunia, utamanya Eropa, tanpa memikul tanggungjawab terhadap dunia, bertindak sebagai agen perubahan dunia, atau campurtangan dalam masalah-masalah dunia. (2) Internationalism: Menghendaki AS harus aktif terlibat dalam politik dunia untuk mempertahankan kepentingan AS serta menyediakan kepemimpinan AS yang diperlukan. AS memiliki tanggungjawab yang harus dilaksanakan melalui partisipasi dan kepemimpinan.
Konteks konstiusi amerika serikat Berasal dari Konstitusi AS. Prinsip akuntabilitas dan akses di pihak publik, membuat politik luar negeri AS sebagai target yang sah dari kepentingan dan tekanan publik, menyebabkan pembuat kebijakan luar negeri AS secara benar peduli dengan penerimaan publik. Prinsip pemisahan kekuasaan dan “checks and balances” dengan mana kekuasaan pembuatan keputusan dibagi, didistribusikan dan diseimbangkan diantara tiga cabang kekuasaan. Konstitusi AS tidak menunjuk pada cabang apapun kekuasaan politik luar negeri. Konstitusi AS memecah-mecah kekuasaan politik luar negeri dan menyerahkannya kepada Kongres dan eksekutif, memaksanya untuk berbagi tanggungjawab.