DEWAN PENGURUS PUSAT PERSATUAN UMMAT ISLAM (PUI)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
IMPLIKASI REGULASI PENDIDIKAN TERHADAP GURU DAN DOSEN
Advertisements

Direktorat Pembinaan SMA
AMAR, IMPLIKASI, DAN SOLUSI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR /PUU-VII/2009 Dibacakan: 31 Maret 2010 Kementerian Pendidikan Nasional April.
DITPAI DITJEN PENDIS KEMENAG RI
PERATURAN MENTERI ESDM No. 38 TAHUN 2013
Perkeretaapian Khusus Tahap III Tahapan Menuju Perubahan Regulasi Jakarta 21 Juni 2011.
Pembubaran Koperasi Rita Tri Yusnita Sumber:
BIRO HUKUM DAN ORGANISASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013.
DISKUSI KELOMPOK TERFOKUS IDENTIFIKASI MASALAH PENDIDIKAN DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN DAN PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN.
TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN APBN PADA SATUAN KERJA
mekanisme ijin pendirian dan perubahan perguruan tinggi
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
PERSEROAN TERBATAS (P.T.)
SOSIALISASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
SUMBER: Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI SUMBER:
Penyelenggara perguruan Tinggi Swasta Dalam Sistim Pendidikan Nasional
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UNDANG–UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Mendirikan Koperasi dan Proses Pengesahan Badan Hukum Koperasi
KEBIJAKAN BIRO HUKUM DAN KLN DALAM BIDANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KETERKAITAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BADAN.
Sosialisasi EQA BAN-PT – Dikti, Juli-Agustus 2009.
LEMBAGA HUKUM JAMINAN HUTANG Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
KEBIJAKAN BAN-PT KEBIJAKAN BAN-PT BAN-PT BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI JAKARTA 2009.
MATERI 8 HUKUM PERUSAHAAN
Oleh : Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH, MLI
Dr. H. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N.
GRAND DESAIN SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
SOSIALISASI SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN EMI ( Evaluasi Mutu Internal ) Salatiga Juli 2013 UKSW.
PERAN PPID DAN PPID PEMBANTU DALAM LAYANAN INFORMASI PUBLIK
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2010 Tentang PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN.
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
DAN DEWAN PENASEHAT FKUB DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN DI DAERAH
PROV. JATENG SOSIALISASI PELAKSANAAN AKREDITASI APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014.
Pertahanan dan Keamanan Negara
PENGELOLAAN KURIKULUM
AKREDITASI BERMUTU UNTUK PENDIDIKAN BERMUTU
PEMINDAHAN HAK DENGAN INBRENG
PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006
Analisis Standar Penilaian
KEBIJAKAN BAN-PT KAMANTO SUNARTO KETUA BAN-PT
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL
BPSDMPK-PMP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2012.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS PENDIDIKAN DASAR TAHUN 2009
Pengelolaan Dana Hibah
DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN IZIN LINGKUNGAN
Materi-8 HAK GUNA BANGUNAN
KERANGKA STRATEGIS PROGRAM AKREDITASI MADRASAH
SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DAN PERATURAN PERUSAHAAN
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Materi-9 HAK PAKAI DEWI NURUL MUSJTARI,S.H., M.HUM
Disampaikan pada acara :
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
Pelaksanaan Pendidikan Berdasarkan UUSPN 20 Tahun2003
Bahan Kuliah FH UII Yogyakarta 2016.
UNDANG–UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Undang Undang Sisdiknas no. 20 Tahun 2003
KEBIJAKAN PENATAAN PERTANAHAN DALAM HAK PAKAI
Kelompok 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1991 Tentang Latihan Kerja.
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
ARAH KEBIJAKAN KEMENDIKBUD DALAM PENDIDIKAN INFORMAL (SEKOLAHRUMAH)
Ktimpangan dalam pendidikan pasca reformasi. UUD 1945 “mencerdaskan bangsa” UUSPN No.20 tahun 2003 mengamanatkan melalui salah satu pasalnya tentang prinsip.
Transcript presentasi:

DEWAN PENGURUS PUSAT PERSATUAN UMMAT ISLAM (PUI) Sikap dan Saran Mengenai Peraturan Menteri Agama No. 3 tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

PUI menyatakan dan mengusulkan agar seluruh anggota DPR mengambil sikap tegas MENOLAK DAN TIDAK MENGAKUI keberadaan Peraturan Menteri Agama nomor 3 tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

dengan alasan PMA itu cacat hukum dengan alasan PMA itu cacat hukum. Semangat dan isinya banyak melanggar dan bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang: Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

1. PMA itu cacat hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UU no 1. PMA itu cacat hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab III pasal 4 ayat 6, yang mengharuskan penyelenggaraan pendidikan “dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelengaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan”. Hal ini dipertegas dalam penjelasan PP no. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pada paragraf keempat dan kelima di ketentuan I Umum, yang menjelaskan panjang lebar peran serta masyarakat selama ini dalam pendidikan keagamaan.

Dalam ketentuan-ketentuan PMA no Dalam ketentuan-ketentuan PMA no. 3 tahun 2012, yang tampil adalah semangat etatisme, bukan pemberdayaan masyarakat, dimana negara hendak menyeragamkan, mengawasi, mengontrol, mengendalikan, membuat sentralisasi pendidikan, serta mematikan keinginan masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan.

Di dalam PMA ditetapkan, antara lain, sentralisasi perizinan pendirian lembaga pendidikan diniyah formal melalui Menteri Agama (pasal 7, ayat 1), penggunaan nama lembaga wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri Agama (pasal 8, ayat 2), akreditasi terhadap pendidikan diniyah formal dilakukan oleh badan akreditasi independen tertentu (pasal 22, ayat 2), pengawasan dilakukan oleh Dirjen atau pejabat ditunjuk (pasal 33), pendidikan diniyah formal harus di dalam pesantren, dll.

2. PMA itu cacat hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UU no 2. PMA itu cacat hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UU no. 20/2003 tentang Sisdiknas, bab III pasal 4 ayat 1, yang menyatakan, “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.”

Dalam PMA terjadi diskriminasi dan tak menghargai kemajemukan Dalam PMA terjadi diskriminasi dan tak menghargai kemajemukan. PMA itu hanya mengakui pendidikan pesantren salafiyah (pasal 35) sebagai satu-satunya pesantren di Indonesia dan mengabaikan keberadaan pesantren lainnya baik yang disebut modern atau cukup disebut pesantren saja tanpa embel-embel salafiyah atau modern.

Padahal, dalam UU no. 20/2003 maupun PP no Padahal, dalam UU no. 20/2003 maupun PP no. 55/2007, pesantren yang diakui sebagai bentuk pendidikan keagamaan tidak mengacu secara spesifik kepada pesantren salafiyah. Pengakuan PMA terhadap pesantren salafiyah sebagai satuan pendidikan pun hanya menganggapnya setaraf dengan diniyah nonformal (pasal 36, 37, 38, 39, 40). Sungguh malang nasib pesantren di mata PMA. Betapa lemah posisinya.

3. PMA itu cacat hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UU no 3. PMA itu cacat hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UU no. 20/2003 tentang Sisdiknas, pasal 11 ayat 1 dan 2, serta dengan PP no. 55/2007 pasal 12 ayat 1 berikut penjelasannya, yang mengatur kewajiban pemerintah memberikan bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan. Tidak satu pun pasal dicantumkan di PMA, yang mestinya mengatur tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dalam hal penyediaan biaya, sumberdaya dan infrastruktur pendidikan keagamaan.

4. PMA itu juga cacat hukum dalam hal pembuatannya, yakni menyalahi amanat PP no. 55/2007 pasal 50 Bab VI Ketentuan Penutup, yang menetapkan semua peraturan perundang-undangan terkait PP itu (termasuk PMA) sudah harus dibuat paling lambat dua tahun sejak berlakunya PP itu mulai 5 Oktober 2007. Seharusnya PMA sudah selesai dibuat pada 5 Oktober 2009. Dalam hal ini, pemerintah cq. Kemenag telah lalai menjalankan tugas dan amanat PP no. 55/2007, karena baru menerbitkan PMA pada 23 Februari 2012.

5. PMA itu catat hukum karena melalaikan amanat PP no 5. PMA itu catat hukum karena melalaikan amanat PP no. 55/2007 pasal 19 ayat 2 yang menuntut dibuatnya Peraturan Menteri Agama yang mengatur ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan tentang standar kompetensi ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam. PMA no. 3/2012 sama sekali tidak mencantumkan satu pasal pun yang mengatur mengenai kedua hal tersebut.

SARAN-SARAN   Berikut ini sebagian saran yang PUI ajukan untuk memperbaiki atau melengkapi isi Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Keagamaan Islam jika hendak diterbitkan kembali setelah dibatalkan terlebih dahulu.

1. Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Keagamaan Islam yang akan dibuat kembali nantinya tidak perlu mengatur terlalu jauh dan begitu rinci hingga mengubah berbagai hal yang sudah berjalan dengan baik di lingkungan pendidikan diniyah formal/nonformal serta di pesantren.

2. Hendaknya ditegaskan ketentuan adanya kewajiban pemerintah untuk memberikan bantuan dana, sumberdaya dan infrastruktur pendidikan baik bagi pendidikan diniyah maupun pesantren. Bantuan itu harus diberikan secara adil dan transparan bagi seluruh kalangan masyarakat, jangan hanya diberikan pada kelompok tertentu saja.

3. Pesantren ya pesantren, tidak boleh dibedakan antara pesantren salafiyah dan pesantren lainnya, apalagi kemudian yang satu dimasukkan ke dalam ketentuan PMA sementara yang lainnya tidak. Itu diskriminasi namanya.

4. Pendidikan diniyah formal tidak harus diselenggarakan di pesantren, agar animo masyarakat untuk berperan serta dalam mensyiarkan Islam melalui jalur pendidikan dan dakwah tidak surut. Maka Pasal 1 huruf 2 PMA no. 3 tahun 2012 perlu diperbaiki menjadi: “Pendidikan diniyah formal adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakn secara terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar dan menengah”.

5. Persyaratan pendirian dan pendaftaran pendidikan diniyah formal/nonformal jangan dipersulit dan membebani masyarakat. 6. Pendirian pendidikan dinyah tidak wajib memperoleh izin menteri, cukup dengan “mendaftar” pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Ayat-ayat pasal 7 PMA no. 3 tahun 2012 perlu direvisi/diganti. 7. Syarat-syarat pendaftaran harus tidak menyulitkan penyelenggara.

8. Pendidikan diniyah formal boleh didirikan oleh perorangan atau lembaga kemasyarakatan, dan boleh didirikan di luar pesantren. 9. Syarat adanya sarana pondok/asrama dalam pendidikan diniyah formal (Pasal 16 Ayat 1 huruf a) harus dihapus. 10. Harus dihapus adanya syarat penyediaan dana tiga tahun yang memberatkan, untuk mendirikan pendidikan diniyah formal (Pasal 17 ayat 2), harus dihapus dan ditiadakan.

11. Penamaaan pendidikan diniyah formal diserahkan kepada penyelenggara, tak usah ditentukan pemerintah (ayat-ayat pada Pasal 8). Tidak perlu izin dan persyaratan apa pun.

Terima Kasih Demikian sikap dan usul PUI. Wallahu a’lam bisshawab.