WARGA NEGARA DAN PARTISIPASI POLITIK
Partisipasi dan Pendidikan Politik Lazimnya partisipasi diartikan sebagai keterlibatan dan keikutsertaan dalam suatu kegiatan tertentu. Dalam konteks politik, partisipasi politik diartikan sebagai kegiatan warga negara untuk turut serta atau mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan atau proses-proses politik.
Pandangan Huntington tentang pengertian partisipasi politik yakni kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan warga negara preman di sini adalah sebagai perorangan-perorangan sebagai warga negara yang mempunyai peranan-peranan tertentu.
Bagaimana memperluas partisipasi Myron Weiner, seperti dijelaskan oleh Mas’oed dan MacAndrew (2000) yaitu proses modernisasi; perubahan-perubahan struktur kelas sosial; pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern; konflik diantara kelompok-kelompok pemimpin politik; keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial.
Bentuk-bentuk Partisipasi Politik Partisipasi Konvensional: Pemberian suara (voting) Diskusi politik Kegiatan kampanye Membentuk dan bergabung dalam kelompok-kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif
Partisipasi Non Konvensional: Pengajuan petisi Berdemonstrasi Konfrontasi Mogok Tindak kekerasan politik terhadap harta benda seperti penjarahan, perusakan, pengeboman, pembakaran Tindakan kekerasn politik terhadap manusia: penculikan, pembunuhan.Perang gerilya dan revolusi.
Pendidikan Politik Alfian (1986) menjelaskan makna pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Sudiharto Djiwandono (1983) mengemukakan bahwa pendidikan politik merupakan suatu proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, penting bagi seluruh rakyat, bagi seluruh warga.
Fungsi Pendidikan Politik Pendidikan politik berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung . Hal ini berarti bahwa pendidikan politik menekankan kepada upaya pemahaman tentang nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara (Endang Sumantri, 2003).
Tujuan Pendidikan Politik Sadar akan hak dan kewajiban serta tanggungjawab terhadap kepentingan bangsa dan negara yang diwujudkan melalui keteladanan. Memiliki ketaatan terhadap hukum dan konstitusi yang dilandasi dengan penuh kesadaran. Memiliki disiplin pribadi, sosial, dan nasional. Memiliki visi atau pandangan ke depan serta tekad perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan maju, yang didasarkan kepada kemampuan objektif bangsa. Mendukung sistem kehidupan nasional yang demokratis secara sadar. Aktif dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan kesadaran akan keanekaragaman bangsa. Sadar akan pemeliharaan lingkungan hidup dan alam secara selaras, serasi, dan seimbang. Mampu melaksanakan penilaian terhadap gagasan, nilai, serta ancaman yang bersumber dari luar Pancasila dan UUD 1945 atas dasar pola pikiran atau penalaran logis.
Kecerdasan Moral (Moral Intelligence) Kecerdasan moral (moral intelligence) Michelle Borba (2001:8) meliputi : empati, kesadaran, pengendalian diri, respek, kebaikan, toleran, dan kejujuran. Membangun kecerdasan moral tersebut berlangsung secara setahap demi setahap, artinya proses tersebut tidaklah berjalan dengan mudah melainkan akan dihadapkan pada banyak kendala dan tantangan.
Demokrasi Demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktek dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Selanjutnya Alamudi mengenukakan sokoguru demokrasi, yaitu : (a) kedaulatan rakyat, (b) pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah, (c) kekuasaan mayoritas, (d) hak-hak minoritas, (e) jaminan hak asasi manusia, (f) pemilihan yang bebas dan jujur, (g) persamaan di depan hukum, (h) proses hukum yang wajar, (i) pembatasan pemerintahan secara konstitusional, (j) pluralisme sosial, ekonomi, dan politik, (k) nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.
Penerapan Demokrasi Penerapan demokrasi dalam suatu negara, bergantung kepada: (1) Ideologi dan falsafah yang dianutnya; (2) sistem nilai budaya yang dimilikinya; (3) karakteristik masyarakatnya; (4) sejarah kehidupan bangsa dan negaranya.
Nilai demokrasi (Mayo): Prinsip/asas demokrasi: pengakuan atas partisipasi rakyat dlm pemerintahan pengakuan terhadap HAM Nilai demokrasi (Mayo): 1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. 2. Menjamin terselenggaranya perubahan dalam masyarakat secara damai atau tanpa gejolak. 3.Menyelenggarakan pergantian kepemimpinan secara teratur. 4. Menekan penggunaan kekerasan seminimal mungkin. 5. Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman. 6. Menjamin tegaknya keadilan.
10 pilar demokrasi Indonesia (A.Sanusi): Demokrasi berdasarkan Ketuhanan YME Demokrasi berdasarkan HAM Demokrasi berdasarkan kedaulatan rakyat Demokrasi berdasarkan kecerdasan rakyat Demokrasi berdasarkan pemisahan kekuasaan negara Demokrasi berdasarkan otonomi daerah Demokrasi berdasarkan supremasi hukum (rule of law) Demokrasi berdasarkan peradilan yang bebas Demokrasi berdasarkan kesejahteraan rakyat Demokrasi berdasarkan keadilan sosial.