Manggala Wanabakti, Jakarta 1 Februari 2011 KOMUNIKASI PUBLIK RISET MENJAWAB TANTANGAN PERUBAHAN IKLIM: IMPLEMENTASI REDD+ DI INDONESIA Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
TATA KEPEMERINTAHAN KEHUTANAN DALAM IMPLEMENTASI REDD Haryatno Dwi Prabowo Sulistya Ekawati Fitri NurFatriani Indartik Niken Sakuntaladewi
Pemerintah (legislatif, eksekutif dan yudikatif) Dunia usaha (corporate governance) MASYARAKAT CIVIL SOCIETY TIGA PILAR GGTIGA PILAR GG Prinsip-prinsip Good Governance BAIKBAIK
GG paradigma baru dalam administrasi publik Secara politik akseptabel Secara hukum efektif Secara administrasi efisien. GG diterjemahkan sebagai tata kepemerintahan Tata kepemerintahan yang baik adalah mekanisme, praktik dan tata cara dimana pemerintah (legislatif, eksekutif dan yudikatif), dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat (civil society) secara bersama-sama mengatur sumberdaya serta memecahkan masalah-masalah publik dengan prinsip utama akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan partisipasi (participation).
EMISI DEFORESTASI HUTAN TROPIS MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SKEMA REDD TATA KEPEMERINTAHAN KEHUTANAN YANG BAIK
TIGA CARA DUKUNGAN GCG DALAM SKEMA REDD (IFCA, 2008) 1.Peningkatan efektivitas kebijakan dan kelembagaan pemerintah, termasuk agensi pengelola hutan dan penegakan hukum 2.Menciptakan insentif yang lebih baik untuk pengelolaan hutan dan menghapus insentif yang negatif 3.Menjaga pembayaran REDD dari korupsi dan state capture, dengan menjamin bahwa mekanisme pembayaran dan institusi finansial yang capable, accountable dan bebas dari pengaruh politik
KAIDAH GOOD GOVERNANCE DALAM INSENTIF REDD Insentif REDD: 1. manfaat yang diperoleh dari kegiatan REDD berupa dukungan finansial dan atau transfer teknologi dan atau peningkatan kapasitas (Permenhut No 30/2009) sampai pada pihak yg tepat bentuk insentif sangat tergantung pd kebutuhan stakeholder dan konteks tertentu
2. Untuk Indonesia bentuk insentif yang dapat diterapkan (Wollenberg dan Baginski, 2009) : – Insentif untuk pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu untuk menerapkan RIL – Insentif untuk kegiatan pertanian atau perkebunan di lahan terdegradasi – Program peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk mengurangi perambahan dan penebangan liar – Pembayaran jasa lingkungan khususnya untuk peningkatan penyerapan karbon. 3. Bentuk alternatif insentif untuk konservasi tanah dan air: – hak kepemilikan, insentif mata pencaharian, tindakan pasar, tindakan finansial, tindakan fiskal
1. Prasyarat skema insentif berjalan : Keseimbangan antara efisiensi dan keadilan Perlu sistem yg akuntabel dan transparan Fokus pd tujuan jangka panjang 2. Perlu penguatan kelembagaan yg ada saat ini untuk mengelola insentif REDD KAIDAH GOOD GOVERNANCE DALAM INSENTIF REDD (lanjutan)
3. Peran kelembagaan pengelola insentif potensial : Menerima dan mendistribusikan insentif Meregister untuk mencatat kredit pengurangan emisi Menyiapkan peraturan hukum pendistribusian insentif Penegakan hukum terkait REDD Monitoring dan verifikasi untuk memastikan tercapainya pengurangan emisi Mengimplementasi dan mengorganisasi administrasi untuk menangani kontrak & logistik Mengorganisasi mekanisme redistribusi insnetif internal
Mekanisme distribusi insentif : masih dalam proses penyiapan – Sistem fiskal, trust fund? Prasyarat distribusi insentif REDD: – Transparan – Adil – Proporsional – Efisien – Efektif Insentif diberikan sesuai dengan kontribusi dalam penurunan emisi KAIDAH GOOD GOVERNANCE DALAM INSENTIF REDD (lanjutan)
Rancangan Mekanisme Distribusi Insentif Voluntary Carbon Market
Compliance Carbon Market
Cifor (2009)WRI (2010)Down to earth (2010) Puslitbang PIK (2010) 1. Teknologi 2. Pembayaran 3. Akuntabilitas 4. Pendanaan 1. Real or additional emission ? 2. Leakage 3. Permanent or temporary ? 4. MRV ? 1. Ketidaksetara an politik 2. Konservasi anti masyarakat 3. Hak, konflik & persyaratan yang tidak adil 4. korupsi 1. Status kawasan 2. Kapabilitas Pemda dan masy 3. Distribusi manfaat 4. Kelembagaan TANTANGAN REDD
ELEMEN YANG PERLU DISUSUN UNTUK KEBERHASILAN REDD*) *) Hasil diskusi dalam lokakarya FAO/ITTO dibawah UNFCC 1.Kejelasan land use, tenurial dan akses 2.Meningkatkan kepatuhan dan penegakan hukum 3.Reformasi institusi kehutanan, pertanian, dan sektor lain 4.Membangun dan mengimplementasikan strategi REDD 5.Menetapkan skenario referensi emisi dan sistem monitoring yang efektif 6.Meningkatkan kerangka kerja legislatif
TATA KEPEMERINTAHAN REDD (FORSYTH, 2008) MULTI LEVEL GOVERNANCE MULTI ACTOR actor (actors) skala (scales) kepentingan (interests). INSTITUSI BERSARANG (NESTED INSTITUTIONS)
MODEL UNTUK MENERAPKAN MULTI LEVEL GOVERNANCE (MORLOT, 2009) 1.Core area 2.Inner periphery 3.Outer periphery Memfasilitasi interaksi antara aktor-aktor yang berbeda
REDD Dan TATA KELOLA KAWASAN Kawasan hutan khususnya di luar P. Jawa cenderung menjadi “open access resources” (Kartodihardjo, 2006) Dari sisi implementasi REDD+, kelemahan tata kelola kawasan akan: meningkatkan resiko kebocoran (leakage) kurang optimalnya distribusi REDD kepada stakeholders yang berhak
KPH sebagai unit manajemen diharapkan bisa menjadi lembaga di tingkat tapak yang dapat melaksanakan pengelolaan hutan secara lestari (critical bagi implementasi REDD+) Tantangan utama bagi pembangunan KPH ke depan : Kelembagaan : Organisasi dan Tata Hubungan Masalah akses terbuka (tenurial kawasan) Pendanaan
Terimakasih