RESENSI NOVEL AZAB DAN SENGSARA Oleh : Nur fajriah 0605349 Bahasa B
Unsur Intrinsik Judul buku : Azab dan Sengsara Pengarang : Merari Siregar Tema : Kehidupan Seorang Gadis Tokoh : Mariamin adalah seorang gadis yang cantik dan baik hati. Aminudin adalah seorang anak yang berbudi pekerti luhur sopan santun dan sangat pintar. Sutan Baringin adalah seorang yang berwatak keras dan sombong. Nuria adalah seorang yang lembut, penyayang dan baik hati. Bapaknya Aminuddin Ibunya Aminuddin Istri Aminuddin Baginda Mulia Marah Sait(Pakrol Bambu/Pengacara)
Latar : Di sebuah gubuk di tepi sungai di kota Sipirok Di sebuah gubuk di tengah-tengah sawah Sungai di kota Sipirok Rumah Mariamin yang besar Di Medan (Deli) di rumah Kasibun(suami Mariamin) Di kebun tempat Aminuddin bekerja Kampung A yang dikepalai oleh Bapaknya Aminuddin Pekuburan Mariamin di sebrang jalan kampung A Amanat Allah S.W.T menjadikan laki-laki dan perempuan dan mempersatukan mereka itu dengan maksud, supaya mereka itu berkasih-kasihan; si perempuan menyenangkan hati suaminya dan si suami menghiburkan hari istrinya. Maka seharusnyalah mereka sehidup semati, artinya; kesengsaraan sama di tanggung, kesenangan sama dirasa. Itulah kewajiban seorang suami istri.
Alur novel ini campuran, yaitu alur maju dan alur mundur Sudut Pandang Orang pertama tunggal yang ditandai dengan kata: Adinda Kakanda Anakanda 2. Orang kedua yang di tandai dengan kata: Anggi (adik) Angkang (Kakak) Gaya Penulisan Gaya penulisan novel ini adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dan dicampuri oleh bahasa Melayu.
SINOPSIS Senja itu, di tepi kota Sipirok. Seorang gadis yang cantik jelita sedang duduk di atas sebuah batu besar. Aminuddin adalah seorang anak kepala kampung di kampung A, harta ayahnya berlimpah dan sawahnya sangan luas, ayah dan ibunya sangatlah menyayangi Aminuddin, selain ia anak satu-satunya, ia juga anak yang berbudi pekerti luhur, sopan santun dan sangat pintar. Aminuddin dan Mariamin adalah bersaudara, ibu Aminuddin adalah saudara perempuan Sutan Baringin (bapaknya Mariamin), tetapi mereka sekarang agak jauh, karena Sutan Baringin yang tadinya adalah seorang yang hartawan lagi bangsawan , kini telah tiada, dan kekayaannya yang berlimpah, kini telah lenyaplah sudah. Hal ini disebabkan oleh kelakuan Sutan Baringin yang suka sekali berperkara.
Pada suatu petang, mereka berdua pergi ke sawah Pada suatu petang, mereka berdua pergi ke sawah. Pada saat itu langit terlihat sangat gelap, alamat akan adanya badai besar. Aminudinpun mengajak Riam pulang, tetapi karena pekerjaan Riam mengiangi padi belum selesai, maka Riam hendak menyelesaikan dahulu, akhirnya karena Aminudin tidak tega meninggalkan Riam, iapun membantu menyelesaikan pekerjaan Riam sampai selesai. Semenjak kejadian itu Mariamin pun berhutang kepada Aminudin dan iapun mengenal makna ‘Hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati’. Ayah Mariamin dan ibu Aminudin adalah saudara sekandung, mereka hidup dengan bergelimpangan harta, ayah mereka seorang bangsawan dan sangat kaya di kota Sipirok. Ketika sudah dewasa Sutan Baringin dinikahkan oleh ibunya dengan seorang gadis bernama Nuria (ibunya Mariamin),
Hari itu Sutan Baringin menerima surat dari Deli yang berisi bahwa kerabatnya itu akan segera pindah ke kampung halamannya, yaitu Sipirok. Kabarnya ia telah mendapat surat pindah dan bulan depan ia hendak pindah ke Sipirok. Persausaraan mereka berawal dari kakek mereka, kakek mereka mempunyai istri kedua yaitu yang muda adalah nenek dari Baginda Mulia yang mengirim surat kepada Sutan Baringin, sedang istri pertama adalah nenek dari Sutan Baringin. Pada sidang pertama Sutan Baringin kalah, kemudian ia meminta naik banding ke pengadilan yangkebih tinggidi Padang. Dan iapun menggunakan saksi-saksi palsu, tetapi tetap saja ia kalah, sehingga harta bendanya habis. Perkara ini berlangsung hingga lima tahun lebih.
Setelah semua harta habis Setelah semua harta habis. Sapi dan kerbau telah habis dijual, sisanya tinggal rumah dan itupun harus diberikan kepada Baginda Mulia. Setelah jatuh miskin, sekarang Sutan Baringin terbaring lemah di atas tikar yang lusuh, badannya panas dan iapun selalu merasa dahaga. Namun demikian si istri selalu setia melayaninya, walaupun ia selalu disia-siakan Sutan Baringin. Setelah selesai berkata-kata, nafas Sutan Baringin tersendat-sendat, dan………………semoga ia pergi dengan tenang!!! Sepeninggal Sutan Baringin, amatlah susah ibunya Mariamin, Ia harus mencari upah untuk ,emdapatkan sesuap nasi. Begitu pula dengan Mariamin, Ia ikut ke sawah mencari upah membantu ibunya.
Mariamin sudah beranjak dewasa, sudah sepantasnya Ia berkeluarga, akhirnya ibunya menanyakan kepada Mariamin tentang pernikahan, karena ada seorang pemuda yang memintanya. Aminudin berkirim surat kepada Mariamin, bahwasannya Ia telah mendapat pekerjaan di Deli, dan Mariaminpun membalasnya dengan suka cita. Selang beberapa saat Aminudin berkirim surat kepada ayahnya di Kampung. Ia hendak meminta Mariamin untuk menjadi istrinya. Tetapi orang tuanya merasa Mariamin tidak pantas untuk anaknya Aminudin, akhirnya mereka meminta gadis dari mara siregar, dan gadis itu adalah anak seorang kepala kampung, derajatnya sama, dan iapun sangat cantik. Setelah semuanya beres, ayahnyapun segera mengirim kawat kepada Aminudin yang isinya bahwa Ia akan membawakan gadis itu kepada Aminudin.
Di Deli Aminudin bersiap-siap menyambut kedatangan Mariamin dengan girangnya, tetapi…..siapakah yang dibawakan ayahnya itu? Keesokan harinya Aminudin mengirim surat kepada Mariamin, Ia hendak memberitahukan kejadian yang menimpa cinta mereka. Apakah yang terjadi dengan Mariamin??? Hari-hari dilalui Mariamin dengan menyibukan diri bekerja, dua tahun sudah Ia bekerja, tapi pada tahun ini Ia akan berangkat ke Padangsidempuan bersama seorang pemuda yang akan menikahinya. Sebenarnya Ia tidak mau, tapi ibunya selalu membujuknya, apa boleh buat???
Setelah tiba beberapa hari di Medan, Mariaminpun tahu bahwa suaminya mempunyai penyakit yang sangat membahayakan, apabila mereka berhubungan intim tentulah Mariaminpun akan tertular penyakit itu juga. Fikiran Mariaminpun kacau,,,”Menerima ajakan suaminya untuk berhubungan intim atau menolaknya?”. Akhirnya Mariamin memutuskan untuk menjaga badannya dari sentuhan suaminya dan menyuruh suaminya berobat dengan giat. Siksaan demi siksaan dirasakan Mariamin. Disaat malam Mariamin aiusir dari ranjang, mau keluar, pintu kamar telah dikunci oleh suaminya itu, mau tidur di lantai, lantai itu telah diguyur air oleh Kasibun, Mariaminpun hanya bisa menangis, tapi bila tangisan Mariamin terdengar, maka Mariamin dipukulnya, dan apabila ia merasa lelah untuk bangun, maka Ia memukul Mariamin dengan tongkatnya.
Karena Mriamin merasa tidak kuat, keesokannya Ia pergi ke kantor polisi untuk melporkan kelakuan suaminya kepada polisi, dan setelah itu pengadilan berjalan. Kasibun hanya didenda 25.000 rupiah, dan Mariamin dipulangkan ke kampungnya, ke kota Sipirok dengan membawa rasa malu, karena Ia tidak bisa memelihara rumah tangganya. Apa yang terjadi dengan Mariamin??? Ia tidak ada di gubuk di pinggiran sungai itu, mungkinkah ada di Kampung A? di kampung ayah Aminudin? Tidak, Ia tidak ada di kampung itu, tapi kita lihat ke sebrang jalan dari kampung ayah Aminudin itu, lihatlah kuburan yang baru itu, tanahnya masih merah…….itulah tempat Mariamin, anak dara yang saleh itu, untuk beristirahat selama-lamanya. Dan disanalah air mata itu kering karena suatupun tak ada yang menyusahkan hati. Azab dan sengsara ini telah tinggal di bumi, berkubur dengan jasad badan yang kasar itu.
Terima kasih………