Aspek Perpajakan Atas Jasa Penelitian Sleman,10 Juni 2010
DEFINISI - DEFINISI (psl 1 angka 2 UU No. 6/1983 sttd UU No DEFINISI - DEFINISI (psl 1 angka 2 UU No. 6/1983 sttd UU No. 28/2007 tentang KUP) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Psl 1 angka 3 UU No. 6/1983 sttd UU No. 28/2007 tentang KUP Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Yang Menjadi Subjek Pajak ((Psl 2 ayat (1) UU No. 7/1983 sttd UU No Yang Menjadi Subjek Pajak ((Psl 2 ayat (1) UU No. 7/1983 sttd UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan)) a. 1. Orang Pribadi 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; b. badan; dan c. bentuk usaha tetap
Penjelasan Badan ((psl 2 ayat (1) huruf b UU No. 7/1983 sttd UU No Penjelasan Badan ((psl 2 ayat (1) huruf b UU No. 7/1983 sttd UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan)) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Objek Pajak Penghasilan ((Psl 4 ayat (1) UU No. 7/1983 sttd UU No Objek Pajak Penghasilan ((Psl 4 ayat (1) UU No. 7/1983 sttd UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan)) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia.
JIKA SYARAT SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF TERPENUHI MAKA ----------------- > TERUTANG PAJAK PENGHASILAN
Aspek PPh & PPN Jasa Penelitian
Aspek PPh Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; royalti; dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e; ((Psl 23 ayat (1) huruf a UU No. 7/1983 sttd UU No. 36/2008 tentang PPh))
b. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. ((Psl 23 ayat (1) huruf c UU No. 7/1983 sttd UU No. 36/2008 tentang PPh))
((Psl 23 ayat (1a) UU No. 7/1983 sttd UU No. 36/2008 tentang PPh)) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). ((Psl 23 ayat (1a) UU No. 7/1983 sttd UU No. 36/2008 tentang PPh))
Aspek PPN Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. (Pasal 1 angka 5 UU No. 8/1983 sttd Uu. No. 42/2009 tentang PPN)
(Pasal 1 angka 6 UU No. 8/1983 sttd Uu. No. 42/2009 tentang PPN) Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini. (Pasal 1 angka 6 UU No. 8/1983 sttd Uu. No. 42/2009 tentang PPN) Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak. (Pasal 1 angka 7 UU No. 8/1983 sttd Uu. No. 42/2009 tentang PPN)
(Pasal 1 angka 13 UU No. 8/1983 sttd UU. No. 42/2009 tentang PPN) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
(Pasal 1 angka 14 UU No. 8/1983 sttd UU. No. 42/2009 tentang PPN) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean
(Pasal 1 angka 15 UU No. 8/1983 sttd UU. No. 42/2009 tentang PPN) Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
Objek PPN (Pasal 1 angka 7 UU No. 8/1983 sttd UU. No Objek PPN (Pasal 1 angka 7 UU No. 8/1983 sttd UU. No. 42/2009 tentang PPN) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; impor Barang Kena Pajak; penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN Objek PPN (Pasal 4A ayat 3 UU No Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN Objek PPN (Pasal 4A ayat 3 UU No. 8/1983 sttd Uu. No. 42/2009 tentang PPN) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut: jasa pelayanan kesehatan medik; jasa pelayanan sosial; jasa pengiriman surat dengan perangko; jasa keuangan; jasa asuransi; jasa keagamaan; jasa pendidikan;
jasa kesenian dan hiburan; jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; jasa tenaga kerja; jasa perhotelan; jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; Jasa penyediaan tempat parkir; Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan Jasa boga atau katering
JIKA SYARAT SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF TERPENUHI MAKA ----------------- > TERUTANG PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
KESIMPULAN JASA PENELITIAN DIKENAKAN : UNTUK BADAN : PPH PASAL 23 SEBESAR 2% (KECUALI YANG TELAH DIKENAKAN PPH PASAL 21) ------------ > MASUK KATEGORI JASA TEKNIK/ JASA MANAJEMEN
UNTUK ORANG PRIBADI / PERSEORANGAN (TENAGA AHLI) ---- > BUKAN TIM : PPH PASAL 21 SUMBER DANA : KEUANGAN NEGARA / DAERAH (PP 80/2010) GOL III DIPOTONG 5% DAN BERSIFAT FINALA FINAL GOL IV DIPOTONG 15 % DAN BERSIFAT FINAL GOL II/d KE BAWAH DIPOTONG PPH 21 0% DAN BERSIFAT FINAL
SUMBER DANA : NON KEUANGAN NEGARA / DAERAH A. JIKA BERKESINAMBUNGAN TARIF PASAL 17 AYAT (1) HURUF a X JUMLAH KUMULATIF DALAM SATU TAHUN KALENDER DARI (50% X PENGHASILAN BRUTO)
B. JIKA TIDAK BERKESINAMBUNGAN TARIF PASAL 17 AYAT (1) HURUF a X (50% X PENGHASILAN BRUTO) DARI SETIAP KALI PEMBAYARAN
PPN SEBESAR 10% ---------- > JASA PENELITIAN TIDAK DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
JIKA BADAN TERSEBUT DI ATAS DALAM PELAKSANAAN PENELITIAN DISUB KONTRAK KAN KE BADAN LAIN, MAKA WAJIB MEMOTONG PPH PASAL 23 JIKA BADAN TERSEBUT DI ATAS MEMPEKERJAKAN TENAGA AHLI UNTUK PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, MAKA WAJIB MEMOTONG PPH PASAL 21
PPH PASAL 21 ATAS TENAGA AHLI A. JIKA BERKESINAMBUNGAN TARIF PASAL 17 AYAT (1) HURUF a X JUMLAH KUMULATIF DALAM SATU TAHUN KALENDER DARI (50% X PENGHASILAN BRUTO)
B. JIKA TIDAK BERKESINAMBUNGAN TARIF PASAL 17 AYAT (1) HURUF a X (50% X PENGHASILAN BRUTO) DARI SETIAP KALI PEMBAYARAN
JIKA TENAGA AHLI TERSEBUT TIDAK MEMPUNYAI NPWP, MAKA DIKENAKAN PPH PASAL21 : 20% LEBIH TINGGI DARI YANG SEMESTINYA
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PSL 21 BAGI BUKAN PEGAWAI YANG PENGHASILANNYA DITERIMA SECARA BERKESINAMBUNGAN
TERIMA KASIH, SAMPAI BERTEMU KEMBALI KUPAT KECEMPLUNG SANTEN, SEDOYO LEPAT NYUWUN PANGAPUNTEN