Thomas Suyatno
Pengantar Rupanya suatu komitmen yang lebih aktif dan lebih kreatif ingin dikembangkan, ditingkatkan, dan dimobilisasi oleh Koordinator Kopertis III untuk memberikan makna dan kepenuhan tujuan serta proses pembangunan pendidikan tinggi di Jakarta, sehingga tergalang semangat kerja sama dalam pergulatan dan karya besar kita dalam mewujudkan visi bangsa di bidang pendidikan, yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Mengingat akan tujuan yang luhur itu, setiap usaha yang bertujuan untuk menggalang/meningkatkan kerja sama dan kerukunan antar pemangku kepentingan pendidikan tinggi harus kita dukung, kita terima, kita tanggapi, dan kita pahami dengan jernih dan jujur, serta kita kembangkan secara sadar dan bertanggung jawab.
I.Peran Sentral PTS Indonesia Semakin tersebar pengetahuan dan pengalaman masyarakat bahwa, lulusan fakultas-fakultas tertentu dari perguruan tinggi swasta (PTS) bukan saja dinilai tidak kalah mutunya dari PTN, akan tetapi mengunggulinya. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab atas pendidikan pada PTS: mengontrol integritas dan mutunya, memberikan kemudahan-kemudahan yang wajar, objektif, dan adil, serta memberikan perlakuan pendidikan yang sama dengan PTN.
PTS sangatlah sentral peranannya, akan tetapi hanya yang bertanggung jawab, yang penyelenggaraannya disertai wawasan, komitmen, dan tanggung jawab yang memadai, cerdas, dan memenuhi syarat. Dalam hal ini, pemerintah pemegang otoritas yang berwenang meletakkan kriteria serta menjaga dan mengontrol agar kriteria itu ditepati dan menindak bagi pelanggarnya.
Fungsi, tugas, dan peranan yang besar dari PTS itu semakin minta rasa tanggung jawab yang besar pula. Tanggung jawab itu dijabarkan pada kualifikasi integritas yang tetap harus menjadi persyaratan pokok lembaga pendidikan tinggi, terutama di zaman perubahan yang sarat dengan persaingan. Peranan yang semakin besar dari PTS membawa dua akibat. Gengsi dan prestise PTS semakin kuat dan semakin baik. Sekaligus juga membawa tanggung jawab untuk menjaga integritas.
Dari pemerintah diharapkan suatu jiwa besar yang tidak memersulit PTS yang sudah membuktikan mutunya di dalam pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi. Selain itu, juga diharapkan memberikan kelapangan untuk tumbuh dan mengembangkan diri. Kita juga berharap agar pemerintah selalu membuka diri, koreksi diri, berjiwa besar, dan menjauhkan diri dari praktik perpolitikan yang menjadi ciri negatif masa lalu, tetapi juga mungkin masa kini.
Sesungguhnya, dibolak-balik, mengingat krisis mendalam yang kita hadapi, kata kunci tetaplah membangun pengertian bersama, tanggung jawab bersama, komitmen bersama, tetapi juga sharing kekuasaan, mengemban kekuasaan bersama. Jika visi, pendekatan, langkah bersama itu tidak berhasil kita bangun, karena faktor dan pertimbangan apa pun, makin jauhlah tujuan kita untuk mewujudkan fungsi pendidikan nasional kita yakni mengembangkan kemampuan dan membentu watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
II.Rekonsiliasi Kepentingan Perjalanan setiap organisasi, bahkan setiap bangsa, hampir-hampir selalu disertai peradaban konflik, dan “perang konsep”, yang intensitas, skala, dan formatnya berbeda-beda. Korban berjatuhan. Berlangsungnya polarisasi “lawan-kawan”. Terjadi dislokasi dan aliansi. Dengan jiwa besar, dengan pembaruan tekad dan semangat kebersamaan, kekeluargaan dan persaudaraan sebagai pengemban dan pelaksana visi dan misi bangsa di bidang pendidikan, dipulihkan, diutuhkan, didamaikan, dirundingkan, dan direkonsiliasikan.
Kiranya, itulah saya kira tema besar yang ingin diangkat oleh Prof. Ilza melalui forum ini, yang perlu kita geluti bersama, kita renungkan, dan kita jabarkan menjadi jiwa, semangat, dan arah dalam kita mensyukuri, merenungi, dan menimba warisan sejarah dari perjalanan bangsa tercinta ini. Pendekatan rekonsiliasi kepentingan tidak berarti kelemahan atau kompromi antarkepentingan yang berbeda, justru pertanda dan manifestasi kekuatan dan kepercayaan diri. Itulah bagian sekaligus proses memerkukuh akar sejarah kelahiran, pertumbuhan, dan perkembangan para pemangku kepentingan. Itulah pergulatan untuk membangun masa depan kita bersama yang maju, modern, namun tetap berbudaya Indonesia.
Sudah barang tentu, perenungan, pergulatan, dan pencarian itu disertai pandangan dan sikap ke depan, pandangan dan sikap cerdas yang membawa kemajuan dan menempatkan dunia pendidikan Indonesia mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Di dalam seluruh proses itu, diperlukan hadir dan berfungsinya pandangan, sikap serta, olah kritis-kreatif, kritis inovatif, dan kritis koreksi.
III.Dinamika Keterbukaan Harus Terus Dikembangkan Prakarsa keterbukaan dan kerja sama telah dirintis oleh Koordinator Kopertis Wilayah III dan agaknya didukung oleh Mendiknas dan Dierjen Dikti. Pada waktu yang sama, aspirasi akan perlunya keterbukaan yang semakin besar, hidup dalam masyarakat dan merupakan kebutuhan masyarakat, khususnya para pemangku kepentingan. Oleh faktor-faktor objektif seperti kerja sama dalam peningkatan mutu pendidikan, pelaksanaan Tridarma Pendidikan Tinggi, tanggapan bersama atas berbagai rancangan peraturan perundang-undangan, peningkatan manajemen pendidikan tinggi dan penyelenggara perguruan tinggi, interdependensi global, dinamika keterbukaan dan kerja sama tidak mungkin dihalangi—bahkan harus terus dikembangkan.
Manakala berkembangnya ide dan dinamika keterbukaan dan kerja sama tidak secara memadai memeroleh wahana serta penyaluran dalam organisasi dan/atau lembaga- lembaga yang ada seperti Asosiasi BP PTS Indonesia serta Aptisi, diperkirakan akan terjadi kesenjangan baru. Hal ini sangat berbahaya, khususnya dalam upaya kita bersama untuk menanggulangi multimasalah dan multiaspek yang kita rasakan semakin menggunung. Ide dinamika keterbukaan dan kerja sama secara simultan menerobos bidang sosial dan budaya. Sangatlah besar pengaruh dari dinamika informasi dan globalisasi. Oleh karena itu, akhirnya yang harus kita bangun adalah masyarakat pendidikan yang terbuka pula.
Dan yang harus kita selenggarakan bersama adalah dialog untuk memberikan isi, makna, dan arah kepada keterbukaan dan kerja sama itu seraya membangun serta mengembangkan organisasi-organisasi yang sudah ada, atau mungkin akan ada secara sinergis. Untuk menanggapi dinamika yang begitu menyeluruh dan kompleks, kiranya sekadar langkah dan kebijakan pragmatis, apalagi transaksional yang mengambil keuntungan atau manfaat sesaat dari masing-masing pemangku tidak memadai. Pada semua lapisan, utamanya para pemangku kepentingan, pihak swasta dan pemerintah, sikap dan kearifan kenegarawanan yang diperlukan.
Penutup Kondisi di mana kita hidup, di tengah arus perubahan di dalam dan di tengah arus perubahan dari luar, kembali memerlukan peranan ide yang disegarkan dan diperbarui, memerlukan keterbukaan dan kerja sama, memerlukan para pemimpin yang kembali dapat menangkap pertanda zaman, bahkan zaman perubahan serba cepat dan zaman penuh serba persaingan.