Critical Thinking 16501/19601 Pola Argumen Deduktif

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
BAGIAN 3: ALJABAR PROPOSISI DAN PENARIKAN SIMPULAN
Advertisements

LECTURE #2 PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA DISKRIT TKE Ari Fadli, S.T. Program Studi Teknik Elektro, UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN.
BAB 1. LOGIKA MATEMATIK 1.1 PROPOSISI Definisi: [Proposisi]
ARGUMEN DEDUKTIF SPESIFIK
Logika.
LOGIKA MATEMATIKA.
PENARIKAN KESIMPULAN/ INFERENSI
Kuliah matematika diskrit Program Studi Teknik Elektro
MATEMATIKA DISKRIT PERTEMUAN 2.
LOGIKA INFORMATIKA.
LOGIKA LOGIKA LOGIKA.
(4) Bab II. Logika Proposisi
[SAP 10] Sesat Pikir (FALLACIES)
[SAP 9] SILOGISME HIPOTETIS
1.2. Logika Predikat Pada pembahasan pasal sebelumnya kita telah
7. Inverensi Logika 7.1. Validitas suatu argumen
TOPIK 1 LOGIKA.
MODUS PONENS MODUS TOLLENS SILOGISME PENARIKAN KESIMPULAN NEXT
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP YPM BANGKO 2014
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
VALIDITAS PEMBUKTIAN – Bagian II
Logika Matematika Pengenalan Logika Matematika dan Pengantar Logika Proposisional AMIK-STMIK Jayanusa ©2009 Pengantar Logika.
PENALARAN disebut juga ARGUMEN
1.2. Logika Predikat Pada pembahasan pasal sebelumnya kita telah
Penarikan kesimpulan (MODUS PONEN ,MODUS TOLEN DAN SILOGISME)
Core Jurusan Teknik Informatika Kode MK/SKS : TIF /2
Penarikan Kesimpulan Ekivalensi Ekspresi Logika
BAB 1. LOGIKA MATEMATIK 1.1 PROPOSISI Definisi: [Proposisi]
Oleh : Siardizal, S.Pd., M.Kom
PEMBUKTIAN Secara umum pembuktian dapat ditulis sebagai :
Pertemuan ke 1.
LOGIKA MATEMATIKA.
Kalimat berkuantor (logika matematika)
LOGIKA Logika mempelajari hubungan antar pernyataan-pernyataan yang berupa kalimat-kalimat atau rumus-rumus, sehingga dapat menentukan apakah suatu pernyataan.
PENALARAN MATEMATIKA OLEH KELOMPOK 1 Nama:
ZULFA ROHMATUL MUBAROKAH ( /4A)
Sabtu, 27 Januari 2018 Kalimat Matematika Oleh : Choirudin, M.Pd.
MODUS PONENS MODUS TOLLENS SILOGISME LATIHAN SOAL EVALUASI
LOGIKA MATEMATIKA.
PROPOSITION AND NOT PROPOSITION
Validitas Argumen dengan Aturan Inferensi
LOGIKA MATEMATIKA.
LOGIKA MATEMATIKA.
Logika Kalimat, Kalimat Dan Penghubung Kalimat, Pembuktian
TOPIK 1 LOGIKA.
PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
PENARIKAN KESIMPULAN/ INFERENSI
Grace Lusiana Beeh, S. Kom.
Filsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuan
Prodi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 2017
ATURAN INFERENSI LANJUTAN
Matakuliah Pengantar Matematika
Matematika Diskrit TIF (4 sks) 3/9/2016.
NEGASI PERNYATAAN MAJEMUK
LOGIKA MATEMATIKA Penerbit erlangga.
Aljabar Logika. 1. Kalimat Deklarasi. 2. Penghubung Kalimat. 3
Logika dan Logika Matematika
KEDUDUKAN ANAK Pertemuan 11.
Semantik II Oleh : Dani Suandi, M.Si. KELOMPOK I.
INFERENSI LOGIKA.
KEDUDUKAN ANAK Pertemuan 11.
M. A. INEKE PAKERENG, S.Kom., M.Kom.
TOPIK 1 LOGIKA.
06 Logika Matematika Penarikan Kesimpulan
Dasar Logika Matematika
Contoh 1 Kalimat (p → q) → r bernilai benar Jika
LOGIKA MATEMATIKA.
INFERENSI LOGIKA.
BAB I DASAR-DASAR LOGIKA
PENARIKAN KESIMPULAN.
Transcript presentasi:

Critical Thinking 16501/19601 Pola Argumen Deduktif CRT Coordinator Suhendra, S.Fil., MA Faculty of Liberal Arts

Jika P maka Q. Padahal P. MakaQ. 1. Modus Ponens Jika benda ini terbuat dari perunggu, ia menghantar listrik. Benda ini terbuat dari perunggu. Jadi, ia meng-hantar listrik. Jika tidak ada bilangan primer yang paling besar, maka 510511 bukan bilangan primer paling besar. Tidak ada bilangan primer yang paling besar. Jadi, 510511 bukan bilangan primer paling besar. Jika Lam beragama Budha, ia tidak boleh makan daging babi. Lam beragama Budha. Jadi, ia tidak boleh makan daging babi.

Jika P maka Q. Padahal Q. Maka, P. Tetapi, modus ponens jangan dicampur aduk dengan bentuk argumen berikut, yang tidak sah! “Menegaskan akibat” Jika P maka Q. Padahal Q. Maka, P. Jika Jane tinggal di London maka ia tinggal di Inggris. Jane tinggal di Inggris. Jadi, Jane tinggal di London. [Tidak sah - Jane mungkin tinggal di Liverpool.] Jika Bing sudah pergi belanja maka Daniel akan cemberut. Daniel cemberut. Jadi Bing telah pergi berbelanja.[Tidak sah - meungkin Daniel cemberut karena kehabisan minuman.]

Jika P maka Q. Padahal Bukan-Q. Jadi, bukan-P. 2. Modus tollens Jika Betty berada di pesawat terbang, ia duduk di kursi A1. Tetapi Betty tidak berada di kursi A1. Jadi, ia tidak berada di pesawat terbang.

Jika P maka Q. Padahal bukan-P. Jadi, bukan-Q. Tetapi bedakanlah modus tollens dengan pola argumen sesat berikut ini. Menyangkal anteseden Jika P maka Q. Padahal bukan-P. Jadi, bukan-Q. Jika Elsa kompeten, ia akan mendapat peker-jaan penting. Tetapi Elsa tidak kompeten. Jadi, ia tidak akan mendapat pekerjaan penting.

Jika P maka Q. Jika Q maka R. 3.Silogisme Hipotetis Jika P maka Q. Jika Q maka R. Jadi, jika P maka R. Jika Allah menciptakan alam semesta, maka maka alam semesta sempurna. Jika alam semesta sempurna, maka tidak ada kejahatan. Jadi, jika Allah mencitakan alam semesta, maka tidak ada kejahatan.

P atau Q. Bukan-P. Jadi, Q . P atau Q. Bukan-Q. Jadi, P. 4. Silogisme Disyunktif P atau Q. Bukan-P. Jadi, Q . P atau Q. Bukan-Q. Jadi, P. Atau pemerintah mela-kukan pembaharuan nyata dalam bidang pendidikan, atau sekolah bagus yang ada tinggal sekolah swasta untuk anak orang kaya. Peme-rintah tidak akan melaku-kan pembaharuan nyata di bidang pendidikan. Jadi, sekolah bagus yang ada tinggal sekolah swasta untuk anak orang kaya.

5. Dilema P atau Q. Jika P maka R. Jika Q maka S. Jadi, R atau S. Bila R sama dengan S, kita memiliki bentuk yang lebih sederhana: P atau Q. Jika P maka R. Jika Q maka R. Jadi, R. Kita entah akan menaik-kan suku pajak atau tidak menaikkan. Jika menaikkan, masyarakat akan tidak senang. Jika tidak menaikkan, masya-rakat juga tidak senang. (Karena pemerintah tidak memiliki dana untuk pelayanan umum.) Jadi, bagaimanapun masyarakat akan tidak senang.

6. Reductio ad Absurdum Andaikan S benar. Kemudian, buktikan bahwa itu akan menim-bulkan kontradiksi atau suatu klaim lain yang salah atau absurd. Simpulkan bahwa S pasti salah.

Bukti Euclides Asumsikan bahwa hanya ada bilangan primer n, dan n ada-lah bilangan terbatas : P1 < P2 < ... < Pn. Tentukan sebuah bilangan Q yang lebih besar 1 di atas hasil seluruh bilangan primer, y.i. Q = 1 + ( P1 x P2 x ... x Pn). Q tentu saja lebih besar daripada Pn. Tetapi Q juga harus berupa bilangan primer, karena (a) bila ia dibagi dengan bilangan primer manapun ia menyisakan 1, dan (b) jika ia tidak dapay dibagi dengan bilangan primer ia tak dapat dibagi dengan bilangan non-primer juga. Jadi Q adalah bilangan primer yang lebih besar daripada bilangan primer yang paling besar. Tetapi itu suatu kontradiksi, jadi asumsi awal bahwa ada sejumlah terbatas bilangan primer pasti salah. Jadi, jumlah bilangan primer pasti tak terbatas.

Dua contoh lain: Misalkan seseorang mengklaim bahwa tiada yang benar atau salah. Kita dapat membuktikan kesalhahannya sbb.: Jika klaim ini benar, maka tentu ada sekurang-kurangnya satu hal yang benar, yaitu klaim tadi. Jadi, tidak mungkin tiada yang benar atau salah. Jadi, pernyataannya pasti salah. Salah satu teori terjadinya alam semesta adalah bahwa ia timbul dari keadaan vakuum di masa lalu yang tak terhingga. Stephen Hawking berpendapat bahwa ini salah. Ini argumennya : agar alam semesta bisa timbul dari suatu keadaan vakuum, keadaan vakuum itu harus tidak stabil. (Jika keadaan vakuum itu stabil, tiada yang akan timbul darinya.) Tetapi jika keadaan itu tidak stabil, ia tidak akan berupa keadaan vakuum, dan keadaan itu tidak akan berlangsung dalam waktu tak terbatas sebelum menjadi tidak stabil.

Jika P maka Q. JikaQ maka R. Jikka R maka S. Jadi, jika P maka S. Pola-pola lainnya Tentu ada banyak pola argumen deduktif lain yang sah. Salah satu cara membuat pola lain ialah dengan mengombinasikan pola-pola yang telah kita lihat. Misalnya, dua silogisme hipotetis dapat dikombinasikan menjadi argumen sbb.: Jika P maka Q. JikaQ maka R. Jikka R maka S. Jadi, jika P maka S.

P dan Q. Maka Q. P. Maka P. Contoh lain: Ada beberapa pola lain yang sederhana dan sah yang belum kita sebutkan: P dan Q. Maka Q. P. Maka P.

Catatan 1: Mungkin ada yang heran bahwa pola "P. Jadi P." itu sah. Tetapi harap dipikirkan baik-baik - jika kesimpulan itu juga sebuah premis, maka kesimpulan itu tentu timbul dari premis itu! Hal ini tentu saja mengajarkan hikmah bahwa tidak semua argumen yang sah itu adalah argumen yang baik.

Catatan 2: Tentu bisa dipahami bahwa Anda mungkin tidak ingat akan semua nama pola itu. Yang penting adalah bahwa Anda dapat mengenali pola-pola argumen itu ketika menjunmpainya dalam kenyataan sehari-hari, dan tidak mencampurnya dengan pola argumen yang tidak sah yang tampaknya serupa.

Pola-pola lain yang sah Dalam pembahasan pola-pola argumen yang sah sebelumnya kita memusatkan perhatian pada pola-pola yang dapat digambarkan dengan simbol huruf yang mewakili satuan pernyataan. Berikut ini modus ponens lagi:

Setiap F adalah G. x adalah F. Jadi x adalah G. 1. Setiap F adalah G. x adalah F. Jadi x adalah G. Contoh: Setiap paus adalah mamalia. Moby Dick adalah paus. Jadi Moby Dick adalah mamalia.

Setiap F adalah G. Setiap G adalah H. Jadi setiap F adalah H. 2. Setiap F adalah G. Setiap G adalah H. Jadi setiap F adalah H. Contoh: Setiap paus adalah mamalia. Setiap mamalia adalah bindatang. Jadi, setiap paus adalah binatang.

Setiap F adalah G. x bukan G. Jadi, x bukan F. 3. Setiap F adalah G. x bukan G. Jadi, x bukan F. Contoh: Setiap paus adalah mamalia. Nemo bukan mamalia. Jadi, Nemo bukan paus.

Tiada F itu G. x adalah F. Jadi x bukan G. 4. Tiada F itu G. x adalah F. Jadi x bukan G. Contoh: Tiada paus itu serangga. Moby Dick adalah seekor paus. Jadi, Moby Dick bukan serangga.

Setiap F entah G atau H. x adalah F. Jadi x adalah entah G atau H. 5. Setiap F entah G atau H. x adalah F. Jadi x adalah entah G atau H. Contoh: Setiap manu-sia itu entah hidup atau mati. Einstein adalah manusia. Jadi, Einstein itu entah hidup atau mati.

Terakhir, Tentu saja terdapat banyak pola argumen sah seperti itu. Silahkan membuat contoh-contoh lain sendiri.

Tiada F itu G. Tiada G itu H. Jadi, tiada F itu H. Sah atau tidak sah? Tiada F itu G. Tiada G itu H. Jadi, tiada F itu H. Contoh: Tiada paus itu laba-laba. Tiada laba-laba itu berdarah-hangat. Jadi, tiada paus berdarah-hangat.

Latihan untuk CRT 1. Jika Yesus mengasihi aku, aku mengasihi Yesus. Aku tidak menga-sihi Yesus. Jadi, Yesus tidak mengasihi aku. 2. Entah Jimmy sedang menuntun anjingnya atau Cathy memberi makan kucingnya (atau keduanya). Cathy sedang memberi makan kucing. Jadi, Jimmy tidak menuntun anjingnya. 3. Entah Jimmy sedang menuntun anjing atau Cathy sedang memberi makan kucing. Cathy tidak memberi makan kucing. Jadi, Jimmy sedang menuntun anjing. 4. Jika X laki-laki, maka X manusia. Jika X manusia maka X makhluk hidup. Jadi, jika X manusia, maka X adalah makhluk hidup.

5. Jika aku tidak ambil Yellow Tail sashimi, aku akan ambil scallop sushi. Saat ini, aku ambil Yellow Tail sashimi. Jadi, aku tidak ambil scallop sushi. 6. Jika beberapa kambing hitam, maka beberapa itik merah muda. Tidak benar bahwa beberapa itik itu merah muda. Jadi, tidak benar bahwa beberapa kambing hitam.

7. Entah ibu itu benar atau salah. Jika ia benar, maka bapak itu salah 7. Entah ibu itu benar atau salah. Jika ia benar, maka bapak itu salah. Jika ibu itu salah, maka bapak itu juga salah. Jadi, bapak itu bagaimanapun salah. 8. Paul seorang perjaka. Paul masih single. Jadi sekurangnya satu perjaka masih single. 9. Entah wanita itu di China atau di Eropa. Jika ia di China, maka ia di Beijing. Jika ia di Erop, maka ia sedang tidur. Jadi, entah ia di Beijing atau sedang tidur.