STANDAR KOMPETENSI MENGEVALUASI PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI KOMPETENSI DASAR MENDESKRIPSIKAN PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERAN, SERTA PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA
PENGERTIAN PERS
KAMUS UMUM BAHASA INDONESIA Pers berarti alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar Pers berarti alat untuk menjepit, memadatkan Pers berarti surat kabar dan majalah yang berisi berita Orang yang bekerja di bidang persuratkabaran
ENSIKLOPEDI INDONESIA Istilah pers merupakan nama seluruh penerbitan berkala, yaitu koran, majalah dan kantor berita.
ENSIKLOPEDI PERS INDONESIA Istilah pers merupakan sebutan bagi penerbit/ perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan.
UU NO. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi : mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
FUNGSI PERS MENURUT KUSMAN HIDAYAT FUNGSI PEMBENTUK PENDAPAT UMUM FUNGSI PENDIDIK FUNGSI PERS MENURUT KUSMAN HIDAYAT FUNGSI PENGHUBUNG FUNGSI PEMBENTUK PENDAPAT UMUM FUNGSI KONTROL
FUNGSI PENDIDIK : Membantu masyarakat meningkatkan budayanya FUNGSI PENDIDIK : Membantu masyarakat meningkatkan budayanya. Segala peristiwa yang di muat pers menolong masyarakat untuk menilai sendiri ikhwal yang dijadikan teladan bagi kehidupannya. Rubrik-rubrik khusus, seperti ruang kebudayaan atau ruang ilmu pengetahuan dapat menambah pengetahuan masyarakat.
FUNGSI PENGHUBUNG: Pers merupakan sarana lalu lintas hubungan antar manusia. Melalui pers, lembaga-lembaga kemasyarakatan berusaha untuk menumbuhkan kontak antar manusia sehingga tercipta saling pengertian dan saling tukar pandangan bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia.
FUNGSI PEMBENTUK PENDAPAT UMUM: Rubrik-rubrik dan kolom-kolom tertentu seperti tajuk rencana, pikiran pembaca, pojok dll merupakan ruang untuk memberikan pandangan atau pikiran kepada khalayak pembaca.
FUNGSI KONTROL: Pers berusaha melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap masyarakat tentang tingkah laku yang benar atau tingkah laku yang tidak dihendaki oleh khalayak.
FUNGSI PERS MENURUT MOCHTAR LUBIS FUNGSI PEMERSATU FUNGSI PENDIDIK FUNGSI PERS MENURUT MOCHTAR LUBIS FUNGSI PUBLIC WATCHDOG/ PENJAGA KEPENTINGAN UMUM FUNGSI MENGHAPUSKAN MITOS DAN MISTIK FUNGSI SEBAGAI FORUM
FUNGSI PEMERSATU: Memperlemah tendensi perpecahan, baik perpecahan sosial maupun kultural.
FUNGSI PENDIDIK: Memberikan informasi perkembangan iptek, disamping menunjukkan betapa kemajuan iptek itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan material dan spiritual.
FUNGSI PUBLIC WATCHDOG/ PENJAGA KEPENTINGAN UMUM: Pers harus melawan setiap penyalahgunaan kekuasaan dana korupsi, menentang setiap kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat, serta menyuarakan kepentingan kelompok kecil rakyat yang tidak dapat menyuarakan kehendaknya.
Fungsi menghapuskan mitos dan mistik dari kehidupan politik negara-negara berkembang.
FUNGSI SEBAGAI FORUM: Untuk membicarakan masalah publik yang dihadapi oleh negara-negara Asia dan menumbuhkan dialog agar timbul pemecahan masalah yang dihadapi bersama.
PERANAN PERS MENURUT UU NO. 40 TAHUN 1999 3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar 4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum 5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM, sera menghormati kebhinekaan
PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA Pada Zaman penjajahan Belanda Pers di era demokrasi liberal Pers di masa pergerakan Pers di Zaman Orde Lama/ Pers Terpimpin Pada Zaman penjajahan Jepang Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde Baru Pers di masa revolusi fisik Kebebasan pers di era Reformasi
PERS ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA Pers pada masa ini digambarkan sangat tertekan. Penjajah Belanda mengetahui dengan baik pengaruh surat kabar terhadap masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu Belanda memandang perlu membuat UU khusus untuk membendung pengaruh pers Indonesia karena merupakan momok yang harus diperangi.
UU KHUSUS TERSEBUT ANTARA LAIN Haatzal Artikelen, isi pasal-pasalnya mengancam hukuman terhadap siapapun yg menyebarkan, permusuhan, kebencian serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda dan terhadap sesuatu atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda. Persbreidel Ordonantie yang memberikan hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/ majalah Indonesia yang dianggap berbahaya.
PERS DI MASA PERGERAKAN Pers pada masa pergerakan tidak bisa dipisahkan dari Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia melawan penjajahan dengan munculnya pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908.
Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan, yakni : Pers saat itu merupakan terompet dari organisasi pergerakan orang Indonesia. Surat kabar nasional menjadi semacam parlemen orang Indonesia yang terjajah. Pers menyuarakan kepedihan, penderitaan dan merupakan refleksi dari isi hati bangsa yg terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa. Pada masa pergerakan ini berdirilah Kantor Berita Antara pada tanggal 13 Desember tahun 1937.
Harian Darmo Kondo, terbit di Solo dipimpin oleh Sudarya Cokrosisworo; BEBERAPA CONTOH HARIAN YG TERBIT PADA MASA PERGERAKAN, ANTARA LAIN SBB: Harian Sedio Tomo sebagai lanjutan harian Budi Utomo yg terbit di Yogjakarta bulan Juni 1920; Harian Darmo Kondo, terbit di Solo dipimpin oleh Sudarya Cokrosisworo; Harian Utusan Hindia, terbit di Surabaya dipimpin oleh HOS Cokroaminoto; Harian Fadjar Asia, terbit di Jakarta dipimpin oleh Haji Agus Salim; Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung didirikan oleh Ir Soekarno; Majalah berkala Daulah Rakyat, dipimpin oleh M. Hatta dan Sutan Syahrir.
PERS DI MASA PENJAJAHAN JEPANG Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan bersifat pro-Jepang. Pers nasional mengalami kemunduran besar dimana pernah hidup zaman pergerakan secara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yg sama, yaitu mendukung kepentingan Jepang.
Beberapa harian yang muncul pada masa penjajahan Jepang, antara lain : Asia Raya di Jakarta Sinar Baru di Semarang Suara Asia di Surabaya Tjahaya di Bandung
Beberapa keuntungan yg didapat oleh para wartawan/ insan pers Indonesia yg bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain : Pengalaman yg diperoleh para karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas dan alat-alat yg digunakan jauh lebih banyak daripada masa pers zaman Belanda. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan semakin sering dan luas. Penjajah Jepang berusaha menghapuskan bahasa Belanda dengan kebijakan menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai kesempatan. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berfikir kritis terhadap berita yg disajikan oleh sumber-sumber resmi Jepang. Kekejaman dan penderitaan yg dialami pada masa pendudukan Jepang memudahkan para pemimpin bangsa memberikan semangat untuk melawan penjajahan.
PERS DI MASA REVOLUSI FISIK [ 18 Agustus 1945 – Desember 1949 ] Pers di masa ini bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yg berhasil diraihnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki wilayah Indonesia sehingga terjadilah perang mempertahankan kemerdekaan.
PERS DI MASA REVOLUSI FISIK TERBAGI MENJADI DUA GOLONGAN, YAITU : Pers Nica/ Belanda Pers Republik Pers yg diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia, contohnya : Merdeka, Sumber, Pemandangan, Kedaulatan Rakyat, Nasional dan Pedoman. Pers Republik berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pada masa revolusi fisik ini PWI dan SPS/Serikat Pengusaha Surat Kabar lahir. Pers yg diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda, contohnya : Warta Indonesia Jakarta, Persatuan di Bandung, Suluh Rakyat di Semarang, Pelita Rakyat di Surabaya, Mustika di Medan. Pers Nica berusaha mempengaruhi rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia
PERS DI ERA DEMOKRASI LIBERAL [ 1949 – 1959 ] Pers pada masa ini bebas sesuai dengan sistem liberal yg diterapkan UUDS 1950 yg isinya banyak diambil dari Piagam Pernyataan HAM sedunia/ Universal Declaration of Human Rights pasal 19 disebutkan “setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Pada masa ini pemerintah melakukan pembreidelan dan pembatasan terhadap kebebasan pers asing saja terutama pers Belanda dan Cina, dengan alasan negara tidak akan membiarkan ideologi asing merongrong UUD.
PERS DI ZAMAN ORDE LAMA ATAU PERS TERPIMPIN [ 1959 – 1966 ] Pers pada masa ini digiring oleh peraturan-peraturan pemerintah untuk menjadi alat perjuangan politik ideologi saat itu, sehingga pers yang semula bebas dalam arti liberal, berubah kiprah menjadi alat propaganda politik ideologi Nasakom/ Nasionalis,agama,komunis. Pemerintah menekankan bahwa fungsi utama pers ialah menyokong tujuan revolusi dan semua surat kabar menjadi juru bicara resmi pemerintah, pers yang bermusuhan terhadap revolusi harus disingkirkan.
PERS DI ERA DEMOKRASI PANCASILA DAN ORDE BARU Pada masa ini awalnya pemerintah memberi kebebasan penuh kepada pers dengan dikeluarkannya UU Pokok Pers No. 11 tahun 1966, yg dijamin tidak ada sensor dan pembreidelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yg bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat izin terbit. Namun sejak terjadinya peristiwa Malari [ Peristiwa lima belas Januari 1974 ] kebebasan pers mengalami set-back/kembali seperti zaman orde lama.
Peristiwa Malari tahun 1974 menyebabkan menyebabkan surat kabar di larang terbit, salah satunya Kompas diberangus untuk beberapa waktu dan baru diizinkan terbit kembali setelah para pemimpin redaksinya menandatangani surat pernyataan maaf.
Pers pasca-Malari merupakan pers yg cenderung mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara, pers jarang, malah tidak pernah pelakukan kontrol sosial secara kritis, tegas dan berani [ tidak artikulatif mirip dengan zaman orla ].
KEBEBASAN PERS DI ERA REFORMASI Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers, sejalan dengan alam reformasi adanya keterbukaan dan demokrasi yg diperjuangkan rakyat Indonesia. Pemerintah sangat mempermudah izin penerbitan pers, akibatnya banyak sekali koran-koran, majalah atau tabloid baru bermunculan, ibarat jamur di musim hujan.
HAK-HAK PERS, Menurut Pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999 Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembereidelan dan pelanggaran penyiaran Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh serta menyampaikan gagasan dan informasi Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Tujuan hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak tolak dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau dimintai menjadi saksi di pengadilan. Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yg dinyatakan oleh pengadilan.
KEWAJIBAN PERS, Dalam Pasal 5 UU No. 40 Tahun 1999 Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asa praduga tak bersalah, Pers wajib melayani hak jawab, Pers wajib melayani hak koreksi.
FUNGSI PERS, Dalam Pasal 3 UU. No. 40 Tahun 1999 Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi
Media Kontrol Sosial [ Social Control ]/ Kontrol Masyarakat terhadap jalannya roda pemerintahan. Dalam istilah kontrol sosial, terkandung makna democratic atau open management yg didalamnya terkandung unsur-unsur sebagai berikut : Keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan [ social participation ] Pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat [ social responsibility ] Dukungan rakyat terhadap pemerintah [ social support ] Kontrol masyarakat terhadap tindakan pemerintah [ social control ]
PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS Di negara yang menganut faham kebebasan berpendapat dan demokrasi, pers adalah pilar demokrasi keempat setelah tiga pilar demokrasi lainnya [ legislatif, eksekutif dan yudikatif ]. Di dalam masyarakat demokratis, pers berkembang sebagai institusi mandiri yg ikut mengontrol jalannya roda pemerintahan. Pers ikut mengawasi bagaimana para wakil rakyat berusaha memperjuangkan amanah yg dibebankan oleh para pemilihnya.
PERS SEBAGAI PILAR KEEMPAT DEMOKRASI Pers harus terbebas dari pengaruh siapapun, termasuk pengaruh pemegang saham industri pers Pers harus memberitakan suatu peristiwa tanpa memihak dan berimbang, dengan demikian masyarakat tidak salah mengartikan suatu peristiwa Pers harus cermat mengkonstruksi peristiwa ke dalam bentuk kata/text, suara/audio, gambar/visual, ataupun gambar suara/audio-visual dengan mempertimbangkan banyak hal Pers tidak boleh ditekan serta dipaksa oleh pihak manapun untuk memberitakan atau untuk tidak memberitakan peristiwa tertentu.
MASYARAKAT DEMOKRATIS, adalah masyarakat yang : Menyelesaikan konflik secara damai Tidak menggunakan kekerasan atau paksaan Perubahan secara damai Pergantian kekuasaan secara konstitusional Menghargai adanya keanekaragaman Menegakkan keadilan Menjunjung tinggi adanya kebebasan-kebebasan yg dimiliki anggota masyarakatnya