untuk Penguatan Jatidiri Bangsa Konservasi Budaya untuk Penguatan Jatidiri Bangsa Oleh Tedi Permadi Jurdiksatrasia FPBS UPI Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung Telp./Faks.: (022) 2008132, Mobile: 0812 216 8580 E-mail: tedipermadi@yahoo.com
Terjadi adanya saling hubungan antara unsur-unsur kekayaan alam dengan perkembangan kebudayaan di berbagai bidang, merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan sejarah kehidupan manusia yang dikenal dengan istilah “ekologi-budaya” dengan bercirikan pada adaptasi yang bersandar pada dua tataran, yaitu cara sistem budaya beradaptasi dengan lingkungan totalnya dan cara institusi-institusi dalam suatu budaya saling beradaptasi atau saling menyesuaikan diri. Ekologi-budaya mendapat inspirasi dari wawasan jangka panjang tentang manusia, yang melihat manusia sebagai hasil yang sepenuhnya unik dari evolusi biologis. Keunikan itu ialah, manusia mampu menyelaraskan diri atau menundukkan lingkungannya dengan cara-cara yang sangat berbeda dari cara yang digunakan oleh makhluk yang lebih rendah (infrahuman). Pada tingkat infrahuman, banyak spesies yang melakukan adaptasi terhadap lingkungan dengan proses belajar yang bersifat intra-spesifik dan nonkumulatif, sementara manusia memodifikasi dan mengadaptasi lingkungannya terhadap diri manusia sendiri. Yang memungkinkan manusia berbuat demikian ialah suatu sarana yang kita sebut dengan istilah budaya atau kultur.
Kebudayaan suatu bangsa pada hakekatnya adalah identitas atau jatidiri suatu bangsa, sehingga membangun kebudayaan adalah membangun identitas atau jatidiri bangsa tersebut. Demikian juga sebaliknya, seperti yang terjadi pada jaman kolonial. Bangsa Indonesia tercerabut dari identitasnya sendiri, bahkan hingga saat ini kondisinya belum pulih benar. Akibat dari kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, terdapat banyak aspek kebudayaan yang mengalami kepunahan, baik yang berbentuk gagasan, kebendaan, dan aktivitas, sehingga banyak generasi muda bangsa Indonesia yang tidak tahu dan pandangan hidupnya tidak mengakar pada budayanya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk menggali kembali catatan kebudayaan masa lalu yang merupakan identitas atau jatidiri bangsa kitasendiri yang terekam dalam berbagai catatan, di antaranya berbentuk artefak, manuscript, aktivitas seni budaya, dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah tradisi pembuatan daluang (kertas tradisional Nusantara) yang dipergunakan dalam rangkaian tradisi tulis Nusantara dan Kujang Pamor (senjata tradisional masyarakat etnis Sunda) yang menjadi simbol atas ke-Sunda-an itu sendiri.
Untuk menggali kekayaan budaya bangsa Indonesia diperlukan adanya tenaga ahli yang mampu membaca berbagai peninggalan yang ada. Dalam bentuk artefak diperlukan kemampuan khusus dalam memahami ikon-ikon yang melambangkan suatu makna tertentu, dalam bentuk manuscript diperlukan kemampuan khusus dalam pembacaan sistem aksara dan bahasa (arkais) yang secara praktis sudah tidak dipahami oleh kebanyakan generasi muda bangsa saat ini, demikian juga dalam bentuk aktivitas budaya. Namun, menggali kekayaan budaya tidaklah sama dengan menggali kuburan lalu menemukan tulang belulang dan memajangnya di museum, tapi lebih kepada mentransfor-masikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya supaya bersesuaian dengan berbagai aspek kehidupan saat ini.
Kompleksitas permasalahan susahnya menggali kekayaan budaya masa lalu dan upaya menyesuaikannya dengan berbagai aspek kehidupan saat ini, adalah sebuah pekerjaan yang tidak mudah karena satu atau lebih mata rantai kehidupan yang menyertainya telah terputus. Jika tidak segera dilakukan upaya penyelamatan atas kekayaan tersebut, semakin lama akan semakin susah bahkan tidak menutup kemungkinan akan punah selama-lamanya. Sebagai ilustrasi, saat ini tidak ada seorang pun yang tidak menginginkan kekayaan dan identitas/jatidirinya hilang begitu saja karena masih terlalu banyak upaya yang bisa dilakukan untuk meraih kekayaan dan mempertahankan identitas/ jatidiri. Demikian juga dengan kekayaan dan identitas suatu bangsa.