Penikahan: Antara Janji dan Kenyataan? (When we said “I do”) Refleksi atas bacaan I Korintus 7:1-16, 25-40 (Perkawinan dalam pandangan Paulus)
Rumusan Janji Nikah Dihadapan TUHAN ALLAH dan jemaatNya, saya menyatakan menerima.........menjadi istri/suami saya, Karunia Tuhan. Sebagai seorang istri/suami yang setia dan takut akan Tuhan, saya berjanji akan senantiasa mengasihi dan menolongnya, baik pada waktu suka maupun duka, sehat maupun sakit, berkelimpahan maupun kekurangan, saya mau mencintai dan menghormatinya sampai kematian memisahkan kami. Saya dan Istri/suami saya akan senantiasa berbakti kepada TUHAN ALLAH dan hidup suci dengan mematuhi firmanNya.
Kewajiban Orang Menikah Adapun kewajiban orang menikah adalah : Mewujudkan kesatuan keluarga, dalam ikatan kasih sejati dengan saling memperhatikan, tidak mementingkan diri sendiri, dan saling menolong, karena orang menikah itu telah dipersatukan oleh Allah. Menjaga kelestarian keluarga, karena Allah menghendaki yang telah dipersatukanNya tidak boleh diceraikan oleh manusia. Menjaga kekudusan keluarga, karena Tuhan menghendaki agar suami-istri memelihara pernikahan dengan menghindari segala benntuk perjinahan dan keinginan hawa nafsu seperti yang dilakukan oleh orang yang tidak mengenal Allah.
Kewajiban Orang Menikah Selalu silih asah, silih asuh dan silih asih berdasarkan firman Tuhan, karena Allah menghendaki setiap keluarga mengasihinya dengan segenap hidup, senantiasa memperhatikan firmanNya dan mengajarkan firman itu dengan sungguh-sungguh kepada keluarga. Berusaha senantiasa bersyukur kepada Tuhan, karena Allah menghendaki setiap keluarga mempersembahkan hidupnya menjadi kurban yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah sebagai ucapan syukur. Ucapan syukur tersebut diwujudkan dengan jalan tekun bekerja sehingga dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, menjadi warga masyarakat dan warga gereja yang bertanggungjawab senantiassa menjadi garam dan terang dunia, senantiasa bersuka cita dalam kehidupan keluarga dan senantiasa bersandar kepada Allah.
Merumuskan tujuan menikah: diawal atau setelah pernikahan? Apakah rangka dasar/pondasi pernikahan? IMAN (dasar dari segala sesuatu dan bukti nyata). 3 analogi: Pasir, Batu dan Tanah mana yang lebih kuat sebagai pondasi? Pernikahan bukan pasir, bukan batu dan bukan tanah, tetapi antara laki-laki dan perempuan (manusia yang punya hati, rasa, pikiran, pengalaman hidup baik /buruk, kelebihan /kekurangan dsb). Jadi pondasi itu “semestinya dibangun bersama diantara pasangan itu diatas keyakinan yang pada Tuhan”.
Sharing Ide: Bagaimana jika ditengah jalan ada persoalan mendasar/prinsip? Rumuskan Kategori persoalan mendasar /prinsip? Rumuskan kemungkinan solusi atas masalah tersebut secara bersama-sama. Apakah dibenarkan berpisah atau bercerai? Berpisah sementara (pisah ranjang) untuk refleksi diri apakah dibenarkan dalam kekristenan?
Teologi Paulus Tentang Perkawinan (Refleksi I Kor 7:1-16, 25-40) Perkawinan adalah pilihan bebas seorang laki-laki dan perempuan. Perkawinan bukan dosa. Alasan mendasar orang menikah: bahaya percabulan (ay 9: dosa seksual) Perkawinan bersifat mengikat seumur hidup; tidak boleh bercerai (ay10-11) Jika ada masalah mendasar; diberi kelonggaran untuk berpisah sementara (agar saling merenung ulang (ay 5-6)
Teologi Paulus tentang Perkawinan Peluang menikah dengan orang yang berbeda keyakinan? (ay 12-15) ada kata-kata kunci penting pada bagian ini: “mau hidup bersama” dan “alasan anak yang lahir dibenarkan dalam perkawinan”. Tujuan akhir dari perkawinan: supaya bisa merayakan hidup dalam damai sejahtera (ay15b).
Titik-titik rawan perkawinan berdasar teologi Paulus: Perihal saling menjaga kekudusan perkawinan (soal perselingkuhan) Perihal memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga (ekonomi dan emosi i.e. senang, sedih, kecewa, puas dsb) – soal kekhawatiran dsb. Godaan untuk masuk “second married” (kawin lagi jika pasangan meninggal). Ukuran untuk mencapai “bahagianya satu rumah tangga”. (dari urusan duniawi sampai rohani)
Rumusan Akhir Alasan menikah yang disepakati bersama-sama menjadi dasar pernikahan itu sendiri. Janji nikah dihadapan Tuhan Allah dan Jemaat sebagai “ikrar kesungguhan dan sumpah yang mengikat seumur hidup”. Kontrak selagi hidup. Perkawinan sekalipun sebuah pilihan bebas tidak berarti “bisa semaunya sendiri” dalam menjalani hidup perkawinan itu dan dalam hubungan dengan pasangan hidupnya.
Selamat merayakan hidup dalam perkawinan yang dibenarkan oleh Tuhan Selamat merayakan hidup dalam perkawinan yang dibenarkan oleh Tuhan. Amin