LA GUÈRRE DE RELIGION (Kuliah 4.1) Bahan Kuliah: Pengantar Sejarah Prancis
Tanpa disadari dengan munculnya humanisme, teks Kitab Suci yang sebelumnya tidak pernah diragukan kebenarannya, dijadikan objek kajian yang mendalam. Bagian tertua Kitab Suci ditulis dalam bahasa Ibrani. Namun, sejak zaman Antik Kitab Suci disebarkan dengan menggunakan bahasa Latin yang merupakan terjemahan dari Teks Yunani. Saat itu, banyak kaum Humanis yang memahami bahasa Ibrani, mereka dapat membandingkan teks asli dan terjemahannya. Mereka menemukan kesalahan serta gagasan yang bertentangan dalam teks terjemahan tersebut. Humanisme telah membuka jalan menuju krisis agama yang terpendam selama dua abad. Setelah munculnya Martin Luther dan Jean Calvin yang melakukan reformasi keagamaan, pada tahun 1562 dimulailah peperangan dahsyat yang berlangsung selama 30 tahun, yakni perang agama (La guèrre de religion).
Prancis terpecah belah. Kelompok Katolik berhadapan dengan kelompok Reformis. Pihak asing pun akhirnya turut campur. Spanyol membantu kelompok Katolik, sementara Inggris dan Jerman membantu kelompok Reformis. 30 tahun terakhir pada abad XVI merupakan masa penuh darah akibat perang saudara yang diperparah dengan ikutsertanya pihak asing. François I dan Henri II yang dibantu oleh para pangeran dari Jerman dan inggris yang reformis melawan Charles Quint yang dibantu oleh pihak Spanyol yang Katolik. Kelompok Protestan di Prancis telah menjadi kekuatan penting yang dipimpin oleh Antoine de Bourbon, raja Navarre dan Condé serta Admiral Chatillon Coligny. Sementara pihak Katolik dipimpin oleh François de Guisse, Letnan Jenderal Kerajaan.
Charles Quint
Catherine de Médicis, janda raja Henri II memerintah kerajaan dengan menghadapi dua kekuatan saling berlawanan itu dan terlibat dalam perang yang sangat sadis (1560—1589). Semula ia berniat meredam pertentangan dan mengikuti kebijakan politik yang disarankan oleh penasehatnya Michel de l’Hðpital. Ratu kemudian meyakinkan puteranya Charles X yang tidak tegas dan sakit- sakitan untuk mendukung kaum Protestan. Raja kemudian menyambut mereka memberi hak khusus, memberi mereka pos pekerjaan penting serta menikahkan saudarinya Marguerite dengan seorang Protestan yang bernama Henri de Navarre, putera Antoine de Bourbon. Di daerah, kebijakan tersebut berhasil menjaga perdamaian. Sebaliknya di Paris para pengikut Guise membangkitkan pemberontakan. Di semua gereja dikotbahkan melawan kaum reformis. Catherin de Médicis dituduh pengkhianat.
Henri de Guisse yang menggantikan kakaknya memimpin umat Katolik menjadi penguasa di Paris. Menghadapi bahaya, ratu Chaterine de Médicis mulai takut dan mengalihkan dukungannya. Ia memberi petunjuk bagai pembantaian Saint-Barthélemy pada tanggal 24 Agustus Dalam semalam semua orang Protestan di paris disembelih. Pecahlah Perang saudara di Prancis. Tatkala Charles X wafat, adiknya Henri III menggantikannya. Tidak pernah sebelumnya raja demikian terancam. Catherine de Médicis dijaga oleh 40 tim pengawal. Henri III membunuh Henri de Guisse di purinya di Blois. Pada gilirannya raja Henri III dibunuh dibunuh oleh biarawan fanatik Jacques Clément. Peristiwa Saint Barthélemy
Setelah kematian Raja Henri III dari Wangsa Valois, tahta kerajaan diduduki oleh Pangeran dari Wangsa Bourbon Henri de Navarre. Henri III sesaat sebelum meninggalnya telah mengangkatnya untuk menggantikannya. Dengan demikian wangsa Capet-Bourbon menggantikan kekuasaan wangsa Capet-Valois.
HENRI DE NAVARRE (BERGELAR HENRI IV) Penganut Katolik yang bersekutu dengan Spanyol menolak mengakui Raja Henri de Navarre yang bergelar Henri IV. Henri IV pun berperang untuk memperebutkan mahkotanya. Ia berhasil. Namun, beberapa saat kemudian, ia menyadari bahwa tidak akan ada kemenangan baginya sebelum menguasai Paris. Paris tidak menginginkan seorang raja protestan. Maka Henri IV pun memutuskan untuk berpindah agama menjadi seorang Katolik sambil berujar: Harus ada sebuah misa untuk Paris. Ia kemudian diterima di Paris dan dinobatkan menjadi Raja Henri IV di Katedral de Chartres.
Tahun 1598, ia menandatangani Edit de Nantes yang mengakhiri Perang Agama. Pemeluk Protestan berhak menjalankan ibadahnya dan menempatkan pasukannya di beberapa tempat penting seperti pelabuhan La Rochelle. Ia juga menandatangani perjanjian perdamaian dengan Raja Spanyol Philippe II, yang selalu sibuk berperang melawan Inggris. Prancis telah hancur oleh Perang Saudara yang menelan banyak korban. Panen raya tidak ada lagi, jalan-jalan rusak, pasukan militer memporakporandakan desa pertanian. Henri IV melalui menterinya Sully bertekad memulihkan keteraturan dan keamanan terutama pekerjaan para petani. Industri baru pun dibangun dan Prancis berhasil menjadi negeri yang makmur kembali. Sayangnya, Raja Henri IV dibunuh pada tahun 1610.
Suasana Pemakaman Henri IV