Seminar Hukum Laut Nasional 2014 Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2009.
Advertisements

AMAR, IMPLIKASI, DAN SOLUSI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR /PUU-VII/2009 Dibacakan: 31 Maret 2010 Kementerian Pendidikan Nasional April.
KOORDINASI BAWAS - BPKP : PENINGKATAN KUALITAS LK TA.2011
WILAYAH LAUT.
Hotel Grand Zuri, 24 September 2012
Pengantar Tahukah Anda kalau Indonesia berbatasan dengan 10 negara tetangga?
penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
SUMBER: Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI SUMBER:
MODEL PENGEMBANGAN KTSP SMA
Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Anak di daerah
KULIAH TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN I
Hukum Internasional Kelautan
Media Presentasi Pembelajaran
Pertemuan Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah
Oleh: Oswar Mungkasa Direktur Tata Ruang dan Pertanahan,Bappenas
Rapat Pansus III Dewan Sumber Daya Air Nasional
Pentingnya Daerah dalam Bingkai NKRI
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
Peran RZWP3K dalam Perencanaan Pembangunan Bidang Kelautan
Ujian Akhir Sekolah Semester I
TEORI TERJADINYA NEGARA
Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional
PELANGGARAN IUU FISHING DI WIL PERBATASAN RI
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010.
Hukum Laut Indonesia.
Unsur - Unsur Negara Dipresentasikan Oleh :
PEMINDAHAN HAK DENGAN INBRENG
B. Kombaitan dan Ridwan Sutriadi
STRATEGI PENGADILAN TINGGI BANJARMASIN DALAM PEMBERANTASAN PRAKTIK MAFIA HUKUM DI BIDANG PERTAMBANGAN Oleh : DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH. MH. Ketua.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Penyusunan NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA (NSPK) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jakarta, 14 November 2014.
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
Tugas Hukum Perjanjian Internasional 2 Kelompok 3:
SELAMAT BERJUMPA SELAMAT BERJUMPA.
Forum badan koordinasi kehumasan pemerintah (bakohumas)
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DAN PERATURAN PERUSAHAAN
Disampaikan pada acara :
Slide berikutnya untuk 2
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
PERAIRAN INDONESIA.
ILLEGAL FISHING.
LANDAS KONTINEN.
KETENTUAN UUD NRI Tahun 1945 dalam Kehidupan berbangsa dan bernegara
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI kemaritiman
I Made Andi Arsana | Hukum Laut Nasional I Made Andi Arsana |
herwan parwiyanto / FISIP-UNS
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang. Organisasi
HERWAN PARWIYANTO / FISIP-UNS
KOMPLEKSITAS PENGELOLAAN PERBATASAN
HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Kesatuan wilayah tersebut juga mencakup
Etty R. Agoes Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung
Delimitasi Batas Maritim
HUKUM INTERNASIONAL KEDAULATAN NEGARA PERTEMUAN XVIII & XIX
Kerjasama Pertahanan/Militer Indonesia-Vietnam
Landasan Kontinen O L E H Tim Pengajar Kelompok 9.
Disampaikan Dalam Sosialisasi Kebijakan Politik
“GEOPOLITIK NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
KONFERENSI KODIFIKASI HUKUM LAUT INTERNASIONAL
LETAK, JARAK VERTIKAL & HORIZONTAL GEOGRAFI INDONESIA
wilayah negara kesatuan republik indonesia
MENELAAH KETENTUAN KONSTITUSIONAL BERBANGSA DAN BERNEGARA
PERAIRAN INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996
PERAIRAN INDONESIA. ASPEK KEWILAYAHAN Dasar aspek kewilayahan tentang pemikiran akan wawasan nusantara yaitu didasarkan atas letak geografis yaitu batas-batas.
INDONESIA MENUJU POROS MARITIM DUNIA Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi untuk menjadi Poros Maritim Dunia.
BAB 2 MENELAAH KETENTUAN KONSTITUSIONAL BERBANGSA DAN BERNEGARA Meylita Hadiaty, S.Pd.
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT. Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan.
POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA FARREL, DYAKSA, SASKO, WAFI.
Transcript presentasi:

Seminar Hukum Laut Nasional 2014 Fakultas Hukum Universitas Airlangga PENYELESAIAN BATAS MARITIM DENGAN NEGARA-NEGARA TETANGGA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMINIMALISIR KEGIATAN IUU FISHING I Surabaya 22 September 2014 Seminar Hukum Laut Nasional 2014 Fakultas Hukum Universitas Airlangga

SISTEMATIKA PEMAPARAN Pendahuluan Penetapan Perbatasan Perkembangan Penetapan Batas Maritim Indonesia Pengelolaan Batas Wilayah Maritim Penutup

Negara Tetangga Indonesia Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Negara Tetangga Indonesia

BATAS WILAYAH NKRI (DARAT, LAUT, UDARA DAN FIR*)

PENETAPAN PERBATASAN

Aspek penting dalam penanganan isu perbatasan yang terkait dengan kebijakan Border Diplomacy Penetapan Perbatasan Pengelolaan Perbatasan

PENETAPAN PERBATASAN Penetapan perbatasan adalah upaya dalam menetapkan wilayah negara yang meliputi wilayah darat, wilayah perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

PENETAPAN PERBATASAN Penetapan batas wilayah negara yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia merupakan suatu keharusan sesuai ketentuan hukum internasional dan hukum nasional. Dasar Hukum internasional yang mengatur penetapan batas, khususnya maritim ,adalah UNCLOS 1982, yaitu : Pasal 15 Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (Batas Laut Teritorial) Dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun diantaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, harus menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis pangkal dimana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur.

PENETAPAN PERBATASAN 2. Pasal 74 Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (Batas ZEE) Penetapan ZEE antar negara yang pantainya berhadapan dan berdampingan harus dilakukan dengan persetujuan berdasarkan hukum internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, untuk mencapai penyelesaian yang adil. 3. Pasal 83 Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (Batas Landas Kontinen) Penetapan Landas Kontinen antar negara yang pantainya berhadapan dan berdampingan harus dilakukan dengan persetujuan berdasarkan hukum internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, untuk mencapai penyelesaian yang adil.

PENETAPAN PERBATASAN Dasar Hukum nasional yang mengatur keharusan untuk berunding dalam penetapan batas wilayah negara adalah: Pasal 5 UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara Batas wilayah negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. 2. Pasal 6 UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara Dalam hal wilayah negara tidak berbatasan dengan negara lain Indonesia menetapkan batas wilayah negara secara unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. 3. Pasal 3 UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Apabila ZEE Indonesia tumpang tindih dengan ZEE negara yang pantainya saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia maka batas ZEE antar Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan bilateral. 4. Pasal 3 UU No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia Dalam hal landas kontinen Indonesia, termasuk depresi-depresi yang terdapat di landas kontinen Indonesia berbatasan dengan negara lain, penetapan garis batas landas kontinen dilakukan dengan cara mengadakan perundingan untuk mencapai suatu persetujuan.

PERKEMBANGAN PENETAPAN BATAS MARITIM INDONESIA 11 RI – MALAYSIA Kedua negara sejak tahun 2005 telah melaksanakan perundingan penetapan batas maritim di segmen-segmen yang masih belum disepakati yaitu, batas ZEE di Selat Malaka, batas Laut Teritorial di Selat Singapura, batas Laut Teritorial di Selat Malaka Bagian Selatan dan batas Laut Teritorial di Laut Sulawesi. Pertemuan telah berlangsung selama 26 putaran dan pertemuan terakhir dilaksanakan di Johor Bahru pada bulan Oktober 2013.

SEGMEN MARITIM RI - MALAYSIA YANG PERLU DISEPAKATI BATASNYA 4 1 5 2 3 1 SEGMEN SELAT MALAKA ISU BATAS ZEE 2 SEGMEN SELAT MALAKA BAGIAN SELATAN 3 SEGMEN SELAT SINGAPURA ISU BATAS LAUT WILAYAH 4 SEGMEN LAUT CHINA SELATAN ISU BATAS LAUT WILAYAH, LK & ZEE 5 SEGMEN LAUT SULAWESI

PERKEMBANGAN PENETAPAN BATAS MARITIM INDONESIA 13 RI – VIETNAM Kedua negara tengah merundingkan penetapan batas ZEE sejak tahun 2007 dan Pertemuan Teknis ke-5 telah dilaksanakan di Hanoi, Vietnam pada 30 Juli 2013.

INDONESIA - VIETNAM LK RI - VIETNAM 200 Nm

PERKEMBANGAN PENETAPAN BATAS MARITIM INDONESIA RI – FILIPINA Proses perundingan batas maritim RI – Filipina telah dilakukan sejak tahun 1994 dan secara intensif dilakukan sejak tahun 2011. Pada tanggal 23 Mei 2014 Menteri Luar Negeri kedua negara telah menandatangani Persetujuan Batas ZEE antara Pemerintah RI dan Pemerintah Filipina (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and Government of the Republic of the Philippines Concerning the Delimitation of the Exclusive Economic Zone Boundary). Menurut rencana kedua negara juga akan memulai perundingan batas maritim terkait Landas Kontinen.

INDONESIA - FILIPINA

PERKEMBANGAN PENETAPAN BATAS MARITIM INDONESIA 17 RI – TIMOR LESTE Dalam pertemuan antara pimpinan kedua negara pada akhir Agustus 2014 di Dili, RI dan Timor Leste sepakat untuk merundingkan penetapan batas maritim dalam

Indonesia – Timor-Leste Kementerian Luar Negeri REPUBLIK INDONESIA

PERKEMBANGAN PENETAPAN BATAS MARITIM INDONESIA 19 RI-Australia Persetujuan RI-Australia tentang Penetapan Batas ZEE dan Batas- Batas Laut Tertentu Tahun 1997 masih belum berlaku. Sehingga penentuan garis batas ZEE saat ini masih menggunakan rujukan garis batas sementara berdasarkan Persetujuan 1981 tentang Implementation of a Provisional Fisheries Surveillence and Enforcement Arrangement

Indonesia – Australia (from south of Java to Arafura) Kementerian Luar Negeri REPUBLIK INDONESIA

INDONESIA - AUSTRALIA

PENGELOLAAN WILAYAH BATAS MARITIM 22 Pengelolaan Perbatasan secara umum dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan berupa pengorganisasian dan pengawasan untuk mengelola, menjaga dan mengamankan wilayah suatu negara di wilayah yang berbatasan dengan negara lain. Dalam mengelola perbatasan perlu adanya integrasi kegiatan yang dilakukan oleh instansi terkait di dalam negeri dan kerjasama di kawasan perbatasan dengan negara yang berbatasan.

PENGELOLAAN WILAYAH BATAS MARITIM 23 Konflik penegakan hukum terkait dengan batas maritim yang masih dirundingkan (overlapping claim); Proses penegakan hukum di lapangan; Pemanfaatan/perlindungan sumber daya alam.

Insiden Tg. Berakit (DKP Tanjung Balai Karimun), 13 Agustus 2010. COMMON GUIDELINES CONCERNING TREATMENT OF FISHERMEN BY MARITIME LAW ENFORCEMENT AGENCY RI-MALAYSIA 24 Insiden Tg. Berakit (DKP Tanjung Balai Karimun), 13 Agustus 2010. Lima (5) Kapal ikan berbendera Malaysia melakukan penangkapan ikan di sekitar Perairan Berakit, di ad-hock menuju Batam. Dihadang oleh Patroli Marine Police Malaysia. Kapal Nelayan Malaysia dan tiga orang anggota DKP dibawa menuju ke Malaysia.

COMMON GUIDELINES CONCERNING TREATMENT OF FISHERMEN BY MARITIME LAW ENFORCEMENT AGENCY RI-MALAYSIA 25 Ditandatangani di Bali, 27 Januari 2012 oleh Kalakhar BAKORKAMLA dan Sekretaris MKN di hadapan Menkopolhukam RI dan Menteri Senior Malaysia. Merupakan dasar hukum bilateral kedua negara yang mengatur mengenai tata cara perlakuan terhadap nelayan di wilayah maritim kedua negara di overlapping area dengan mengedepankan kesejahteraan nelayan MoU Common Guidelines mendapat apresiasi yang baik dalam pertemuan Expanded ASEAN Maritime Forum sebagai suatu contoh mekanisme pengaturan di wilayah overlapping.

Pokok-Pokok MoU Common Guidelines: COMMON GUIDELINES CONCERNING TREATMENT OF FISHERMEN BY MARITIME LAW ENFORCEMENT AGENCY RI-MALAYSIA 26 Pokok-Pokok MoU Common Guidelines: Berlaku pada unresolved maritime boundary areas antara RI dan Malaysia. Wilayah pemberlakuan MoU mengikuti perkembangan penyelesaian batas maritim. Perlakuan terhadap nelayan : Diperiksa dan diminta untuk meninggalkan lokasi kecuali bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap illegal akan diproses; Notifikasi dan laporan kepada masing-masing fokal point. Setiap tindakan yang diambil aparat harus menghindari kekerasan dan perlunya perlakuan yang adil terhadap nelayan.

MoU Box 1974 RI-AUSTRALIA 27 “Fishermen who have traditionally taken fish and sedentary organism in Australian waters by methods which have been the tradition over decades of time”. Kegiatan yang dibolehkan: Menangkap ikan, termasuk jenis sedenter di wilayah “kotak”; Mendarat dan mengambil air tawar di East & Middle Islands; Berlindung (keadaan darurat/badai)

Wilayah “kotak” MoU Box 1974 28

Larangan di area MoU Box 1974 29 Menangkap jenis ikan yang dilarang CITES, a.l.: Kima raksasa atau Giant clam (Tridacna gigas); Akar Bahar atau Black coral (Antipathes spp); Penyu sisik atau Hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata) maupun telurnya; Menangkap biota darat: burung, telur burung, kayu; Mengambil air di bagian Tengah dan Timur Ashmore Reef.

PENUTUP 30 Pentingnya penetapan perbatasan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam. Perlunya mempertimbangkan instrumen hukum internasional dalam proses penegakan hukum IUU Fishing; Penguatan kerjasama diantara aparat penegak hukum maupun kapasitas Pengadilan Perikanan; Perlunya peningkatan komitmen terhadap instrumen hukum internasional secara normatif maupun aspek operatif kerjasamanya.

TERIMA KASIH Hubungi kami: Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Gedung Utama, Lantai 2, 7 dan 11 Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta Pusat – 10110 Sekretariat Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Telp. 021-3846633 Fax: 021-3858044 Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan Telp: 021-3849618 Fax: 021-3524154 Direktorat Hukum Telp. 021-3848648 Fax: 021-3504663 Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Telp: 021-3858015 Fax: 021-3523302 Website: http://www.kemlu.go.id http://naskahperjanjian .deplu.go.id/main.asp http://pustakahpi.kemlu.go.id