Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian Kebijakan Perdagangan - 2
Belajar dari Kasus HAITI Negara ini beras sudah merupakan tanaman pangan tradisional sejak berabad-abad lalu Hingga 20 tahun lalu, petani negara ini masih mampu memproduksi sekitar ton beras per tahun, cukup untuk menutup 95 persen konsumsi domestik
Meskipun tidak mendapat subsidi dari pemerintah, akses mereka ke pasar domestik terproteksi oleh adanya tarif impor yang menghambat masuknya beras impor
Penyebab Hancurnya Ketahanan Pangan HAITI Kondisi berubah tahun 1995 ketika kesulitan ekonomi memaksa pemerintah masuk dalam perangkap IMF. Untuk mendapatkan kucuran utang dari IMF, IMF mensyaratkan Haiti memangkas tarif impor beras dari 35 persen menjadi 3 persen. beras dari Amerika Serikat segera membanjiri pasar lokal pada harga separuh dari tingkat harga beras produksi lokal.
Ribuan petani setempat jadi kehilangan lahan dan mata pencarian karena tak bisa bersaing dengan beras AS 75 persen beras yang dikonsumsi Haiti adalah beras impor dari AS Beras AS mampu menggusur beras lokal bukan karena rasanya lebih enak atau karena petani AS mampu memproduksi beras lebih efisien, melainkan karena petani AS disubsidi habis- habisan oleh pemerintahnya (AS).
Program “Bantuan Pangan” atau GMO Bantuan pangan AS mensyaratkan bantuan yang diberikan diproduksi, diproses, dan dikapalkan sendiri oleh perusahaan- perusahaan AS. benih hasil rekayasa genetik (genetically modified organism/GMO) juga dipaksakan ke petani negara-negara berkembang dalam konteks “program bantuan pangan”
Belajar dari Kasus ETHIOPIA Benih GMO disalurkan sebagai bantuan bagi petani miskin yang mengalami kekeringan parah Setelah ditanam dan panen, baru petani menyadari bahwa benih hasil panenannya ternyata tidak boleh ditanam lagi tanpa membayar royalti kepada produsen benih benih tersebut ternyata juga hanya bisa tumbuh jika memakai pupuk, insektisida, dan herbisida yang juga diproduksi oleh produsen yang sama
Perekonomian petani dijebak masuk dalam perangkap ketergantungan di tangan konglomerat agrobisnis negara maju
Siklus pertanian tradisional yang memungkinkan petani melakukan reproduksi benih di tingkat petani sendiri-yakni dengan menyisihkan benih organik dari hasil panenannya untuk ditanam pada musim tanam berikutnya- menjadi terputus Akibatnya, tragedi kelaparan terus berulang
KEMBALI KE SAWAH Mantan analis pemerintahan federal AS, Richard Cook, dalam tulisan Crisis in Food Prices Threatens Worldwide Starvation: Is It Genocide Kini saatnya kembali ke sawah : pentingnya dukungan kebijakan penuh dari pemerintah, mulai dari kredit lunak, jaminan harga, pelayanan yang terjangkau, kebijakan pajak yang mendukung dan hingga yang ekstrem: gerakan nasional untuk mengonsumsi produksi dalam negeri Produksi pangan tidak boleh lagi diserahkan ke tangan perusahaan agrobisnis dan kapitalisme finansial internasional
Globalisasi Pertanian Negara A tidak hanya berproduksi untuk produk-produk pertanian tetapi juga menjadi pasar dari produk-produk pertanian dari negara B. Demikian sebaliknya Negara A Negara B Negara A Negara B
Competitiveness Contoh : Beras yang dihasilkan petani Indonesia akan bersaing dengan beras yang dihasilkan petani AS atau petani Vietnam yang ada di pasar (internasional maupun domestik) GLOBALISASI PERTANIAN COMPETITIVENESS Cost Production Technology Production menuntut adanya Persaingan antar Petani dari negara A dengan negara B
Ketahanan Pangan Ketahanan Pangan seharusnya berasal dari produksi dalam negeri yang dapat mencukupi masyarakat dalam negeri sendiri. Selebihnya dapat diekspor. Jika impor tetap dilakukan maka mekanisme pasar harus dapat dicermati, bahwa jangan sampai produksi dalam negeri bersaing dengan tidak fair dengan produk impor. Hal ini lebih diutamakan pada produk pertanian yang merupakan makanan pokok masyarakat. Jangan mengatakan Swasembada Pangan tercapai jika sebagian besar makanan pokok kita masih disupplay oleh negara lain.
Cermati adanya RASKIN Krisis ekonomi terjadi Banyak masyarakat tidak dapat membeli makanan pokok (BERAS) Ada “kebijakan pangan murah” dari Pemerintah. Beras yang dibagikan kepada rakyat miskin adalah beras impor dan dijual dengan murah (karena adanya subsidi yang dikeluarkan supaya harga menjadi murah). Cara ini apakah sudah benar dan baik ?