UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TEORI MAKROEKONOMI K u s n e n d i PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI DAN KOPERASI FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009
TEORI MAKROEKONOMI KLASIK (Classical Macroeconomic Theory, CMT) K u s n e n d i PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI DAN KOPERASI FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009
EKONOM PELOPOR Teori makroekonomi Klasik (CMT) = kumpulan pemikiran para ahli ekonomi klasik. Diantaranya yang paling utama: Adam Smith, J.S. Mill, David Ricardo, J.B. Say, A.C. Pigou, H.H. Gossen, Irving Fisher, Leon Walras, dan Alfred Marshall. Istilah “Klasik” berasal dari Karl Marx yang ditujukan kepada para ekonom pengikut pemikiran Ricardo dan James Mill. Keynes (1936: 3), “The classical economists was name invented by Marx to cover Ricardo and James Mill and their predecessors, that is to say for the founders of the theory which culminated in the Ricardian economics.”
ASUMSI Perekonomian menganut sistem ekonomi leissez faire, laissez passer (sistem ekonomi kapitalis murni). Aktivitas ekonomi, baik di pasar barang, pasar tenaga kerja maupun di pasar uang diatur mekanisme pasar yang bekerja atas dasar persaingan sempurna (perfect competition). Harga-harga (barang dan faktor produksi) fleksibel mengikuti perubahan permintaan dan penawaran. Asumsi ini dikenal sebagai market clearing assumption atau self-adjusting assumption. Di dunia nyata berlaku Hukum Say: “supply creats its own demand” – penawaran dengan sendirinya menciptakan permintaan. Karena itu, unsur aktif yang menggerakan roda perekonomian adalah sisi penawaran (supply side) dan bukan sisi permintaan (demand side). CMT = Supply Side Economics. Motivasi masyarakat membutuhkan uang hanya untuk memenuhi kebutuhan transaksi. Fungsi uang sebatas unit hitung (unit of account) dan sebagai media pertukaran (medium of exchange). Asumsi ini dikenal sebagai neutrality of money assumption, asumsi netralitas uang.
MODEL I: OUTPUT AGREGAT (PENDAPATAN NASIONAL, Y) Model I: Apa yang menentukan besar kecilnya tingkat output agregat atau tingkat pendapatan nasional (Y) yang dapat dihasilkan suatu perekonomian? Y ditentukan oleh jumlah input (faktor produksi) yang tersedia, dan tingkat teknologi yang digunakan, yaitu kemampuan merubah faktor produksi (input) menjadi output agregat (Y). Dalam CMT, tenaga kerja (N) dan kapital (K) merupakan dua faktor produksi utama. Teknologi = cara atau metode produksi yang digunakan. Cara atau metode produksi ini ditunjukan oleh APF (Aggregate Production Function, fungsi produksi agregat). Jadi APF mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah input (faktor produksi) menjadi output (barang dan jasa).
Fungsi Produksi Agregat (APF) Y = f(N, K) APF jangka panjang Dalam jangka pendek, K diasumsikan konstan (K diberlakukan sebagai input tetap, fixed input), dan N sebagai input variabel. (2) Y = f(N) APF jangka pendek Penggunaan K dan atau kualitas N meningkat Y APF, tunduk pada law of diminishing marginal product. Artinya, dengan mempertahankan input K tetap, maka jika penggunaan input N ditambah sebanyak satu unit, maka Y akan naik tetapi dengan tambahan yang semakin lama semakin berkurang. Y sebagai akibat adanya N = Marginal product of labor (MPN) = dY/dN f’(N) Y3 f(N) Y2 Y1 N N1 N2
MODEL II: PERMINTAAN & PENAWARAN TENAGA KERJA Model II: Apa yang menentukan besar kecilnya penggunaan tenaga kerja atau tingkat kesempatan kerja (N) suatu perekonomian? Besar kecilnya N ditentukan di pasar tenaga kerja. Di pasar tenaga kerja bertemu dua kekuatan: permintaan dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja datang dari sektor bisnis (dunia usaha). Penawaran tenaga kerja bersumber dari sektor rumah tangga. Apa yang menentukan besar kecilnya permintaan dan penawaran tenaga kerja?
Permintaan Tenaga Kerja (1) Dalam model CMT, produsen dan konsumen adalah dua aktor perekonomian utama yang selalu mengejar kepentingannya masing-masing. Produsen mengejar laba maksimum, dan konsumen mencapai kepuasaan maksimum. Dengan demikian, pertimbangan utama bagi produsen dalam memutuskan untuk menambah atau mengurangi penggunaan input N ditentukan oleh apakah penambahan atau pengurangan penggunaan input N (tenaga kerja) itu akan mendatangkan laba yang maksimum atau tidak. Syarat untuk mencapai laba maksimum: (1) MR = MC Dalam pasar persaingan sempurna berlaku: (2) MR = P Berdasarkan persamaan (1) dan (2), diperoleh syarat untuk mencapai laba maksimum: (3) P = MC Berdasarkan APF jangka pendek, hanya ada satu input variabel N maka: (4) MC = W/MPN Dari persamaan (3) dan (4), diperoleh syarat laba maksimum menjadi: (5) P = W/MPN P.MPN = W MPN = W/P
Laba maksimum: MPN = W/P Y = f(N) L = TR – TC TR = P.Y TC = W.N L = P.Y – W.N L = P.Y – W.f-1(Y) L maksimum jika: dL/dY = 0 dL/dY = P – W(dN/dY) = 0 Mengingat: dY/dN = MPN maka dN/dY = 1/MPN, jadi: dL/dY = P – W(1/MPN) = P – W/MPN = 0 P = W/MPN P.MPN = W MPN = W/P
Permintaan Tenaga Kerja (2) MPN = W/P; mengandung arti, untuk mencapai laba maksimum produsen akan menggunakan input N sampai dicapai posisi di mana tambahan produk yang dihasilkan N, yaitu MPN sama dengan biaya, yaitu upah riel (W/P) yang harus dikeluarkan untuk membayar balas jasa pemilik input N. Jadi, jika MPN W/P, laba tidak akan maksimum. MPN > W/P N naik sampai dicapai posisi MPN W/P MPN = W/P Laba max. MPN < W/P N turun
Kurva Permintaan Tenaga Kerja (DN) W/P, MPN (W/P)1 = MPN diminta N = N1 Laba max. A (W/P)2 = MPN diminta N = N2 Laba max. (W/P)1 B (W/P)2 MPN = DN N N1 N2 KESIMPULAN: jika (W/P) naik (supaya laba yang diperoleh max.) maka permintaan terhadap N (DN) akan turun, dan sebaliknya. Jadi: DN = f (W/P); di mana: dN/d(W/P) < 0.
Penawaran Tenaga Kerja Jika permintaan tenaga kerja merupakan fungsi negatif dari tingkat upah riel (W/P), bagaimana dengan penawaran tenaga kerja? Model Klasik menyatakan, penawaran tenaga kerja adalah fungsi positif dari tingkat upah riel. (W/P) (penawaran tenaga kerja) Semakin tinggi tingkat upah riel, semakin tinggi jumlah penawaran tenaga. Mengapa tinggi rendahnya penawaran tenaga kerja berhubungan positif dengan tingkat upah riel? Pemilik faktor produksi tenaga kerja (rumah tangga konsumen) tidak kena ilusi uang (money illusion). Artinya, tenaga kerja selalu membandingkan kenaikan upah nominal (W) dengan kenaikan harga-harga (P). Jika W naik 20% tetapi P juga naik 20% maka tenaga kerja tidak menganggap pendapatannya telah naik, tetapi menganggap pendapatannya tetap tidak berubah. Tenaga kerja Pendapatan riel = W – tingkat inflasi. Dalam sehari, setiap pemilik faktor produksi tenaga kerja memiliki waktu 24 jam yang dapat digunakan untuk beristirahat (leisure), dan atau berkerja. Keduanya sama-sama memberikan kepuasan. Beristirahat memperoleh kepuasan tertentu. Bekerja juga memperoleh kepuasan, yaitu mendapatkan upah (W). Masalah: bagaimana waktu 24 jam yang dimiliki dialokasikan untuk istirahat dan bekerja agar kepuasan yang diperoleh maksimum?
Keseimbangn Alokasi Waktu Istirahat - Bekerja Y Istirahat = 0 jam 24 jam bekerja pendapatan (Y) = (24 jam)(W/P) = 0Yo Bekerja = 0 jam 24 jam dialokasikan untuk istirahat = 0W YoW = garis alokasi waktu istirahat – bekerja U1 = kurva alokasi waktu dengan kepuasan sama, jika (W/P) per jam = (W/P)1 Y1 Alokasi waktu yang digunakan bekerja = 8 jam Y = 0YA. Keseimbangan di E1 Jika (W/P) per jam naik menjadi (W/P)2, garis alokasi waktu istirahat – berkerja menjadi WY1. Kurva U bergeser menjadi U2 (U2 > U1) dan keseimbangan menjadi E2 E2 YB Yo Jumlah waktu yang dialokasikan untuk kerja naik menjadi 14 jam, dan pendapatan 0YB U2 E1 YA U1 W Waktu Istirahat dan Bekerja 8 14 24 jam Ketika (W/P) = (W/P)1 alokasi waktu kerja = 8 jam Ketika (W/P) naik menjadi (W/P)2 alokasi waktu kerja juga naik menjadi 14 jam
Kurva Penawaran Tenaga Kerja (SN) W/P Upah Riel Jumlah Jam Kerja (W/P)1 8 jam (W/P)2 14 jam SN (W/P)2 (W/P)1 Jumlah Jam Kerja 8 14
Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Di pasar tenaga kerja bertemu dua kekuatan, yaitu permintaan dan penawaran tenaga kerja: DN = f(W/P); dDN/d(W/P) < 0 SN = f(W/P); dSN/d(W/P) > 0 Keseimbangan pasar tenaga kerja terjadi dititik E, yaitu ketika jumlah permintaan sama dengan jumlah penawaran tenaga kerja DN = SN. Keseimbangan pasar tenaga kerja menentukan tingkat upah riel (W/P)e dan volume kesempatan kerja (Ne). Jika upah riel = (W/P)1 terjadi kelebihan permintaan tenaga kerja (DN). Jika upah riel = (W/P)2 terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja (SN). W/P SN Kelebihan SN (W/P)2 E (W/P)e (W/P)1 DN Kelebihan DN N Ne
MODEL III: KESEMPATAN KERJA & PENDAPATAN NASIONAL (OUTPUT AGREGAT), Y Model I menjelaskan dalam jangka pendek, tingkat Y yang dapat dicapai sebuah perekonomian ditentukan oleh penggunaan input tenaga kerja atau tingkat kesempatan kerja. Model II menjelaskan bagaimana tingkat upah riel menentukan jumlah permintaan dan penawaran tenaga kerja, serta volume kesempatan kerja. Model III merupakan gabungan Model I dan II. Model III menjelaskan bagaimana keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja menentukan tingkat upah riel, volume kesempatan kerja, dan tingkat pendapatan nasional (output agregat), Y. Model III: Y = f(N) Fungsi produksi agregat DN = f(W/P); dDN/d(W/P) < 0 Fungsi permintaan tenaga kerja SN = f(W/P); dSN/d(W/P) > 0 Fungsi penawaran tenaga kerja DN = SN Keseimbangan pasar tenaga kerja
Kesempatan Kerja & Pendapatan Nasional (1) PASAR TENAGA KERJA DN = f(W/P); SN = f(W/P); DN = SN VARIABEL EKSOGEN Kapital, Teknologi, Kuantitas & kualitas tenaga kerja, SDA TINGKAT UPAH RIEL (W/P) menentukan VOLUME KESEMPATAN KERJA (N) melalui FUNGSI PRODUKSI AGREGAT: Y = f(N) menentukan PASAR BARANG & PASAR UANG Y
Kesempatan Kerja & Pendapatan nasional (2) W/P SN Apakah tingkat Y dan N full employment (Ye dan Ne) dapat berubah? Menurut Klasik dapat, yaitu jika terdapat perubahan dalam variabel eksogen. E2 (W/P)1 E1 (W/P)e DN’ Misal, ada peningkatan penggunaan teknologi sedang yang lainnya tidak berubah. Akibatnya: MPN naik sehingga kurva DN bergeser menjadi DN’ Fungsi produksi juga bergeser ke atas menjadi f’(N) Keseimbangan pasar tenaga kerja berubah menjadi E2 dengan tingkat (W/P) naik menjadi (W/P)1, volume kesempatan kerja bertambah menjadi N1, dan Y meningkat menjadi Y1. DN N Ne N1 Y f’(N) Y1 f(N) Ye N Ne N1
MODEL IV: TABUNGAN, INVESTASI DAN TINGKAT BUNGA Model IV: Apa yang menentukan tabungan, investasi, dan tingkat bunga? Tingkat bunga ditentukan di pasar modal. Di pasar modal bertemu dua kekuatan, yaitu permintaan dana untuk investasi dan penawaran dana pinjaman. Keseimbangan permintaan dan penawaran dana pinjaman menentukan tingkat bunga. Teori penentuan tingkat bunga Klasik dikenal sebagai teori dana pinjaman (loanable fund theory) yang dibangun berdasarkan Hukum Say. Hukum Say bersama dengan teori kuantitas uang telah diposisikan sebagai ide fundamental yang melandasi keseluruhan CMT.
Hukum Say “Supply creates its own demand” Penawaran dengan sendirinya menciptakan permintaan Proses Produksi Agregat Output agregat (Q) Pendapatan (Y) Q = Y Fungsi uang: Unit of account & Medium of exchange dijual dibelanjakan Penawaran agregat (AS) Permintaan agregat (AD) AS = AD Menjamin tidak ada penggangguran sumber daya. Karena itu, perekonomian akan selalu ada pada tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) menciptakan
Tabungan dan Investasi (1) Hukum Say Proses Produksi Agregat Q at factor cost = C + S Y at market price = C + I AS = C + S Equilibrium AD = C + I AS = AD C + S = C + I S = I Full Employment
Tabungan dan Investasi (2) Dalam model Klasik, tabungan adalah perilaku masyarakat untuk menunda konsumsi sekarang, atau menunda kepuasan atas pembelanjaan pendapatan untuk konsumsi sekarang. Mengapa masyarakat mau menabung (menunda konsumsinya)? Ada dua alasan: Masyarakat mau menabung bukan berarti tabungan tersebut akan dipegang sebagai uang tunai, melainkan dialokasikan sebagai dana pinjaman untuk pihak lain (pengusaha) yang membutuhkan dana untuk investasi. Jadi dalam model Klasik, tabungan itu akan langsung digunakan untuk investasi. Dengan demikian besarnya tabungan (S) akan selalu sama dengan besarnya investasi (I) S = I. Masyarakat mau menabung karena pengusaha yang meminjam dana tabungan bersedia membayar balas jasa berupa bunga. Jadi, bunga (i) adalah hadiah atau balas jasa karena masyarakat mau menunda konsumsinya. Karena itu menurut ekonom Klasik, tinggi rendahnya tabungan masyarakat ditentukan secara positif oleh tingkat bunga. S = f(i) di mana dS/di > 0. Artinya, semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi tabungan masyarakat.
Tabungan dan Investasi (3) Apa yang menentukan besar kecilnya pengeluaran investasi (I)? Dalam model Klasik, pengeluaran investasi ditentukan secara negatif oleh tingkat bunga. I = f(i) di mana dI/di < 0. Artinya, semakin tinggi biaya bunga yang harus dibayar, semakin rendah pengeluaran investasi.
Penentuan Tingkat Bunga (Loanable Fund Theory) Tingkat bunga ditentukan di pasar modal. Di pasar modal bertemu dua kekuatan: penawaran dana pinjaman dan permintaan akan dana. Penawaran dana pinjaman berasal dari dari tabungan masyarakat (S), sedang permintaan dana datang dari pihak pengusaha yang membutuh-kan dana untuk investasi (I). Atas dasar hal tersebut maka teori bunga Klasik disebut sebagai teori dana pinjaman (loanable fund theory): S = f(i); dS/di > 0 I = f(i); dI/di < 0 S = I (keseimbangan pasar modal) i Penawaran dana pinjaman S E i Permintaan dana investasi I S, I S = I AS = AD Perekonomian ada pada tingkat kesempatan kerja penuh
Perubahan Tingkat Bunga & Komposisi Pendapatan Nasional Apakah keseimbangan S = I akan selalu terjadi pada kesempatan kerja penuh? Misalkan, karena sesuatu hal, kurva permintaan dana bergeser dari I’ menjadi I”. Di pasar barang terjadi AS > AD. Akibatnya: Di pasar modal terjadi kelebihan penawaran dana pinjaman (S > I) sebesar E1A. Karena S > I maka tingkat bunga akan turun menjadi i2. Dan turunnya tingkat bunga tersebut menyebabkan penawaran dana pinjaman (S) berkurang. S turun mengandung arti pengeluaran konsumsi (C) naik. C naik berarti AD naik. Sehingga dicapai keseimbangan baru di E2, di mana S2 = I2 dan AS menjadi sama kembali dengan AD, yang berarti perekonomian tetap pada posisi kesempatan kerja penuh. Kelebihan penawaran dana pinjaman (S > I) S E1 A i1 E2 i2 I’ I” S, I S2 = I2 S1 = I1 KESIMPULAN: ketika ada gangguan di pasar modal, melalui fleksibilitas tingkat bunga, keseimbangan S = I atau AS = AD pada tingkat kesempatabn kerja penuh tetap berlaku. Perubahan tingkat bunga hanya menyebabkan perubahan dalam komposisi pendapatan nasional.
Perluasan Model: Kebijakan Fiskal, Tingkat Bunga & Output Agregat Kebijakan fiskal dilakukan pemerintah melalui APBN. Misalnya pemerintah menjalankan kebijakan fiskal ekspansif dengan defisit APBN sebesar G. Pembiyaan defisit APBN sebesar G dilakukan dengan menjual obligasi. Artinya, pemerintah membiayai defisit APBN melalui pinjaman kepada masyarakat. Apa akibatnya terhadap tingkat bunga dan pendapatan nasional (output agregat)? Analisis Defisit APBN sebesar G yang dibiayai pinjaman kepada masyarakat menjadikan di pasar modal terjadi kenaikan permintaan dana untuk investasi sebesar G. Karena itu kurva permintaan dana bergeser dari I menjadi I + G.
Pada tingkat bunga (i1), pasar modal mengalami kelebihan permintaan dana sebesar E1-A. Sedang di pasar barang mengalami kelebihan permintaan agregat (AS < AD). Artinya, perekonomian mengalami gangguan. Gangguan tersebut akan dikoreksi sebagai berikut: Karena di pasar modal terdapat kelebihan permintaan dana, maka tingkat bunga akan naik menjadi E2. Naiknya tingkat bunga akan menyebabkan: (1) masyarakat lebih suka menabung. Artinya, pengeluaran konsumsi (C) dikurangi. Jadi penawaran dana pinjaman (S) naik menjadi S2; (2) pengeluaran investasi berkurang. Ketika C dan I turun mengandung arti AD juga turun, sampai dicapai posisi keseimbangan baru di E2 di mana AS kembali sama dengan AD serta penawaran dana pinjaman sama dengan permintaan dana (S = I + G), dan perekonomian kembali normal pada tingkat kesempatan kerja penuh. Kesimpulan: (1) kebijakan fiskal yang ekspansif menyebabkan tingkat bunga naik, dan naiknya tingkat bunga mendorong pengeluaran C dan I berkurang. Berkurangnya I sebagai akibat kenaikan tingkat bunga disebut efek crowding-out of invesment. (2) kebijakan fiskal hanya menyebabkan perubahan komposisi tingkat pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh.
Kebijakan Fiskal & Tingkat Bunga Defisit APBN sebesar G dibiayai melalui pinjaman pada masyarakat. Akibatnya, kurva permintaan I bergeser menjadi I + G. Di pasar modal terjadi kelebihan permintaan dana sebesar E1-A. Dan di pasar barang mengalami kelebihan AD (AS < AD). Tingkat bunga naik menjadi i2, sehingga S meningkat menjadi S2, dan I turun menjadi I2 (crowding-out of invesment), sampai dicapai posisi keseimbangan baru di E2 di mana AS kembali sama dengan AD serta penawaran dana pinjaman sama dengan permintaan dana (S = I + G), dan perekonomian kembali normal pada tingkat kesempatan kerja penuh. i S G E2 E1-A = kelebihan permintaan dana i2 E1 A i1 I + G I S, I S1 = I1 S2 = I2 + G
Perluasan Model: Kebijakan Moneter, Tingkat Bunga & Output Agregat Kebijakan moneter dilakukan bank sentral melalui pengendalian jumlah uang beredar (M). Misalnya bank sentral menjalankan kebijakan moneter yang ekspansif, yaitu menambah jumlah uang beredar sebesar M. Apa akibatnya terhadap tingkat bunga dan pendapatan nasional (output agregat)?
Kebijakan Moneter & Tingkat Bunga E1-A = kelebihan penawaran dana pinjaman Ketika bank sentral menambah jumlah uang beredar sebesar M, maka jumlah penawaran dana pinjaman (S) meningkat, sehingga kurva S bergeser menjadi S + M. Akibatnya, di pasar modal mengalami kelebihan penawaran dana pinjaman sebesar E1-A. Tingkat bunga didorong turun menjadi i2. Turunnya tingkat bunga, menjadikan pengeluaran investasi (I) naik, sedang tabungan masyarakat (S) turun (berarti pula pengeluaran konsumsi masyarakat C naik), sampai dicapai posisi keseimbangan baru di E2, di mana S2 + M = I2 dan AS = AD, yang berarti perekonomian tetap pada posisi kesempatan kerja penuh. S S + M M E1 i1 A E2 i2 I S, I S1 = I1 S2 + M = I2 KESIMPULAN: (1) Kebijakan moneter yang ekspansif menyebabkan tingkat bunga turun, dan turunnya tingkat bunga mendorong pengeluaran C turun sedang pengeluaran I naik. Kenaikan I sebagai akibat penurunan tingkat bunga disebut efek crowding-in of invesment. (2) Sama seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter hanya menyebabkan perubahan komposisi tingkat pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh.
MODEL V: UANG DAN TINGKAT HARGA Model V: Apa yang menentukan penawaran dan permintaan uang serta tingkat harga agregat? Di pasar uang bertemu permintaan (MD) dan penawaran uang (MS). Teori permintaan uang Klasik mengacu pada teori kuantitas uang. Dan teori kuantitas uang itu dikembangkan dengan berlandasankan keberlakuan Hukum Say. Berdasarkan teori kuantitas uang, para ekonom Klasik sampai pada penjelasan tentang penentuan tingkat harga agregat (P), serta penurunan kurva permintaan agregat (AD).
Teori Kuantitas Uang