Growth Pole Theory Kutub Pertumbuhan/Pusat Pengembangan (Growth Pole Theory), yi salah satu teori yg paling terkenal dlm ilmu ekonomi regional. Kepopuleran teori ini timbul karena 2 hal : Alat analisis yg menggabungkan prinsip- prinsip konsentrasi dan desentralisasi, shg tujuan pembangunan regional (pertumbuh- an & pemerataan pembangunan wilayah) dapat dicapai. Alat yg paling ideal untuk menggabungkan kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan secara terpadu.
Francois Ferroux (1955) : Konsep “Growth Pole” Banyak para akhli dan buku-buku yang menghubungkan teori pusat pengembangan ini dengan teknik perencanaan wilayah. Konsep Growth Pole atau poles de croissance diperkenalkan oleh Francois Ferroux (1955) sebagai seorang akhli perencanaan wilayah berkebangsaan Perancis yang pendapatnya bersumber dari teori innovasi ciptaan Schumpeter. Menurut Ferroux : berdasarkan fakta dasar perkembangan keruangan (spasial), pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub-kutub perkembangan, dengan intensitas yang berubah-ubah; dan pertumbuhan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian.
Gore, C (1984) : growth pole telah didefinisikan oleh berbagai pakar secara berbeda-beda dan lebih spesifik : Boudeville (1966) : kutub pertumbuhan regional, yi sekelompok industri yg mengalami ekspansi yg berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendo-rong perkembangan kegiatan ekonomi lebih lan-jut ke seluruh daerah pengaruhnya. MCCrone (1969) suatu pusat pertumbuhan yang terdiri dari suatu kompleks industri yang saling berkaitan dan mendapat keunggulan ekonomi dari keuntungan lokasi (locational proximity).
Gore, C (1984) : growth pole telah didefinisikan oleh berbagai pakar secara berbeda-beda dan lebih spesifik : Nichols (1969) suatu pusat pertumbuhan adalah suatu pusat kegiatan ekonomi di perkotaan yg mengalami pertumbuhan secara self sustaining, dan sampai suatu titik pertumbuhan itu didorong ke luar daerah pusat terutama ke daerah-daerah yang kurang berkembang. Parr (1973) suatu pusat pengembangan menyajikan suatu pusat perkotaan dgn ukuran populasi yang terdefinisikan meliputi salah satu karakteristik pertumbuhan (a) pertumbuhan penduduk (kesempatan kerja) pd tingkat yg lebih besar dari rata-rata ukuran regional, dan (b) pertumbuhan absolut penduduk (kesempatan kerja) yang lebih besar daripada pertumbuhan regional. Lasuen (1974) pusat pengembangan adalah sekelompok industri yg besar yg mempunyai keterkaitan yg kuat melalui hubungan input-output antara leading industri di sekitarnya yg secara geografi membentuk kluster. Leading industri mendorong ke seluruh kelompok, menginovasi, dan tum-buh pd tempat yg lebih cepat daripada industri-industri eksternal ke pusat.
Gore, C (1974) menyarikan inti pengertian growth pole) : Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan yang mengandung suatu pertumbuhan industri propulsive. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan, yang berlokasi di suatu pusat kota, yang melalui ekspansinya mendorong pertumbuhan pada daerah hinterland. Suatu pusat perkotaan yang tumbuh yg mendorong pertumbuhan pada daerah hinterland. Suatu pusat kota yang mengalami pertumbuhan.
Kesimpulan Pusat pengembangan/kutub pertumbuhan merupakan suatu konsentrasi industri atau kegiatan ekonomi pada suatu tempat tertentu yang kesemuanya saling berkaitan melalui hubungan input-output dengan industri utama (leading and propulsive indusatry).
1. Leading/Propulsive Industry, Menurut Ferroux, growth pole lebih menyangkut economic region dp geographic region, yg didasarkan pd konsep, sbb : 1. Leading/Propulsive Industry, Pada kutub pertumbuhan, perusahaan-perusahaan propulsip yg besar yg termasuk leading industries mendominasi unit-unit ekonomi lainnya. Suatu leading industry mempunyai ciri-ciri, al sbb : Kaitan-kaitan antar industri yg kuat dg sektor-sektor lainnya. Kaitan ini dapat berbentuk kaitan ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage). Permintaan terhadap produknya mempunyai elastisitas pendapatan yg tinggi, yg produknya biasanya dijual ke pasar-pasar nasional.
Perusahaan Propulsip (propulsive firm) : Suatu perusahaan propulsip (propulsive firm) dicirikan sebagai perusahaan yang antara lain relatif besar dan menimbulkan dorongan-dorongan pertumbuhan yang nyata kepada lingkungannya.
Richardson (1978) menyimpulkan : Jika kegiatan ekonomi yg saling berkaitan dikon-sentrasikan pd suatu tempat ttt, pertumbuhan ekonomi daerah yg bersangkutan akan meningkat lebih cepat dibanding jika kegiatan ekonomi tsb tersebar dan terpencar ke seluruh pelosok daerah. Dg demikian, dapat dinyatakan : jika sebuah pusat pengembangan didirikan pd suatu daerah yg relatif masih kurang berkembang, laju pertumbuhan pd daerah yg bersangkutan akan dapat ditingkatkan, shg perbedaan kemakmuran antar wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.
2. Efek Polarisasi atau Backwash Effect Konsep dasar tentang efek polarisasi dan backwash effect sangat erat kaitannya dg teori pusat pengembangan ini. Konsep ini menyatakan bahwa pertumbuhan dari leading industries (propulsive growth) akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya dari daerah hinterland ke kutub pertumbuhan. Proses konsentrasi spasial sumberdaya kedalam suatu pusat atau core disebut backwash (Myrdal) atau polarisasi (Hirschman) (Bradford, M.G and W.A. Kent, 1980). Dampak polarisasi bagi pusat pengembangan adalah adanya keuntungan aglomerasi, namun dapat menimbul-kan polarisasi geografik dengan mengalirnya sumberdaya ke dan konsentrasi kegiatan ekonomi pada pusat-pusat yang jumlahnya terbatas di suatu daerah.
Agglomeration Economies (Keuntungan aglomerasi) Kekuatan utama dari setiap pusat pengembangan, dapat dibagi 3 jenis, sbb : 1. Keuntungan Skala Usaha (Scale Economies), yaitu keuntungan yg bersifat intern bagi perusahaan, yg timbul karena pusat pengembangan memung-kinkan perusahaan industri yg tergabung di dlm-nya beroperasi dg skala besar, karena adanya jaminan sumber bahan baku dan pasar, yang memungkinkan adanya efisiensi perusahaan.
2. Keuntungan-keuntungan Lokalisasi (Localization Economies) Keuntungan yg bersifat ekstern bagi perusahaan tetapi intern bagi perkembangan industri, akibat saling keterkaitan antar industri, sehingga kebutuhan bahan baku dan pemasaran dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yg minimum. Keuntungan-keuntungan lokalisasi seperti itu ditimbulkan karena kedekatan lokasi dari perusahaan2 yang saling berkaitan, berkembangnya kelompok tenaga terampil, kemudahan saling tukar bahan dan produk, kemungkinan tumbuhnya perusahaan pengolah bahan-bahan sisa, dan berkembangnya jasa-jasa bagi perusahaan-perusahaan baik spesialis maupun reparasi, dan adanya kemudahan menggunakan fasiltas R&D (Research and Development).
3. Keuntungan-keuntungan Urbanisasi (Urbanization Economies), Keuntungan yg bersifat ekstern bagi perkembangan industri ttp intern bagi perkembangan daerah perkotaan, yg timbul karena tersedianya fasilitas pelayanan sosial ekonomi yg dapat dipergu-nakan secara bersama shg pembebanan ongkos untuk masing-masing perusahaan industri dapat diminimumkan. Wujudnya adalah turunnya biaya rata-rata tiap perusahaan. Efek dari polarisasi ini adalah berkembangnya pasar tenaga kerja perkotaan, kemudahan memasuki pasar yg lebih besar, tumbuh-nya sektor swasta dan pemerintah yg dapat menyediakan berba-gai macam jasa bagi penduduk dan industri. Jasa pengangkutan, perdagangan, aneka ragam fasilitas sosial, kebudayaan, rumah sakit, sekolah, dan tempat hiburan. Dalam mewujudkan polarisasi ini, prasarana yg berkembang yang menyediakan fasilitas-fasilitas pd pusat untuk melayani daerah yg lebih luas, mungkin mempunyai peranan yg sama pentingnya dg peranan yg dimainkan oleh suatu kompleks leading industries.
Hambatan Polarisasi dan Kerugian Aglomerasi Urbanisasi besar-besaran. Berkembangnya penduduk menimbulkan permasalahan lingkungan di daerah perkotaan itu sendiri. Leading industri itu sendiri dapat merosot. Memang pada tahap tertentu dengan berkembangnya penduduk dapat menurunkan biaya rata-rata perusahaan, namun setelah itu kerugian-kerugian skala mulai melebihi manfaat-manfaat aglomerasi. Beberapa kerugian tersebut ditimbulkan dengan makin naiknya biaya pelayanan umum, makin naiknya harga-harga faktor produksi seperti upah dan sewa tempat/bangunan. Biaya sosial (external costs) juga makin meningkat, seperti konversi lahan pertanian ke non-pertanian, kebisingan, polusi udara, menurunnya debit dan kualitas air, kemacetan lalu lintas, dan semakin jauhnya jarak perjalanan yang harus ditempuh. Lebih jauh lagi berakibat pada terjadinya pengangguran dan kemiskinan di daerah perkotaan. Hal ini telah menjadi masalah besar yang dapat mendorong terjadinya kerusuhan-kerusuhan/konflik sosial.
Beberapa pendapat untuk memaksimumkan keuntungan aglomerasi, sebagai berikut : Hermansen dalam Kulklinski (1972) menyarankan agar dl penentuan pusat pengembangan, memadukan teori pusat pengembangan dg teori tempat sentral (Christaller Losch Central Place Theorem), karena pemilihan lokasi suatu pusat pengembangan dan penentuan ukurannya ditentukan oleh potensi hirarki suatu kota. Kulklinski dan Petrella (1972), Hansen (1972 dan 1975), Parr (1973) Moseley (1974) menyarankan agar memadukan teori pusat pengem-bangan dg teori Export Base Model, agar potensi daerah ybs secara komperatip (comperative advantage) harus dijadikan pertimbangan yg cukup penting dl menentukan prioritas jenis kegiatan ekonomi (industri), karena jika tidak, keuntungan aglomerasi tidak akan dapat dimaksimumkan, dan pusat pengembangan sbg pendorong pertumbuhan wilayah akan menjadi kurang berfungsi. Penataan ruang untuk daerah perkotaan secara optimal juga mrp persyaratan utama untuk mengurangi hambatan polarisasi dan terjadi kerugian-kerugian aglomerasi.
3. Spread Effect atau Trickle Down Effect Konsep Spread Effects menyatakan bahwa pada waktunya, kualitas propulsip dinamik (output) dari kutub pertumbuhan akan memencar keluar dan memasuki ruang di sekitarnya (hinterland), sehingga dengan terdistribusinya output dari pusat pengembangan dapat mendorong pertumbuhan ruang di sekitarnya.
Sikap terhadap konsep growth pole ini ada 3 (tiga) macam : Optimis (optimism), adanya kemungkinan bahwa dg mendorong pertumbuhan di beberapa pusat (centers) dpt meningkatkan pertum-buhan daerah sekitar (hinterland) melalui spread effect. Pesimis (Pesimism). Walaupun Myrdal dan Hirschman sudah membicarakan spread effect atau trickling down effect sebagai lawan dari backwasch effect atau polarisation effect. Namun demikian, masih terdapat keraguan yang cukup besar mengenai kekuatan relatif dari spread effect dibandingkan dengan backwash effect. Berdasarkan kenyataan menunjukkan tidak seimbangnya perkembangan antara backwash effect dengan spread effect, dimana perkembangan backwash effect jauh lebih cepat dp spread effect. Melihat pusat-pusat pertumbuhan secara lebih luas, yaitu sebagai suatu aspek perencanaan pembangunan yang lebih komprehensif.