Buah Hati adalah Tanggung Jawab WARISAN, Berkah atau Bencana? Suatu hari, saya mendengar kabar yang mengejutkan dari kakak saya, bahwa seseorang kenalan yang saat ini telah berkeluarga mengancam orangtuanya dengan sebilah pisau agar membagikan warisan yang menurut dia adalah haknya! Wauw! Sepenggal kisah yang membuat saya kaget! Saat menjelang tidur, saya pun mulai berpikir, bagaimana kalau kejadian serupa menimpa kami. Kira- kira apa yang saya bisa lakukan? Adakah anakku juga berpikir bahwa apa yang menjadi perolehan orangtuanya adalah juga hak mereka, yang nantinya bakal menjadi milik mereka juga? Memang, kalau ingin berpikir sederhana, kami sudah berjuang dan mencurahkan semua usaha demi mendapatkan semua kenyamanan, tentunya kami tidak mengiginkan anak-anak harus melewati kesengsaraan seperti kami dulu. Lalu apa yang salah? Keadaan? Kekayaan? Kenikmatan? Fasilitas? Setelah bolak-balik memikirkan hal itu, saya akhirnya berkomunikasi dengan mereka: “Vicky, Vendy, Valdy, mama cuma mau bilang, bahwa selama kalian masih menjadi anak papa dan mama, tinggal bersama-sama di sini, ini juga rumah kalian tetapi rumah ini tetap milik papa dan mama. Tugas mama dan papa adalah bekerja, menyediakan dana, menabung untuk biaya sekolah kalian dan membantu memilih sekolah yang bagus untuk kalian. Papa dan mama sekolahkan kalian biar kalian jadi orang berilmu, pandai, nantinya juga bisa seperti papa dan mama, bekerja dan mencari uang sendiri.”
Harta yang diperoleh dengan segala upaya, kerja keras dan halal, bukan berarti bila orangtua mampu tidak akan memberi kepada anak, tetapi pemahamannya adalah hak orangtua untuk memberikan, seberapa besar atau kecil dan bukan kewajiban anak untuk meminta apalagi memaksa. Memang tidak mudah mengajarkan kepada anak-anak yang memiliki orangtua yang punya uang lebih untuk menghargai dan mengerti artinya berjuang. Tetapi tantangan dan tanggung jawab kita sebagai orangtua untuk memberi pengertian dan yang lebih penting adalah menjadi contoh teladan kepada anak-anaknya. Metode Mendidik Di dalam mendidik seorang anak, pemukulan sebisa mungkin kita hindarkan, tetapi bukan berarti diharamkan! Saat hukuman terpaksa harus dijatuhkan, yang penting kita sadari adalah bagaimana niat kita menghukum mereka! Kita menghukum anak-anak dengan niat bukan untuk mencelakakan mereka, tetapi semata-mata untuk kebaikan anak-anak itu sendiri, agar mereka tahu bahwa mereka salah dan tidak mengulangi kesalahan yang telah diperbuat serta memberitahu bagaimana yang benar. Arti Memukul, Sayang atau Benci? Orangtua adalah hakim bagi anak-anaknya! Saat anak kita melakukan kesalahan, entah besar atau kecil, saat itu pula kita mulai muncul pemikiran hendak diapakan si anak ini, dipukul, dijewer, atau dicubit? Disaat kita telah memukul anak tersebut, anak pasti berpikir kita tidak sayang pada mereka. Oleh karena itu, disela-sela waktu kita harus menjelaskan bahwa kita mukul sebenarnya bukan karena benci tetapi justru sayang. Kita ingin anak kita menjadi baik, benar, dan tidak nakal lagi. Dipukul untuk memberitahu kesalahannya agar tidak berbuat salah lagi.
Berjuang dan Bersyukur Kita semua sebagai orangtua mempunyai impian dan harapan terhadap setiap anak-anak kita, tetapi tentunya anak-anak kita untuk menikmati semua fasilitas dan kenyamanan yang ada, tidak harus melewati perjuangan dan proses kesengsaraan seperti yang telah kita jalani. Lewat pengertian-pengertian yang disampaikan kepada anak dan contoh diri kita sebagai panutanlah, anak-anak berkaca dan mencontoh. Tidak ada saat yang benar-benar tepat untuk mendidik anak-anak, karena setiap saat adalah kesempatan terbaik untuk memberikan pelajaran bagi mereka. Tetap saja kewajiban kita sebagai orangtua mengingatkan tentang hal-hal yang benar dan tidak pada anak kita, karena pengertian yang benar dan baik adalah dua hal yang berbeda, sangat berbeda.