HUKUM KELUARGA Oleh Kelompok 1 Tito Kurniawan 20130610129 Presentasi Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kekeluargaan dan Perjanjian Adat Oleh Kelompok 1 Tito Kurniawan 20130610129 Adam Priyono P 20130410138 Arif Rianto 20130610323 Julian Duwi Prasetia 20130410360 Neny Kartini 20130610443 Panji Anugrah P 20130610467 --------------- ---------------- PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014/2015
Daftar Isi Perkawinan Bentuk dan Sistem Perkawinan Putusnya Perkawinan Pewarisan Akibat Putusnya Perkawinan
SISTEM PERKAWINAN Ada tiga macam: 1. Sistem Endogami (Berlaku di daerah toraja) 2. Sistem Eksogami (Gayo, Alas, Tapanuli, Minagkabau, Sumatera Selatan, Buru, dan Seram). 3. Sistem Eleutherogami (Paling banyak diterapkan di daerah-daerah di Indonesia
1. Bentuk-bentuk Perkawinan Patrilineal Perkawinan Jujur Matrilineal Perkawinan Semanda Bilateral/Parental Perkawinan Bebas (mandiri) Perkawinan Jujur Perkawinan dengan pemberian (pembayaran) uang atau barang jujur ; - Yang dilakukan pihak calon suami kepada pihak calon istri ; - sebagai tanda pengganti pelepasan mempelai wanita keluar dari kewargaan adat persekutuan hukum bapaknya ; - pindah dan masuk kedalam persekutuan hukum suaminya.
Setelah perkawinan, maka istri berada di bawah kekuasaan kerabat suami, berkedudukan hukum dan menetap dengan pihak kerabat suami,begitu pula anak-anak keturunannya melanjutkan garis suaminya, harta yang dibawa istri dalam perkawinan dikuasai suami, kecuali ditentukan lain oleh pihak istri. Pembayaran jujur tidak sama dengan “mas kawin” menurut islam. uang jujur adalah kewajiban adat ketikadilakukan pelamaran dari kerabat pria kepada kerabat wanita untuk dibagi2kan kepada tua-tua kerabat. Sedangkan mas kawin adalah kewajiban agama yang harus dipenuhi pria untuk wanita. Uang jujur tidak boleh dihutang,mas kawin boleh dihutang.
Dalam perkawinan jujur, berlaku adat “pantang cerai”, jadi senang-susah selama hidupnya istri dibawah kekuasaan suami Jika suami wafat, maka istri harus melakukan perkawinan dengan saudara suami (leviraat,anggau(sumsel),lakoman(batak),nyikok(lampung)) Jika istri wafat, maka suami harus kawin lagi dengan saudara istri (sororat,kawin tungkat (pasemah),nuket (lampung)) Bila tidak ada saudara/saudari suami/istri, maka digantikan orang lain diluar kerabat.
Perkawinan Semanda Calon suami dan kerabatnya tidak melakukan pemberian uang jujur kepada pihak wanita, justru sebaliknya berlaku pelamaran dari pihak calon istri dan kerabatnya. Setelah perkawinan, maka suami berada di bawah kekuasaan kerabat istri dan berkedudukan hukumnya bergantung pada bentuk perkawinan semenda yang berlaku, yaitu (Hilman Hadikusuma) : a. semanda Raja-raja ; b. semanda Lepas ; c. semanda Bebas ; d. semanda Nunggu ; e. Semanda Ngangkit e. semenda Anak Dagang.
Semenda Raja-raja, artinya suami istri berkedudukan seimbang baik di pihak istri maupun pihak suami. Semanda Lepas, artinya suami mengikuti kediaman istri. Semanda Bebas, artinya suami tetap pada kerabat orang tuanya,hanya sebagai “urang sumando”. Semanda Nunggu, suami istri berkediaman kerabat istri sampai adik istri (ipar) mandiri/menikah. Semanda Ngangkit, artinya suami mengambil istri untuk dijadikan penerus keturunan pihak ibu suami dikarenakan ibu suami tidak mempunyai anak perempuan. Semanda Anak Dagang atau Semanda Burung, artinya suami tidak menetap di tempat istri melainkan datang sewaktu-waktu,kemudian pergi lagi.
Perkawinan Bebas (mandiri) Berlaku pada masyarakat adat sistem parental. Dimana pihak kerabat suami maupun istri tidak banyak lagi campur tangan dalam keluarga rumah tangga suami–istri. Sistem ini seperti tujuan UU No.1/1974, dimana kedudukan dan hak suami-istri berimbang sama. Suami adalah kepala rumah tangga, dan istri sebagai ibu rumah tangga. Setelah perkawinan, suami-istri memisah (mencar,mentas) dari kekuasaan orang tua dan keluarga masing-masing dan hidup mandiri. Orang tua hanya memberikan bekal (sangu) dengan harta pemberian atau harta warisan sebagai harta bawaan dalam perkawinan. Sebelum perkawinan orang tua masing-masing pihak memberikan nasehat,petunjuk dalam memilih jodoh. Setelah menikah, orang tua hanya mengawasi kehidupan mereka berumah tangga. Dalam perkawinan ini dapat terjadi “pantang cerai”, “kawin gantung” namun bukanlah suatu keharusan, hanya kebiasaan saja.Ditinjau dari segi hukum dan per-UU-an juga merupakan pelanggaran hukum perkawinan nasional.
Bentuk Perkawinan Lainnya Perkawinan Campuran dimana terjadi perkawinan antara dua suku, adat dan agama yang dianut. Beda adat Misal : Batak “marsileban”, pria/wanita yang bukan warga adat harus diangkat dan dimasukkan lebih dahulu ke sebagai warga adat batak dalam “dalihan na tolu” pria (hula-hula),wanita (namboru). Serupa dengan “ngakuk menulung” di Lampung. Beda Agama : Islam : pria muslim-wanita non-muslim, BOLEH pria non muslim-wanita muslim, TIDAK BOLEH Katolik : perbedaan agama antara pria-wanita BOLEH, asalkan dengan perjanjian bahwa suami/istri yang katolik harus mendidik & menjadikan anak-anaknya katolik. Nasional : salah satu calon harus mengalah. Berdasarkan UU Perkawinan,perkawinan sah bila menurut agama nya.
Pengertian Perkawinan UU No 1 Tahun 1974 Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. KUH Perdata Menurut KUHPdt perkawinan adalah persatuan seorang pria dengan seorang wanita secara hukum untuk hidup bersama. Hidup bersama ini dimaksudkan berlangsung untuk selama-lamanya Kompilasi Hukum Islam Menurut Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan tercantum dalam pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut:Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
Definisi Perkawinan Menurut Hukum Islam Menurut hukum islam perkawinan adalah perjanjian suci (sakral) berdasarkan agama antara suami dengan istri berdasarkan hukum agama untuk mencapai satu niat, satu tujuan, satu usaha, satu hak, satu kewajiban, satu perasaan: sehidup semati. Perkawinan adalah percampuran dari semua yang telah menyatu tadi. Nikah adalah akad yang menghalalkan setiap suami istri untuk bersenag-senang satu dengan yang lainnya. (Jaza’iri, A.B.J, 2003;688). Definisi Perkawinan Menurut Hukum Adat Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya menyangkut kedua mempelai, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing.
Tujuan Perkawinan Tujuan perkawinan menurut Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 adalah untuk membentuk suatu rumah tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal.
SAHNYA PERKAWINAN KUHPerdata Hukum Islam Hukum Adat Calon suami dan calon steri menyatakan saling menerima satu kepada lainnya sebagai suami/ isteri Perkawinan dilakukan dihadapan Pegawai Catatan Sipil Dibuktikan dengan Akta Perkawinan (dicatatkan di Kantor Catatan Sipil) Perkawinan dilakukan menurut ketentuan hukum fikh Rukun perkawinan harus dipenuhi: Calon Suami-isteri, Wali nikah, dua orang saksi dan ijab - kabul Perkawinan tidak mengharuskan adanya pencatatan perkawinan Perkawinan adalah tahapan circle of live Perkawinan merupakan upacara rite de passage (krisisrites) Perkawinan harus ada pengakuan atau penerimaan masyarakat Perkawinan tidak mengharuskan adanya pencatatan perkawinan
TAHAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 DAN PP TAHAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 DAN PP.9 TAHUN 1975 TAHAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN TAHAPAN PEMBERITAHUAN KEHENDAK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN TAHAPAN PENGUMUMAN KEHENDAK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN TAHAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN PENYERAHAN DAN PEMERIKSAAN SYARAT-SYARAT PERKAWINAN PERKAWINAN DAN PENCATATAN UJI PUBLIK
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974 materiil Syarat formil Berlaku umum Berlaku khusus Pemberitahuan Ke PPP Penelitian syarat dan kelengkapan lainnya Larangan kawin Lesan atau tertulis 10 hari pengumunan Persetujuan mempelai Izib OT yang Belum 21 tahun Batas umur kawin Waktu tunggu
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM CALON MEMPELAI WALI NIKAH SAKSI-SAKSI IJAB KABUL KEDUDUKAN WALI SYARAT WALI BALIGH ISLAM MUKALAF WALI NASAB BERAKAL SEHAT MUKALAF MUSLIM TIDAK KARENA PAKSAAN WALI HAKIM ADIL BERAKAL SEHAT TIDAK HARAM DIKAWIN WALI MUHAKAM PRIA DUA ORANG ADIL
MERUGIKAN PIHAK KETIGA PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 ISI PERJANJIAN KAWIN ISTILAH PERJANJIAN PERKAWINAN KAPAN DIBUAT DIBUAT OLEH CALON SUAMI DAN ISTERI BENTUK PERJANJIAN KAWIN SEBELUM PERKAWINAN AKTA DIBAWAH TANGAN PADA SAAT PERKAWINAN SDH 18 TH (SENDIRI) BLM 18 TH (DIWAKILI- DIDAMPINGI OT/WALI DISPENSASI UMUR KAWIN PASAL 47 & PASAL 50 (WALI) UU 1/74 AKTA AUTHENTIK DISAHKAN OLEH PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN PEMISAHAN SELURUHNYA PERSATUAN BULAT HARTA MENAMPUNG NILAI-NILAI SISTEM PATRILINEAL/ MATRILINEAL PRINSIPNYA TIDAK BISA DIUBAH KECUALI ATAS PERSETUJUAN SUAMI-ISTERI & TIDAK MERUGIKAN PIHAK KETIGA
AKIBAT PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN HUBUNGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI (Pasal 30 – Pasal 34 UU No. 1 Tahun 1974) HUBUNGAN ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK (Pasal 45-Pasal 49 UU No. 1 Tahun 1974) HARTA BENDA PERKAWINAN (Pasal 35-Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974) KEDUDUKAN ANAK (Pasal 43-44 UU No. 1 Tahun 1974) AKIBAT PERKAWINAN MERUPAKAN KONSEKUENSI YURIDIS ATAU MERUPAKAN HUBUNGAN PERIKATAN (MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBAN) YANG DITENTUKAN OLEH UNDANG-UNDANG PENYIMPANGAN DAPAT DILAKUKAN MELALUI PERJANJIAN PERKAWINAN KHUSUS TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI - ISTERI ASPEK MAKRO KEWAJIBAN LUHUR MENEGAKKAN RUMAH TANGGA YANG MENJADI SENDI DASAR DARI SUSUNAN MASYARAKAT (PASAL 30 UU NO. 1 TAHUN 1974) ASPEK MIKRO KEDUDUKAN SUAMI DAN ISTERI DI DALAM KELUARGA PRINSIP HAK DAN KEDUDUKAN ISTERI SEIMBANG DENGAN HAK DAN SUAMI (Pasal 312 ayat (1) UU No.1 Th. 1974 PRINSIP MASING-MASING SUAMI-ISTERI CAKAP MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM (Pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974) PRINSIP SUAMI SEBAGAI KEPALA KELUARGA DAN ISTERI SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA (Pasal 31 ayat (3) UU No. 1 Th.1974)
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI (PASAL 30 – 34 UU NO. 1 TH. 1974) HUBUNGAN SUAMI ISTERI KEDUDUKAN SUAMI ISTERI SUAMI SBG KEPALA KELUARGA ISTERI SBG IBU RUMAH TANGGA SUAMI ISTERI WAJIB SALING CINTA MENCINTAI HORMAT MENGHORMATI DAN MEMBERI BANTUAN LAHIR BATIN YANG SATU KEPADA YANG LAINNYA (Pasal 33 UU No. 1 Th. 1974) SUAMI WAJIB MELINDUNGI ISTERI DAN MEMBERIKAN SEGALA KEPERLUAN HIDUP RUMAH TANGGA (Pasal 34 ayat UU No. 1 Th. 1974) ISTERI WAJIB MENGATUR URUSAN RUMAH TANGGA DENGAN SEBAIK- BAIKNYA (Pasal 34 ayat (2) UU No. 1 Th. 1974) SUAMI ISTERI HARUS MEMPUNYAI KEDIAMAN YANG TETAP (Pasal 32 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974) JIKA SUAMI ISTERI MELALAIKAN KEWAJIBAN MASING-MASING DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN KE PENGADILAN (Pasal 34 ayat (3) UU No.1 Th. 1974)
PENAFSIRAN HUKUM HARTA BENDA PERKAWINAN (PASAL 35-37 UU NO PENAFSIRAN HUKUM HARTA BENDA PERKAWINAN (PASAL 35-37 UU NO. 1 TAHUN 1974) KELOMPOK HARTA BENDA PERKAWINAN WEWENANG SUAMI ISTERI ATAS HARTA BENDA PERKAWINAN TANGGUNG JAWAB SUAMI-ISTERI ATAS HUTANG- HUTANG DG PIHAK KETIGA HARTA BERSAMA Ps. 35(1) HARTA PRIBADI SUAMI/ISTERI Ps. 35(2) HARTA PRIBADI SUAMI/ISTERI HARTA BERSAMA HUTANG PRIBADI SUAMI/ISTERI HUTANG BERSAMA Indikator Diperoleh selama perkawinan -Bukan bawaan, hadiah, warisan Harta bawaan Harta hadiah Harta warisan Beheer, Beschikking Masing- masing Beheer, Beschikking bersama Beban Masing-masing Suami isteri Menanggung Hutang pribadi Atas harta Pribadi Dan apabila Tidak cukup Dari harta Bersama (Hk. Adat) Beban suami Isteri bersama Atas harta Bersama Bila tidak Cukup Harta pribadi Penafsiran Para pihak Ps. 35(2) UU 1/74 Penguasaan dan hak penuh Persetujuan suami isteri sbg asas Hukum adat tidak membedakan Hutang pribadi dan hutang bersama UU No. 1 Th. 1974 Berdasar atas dan berpolakan pada hukum adat (Soebekti dan Purwoto S. Gandasubrata)
KEDUDUKAN ANAK Status atau posisi anak dalam keluarga Pasal 42,43 dan 44 UU No.1 Th. 1974 PENGERTIAN ANAK YANG SAH Pasal 42 UU No. 1 Th. 1974 PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK Pasal 55 (1)-(3) UU N. 1 Th. 1974 KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DILUAR PERKAWINAN Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974 HAK PENYANGKALAN SUAMI ATAS ANAK YANG DILAHIRKAN OLEH ISTRINYA KARENA ZINA Pasal 44 ayat (1) dan Ayat (2) UU No. 1 Th. 1974 KEDUDUKAN ANAK ANGKAT Pasal 66 UU No. 1 Th. 1974 Berlaku peraturan lama Pemahamannya ANAK SAH PENYANGKALAN SUAMI ANAK LUAR KAWIN PENGAKUAN ANAK KEPASTIAN HUKUMNYA DENGAN PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK
PENGERTIAN ANAK YANG SAH Pasal 42 UU No. 1 Th. 1974 INDIKATOR PERKAWINAN YANG SAH Berdasar atas UU No. 1 Th. 1974 jo PP. No. 9 Th. 1975 Sah menurut hukum Tidak sekedar hanya Sah menurut agama YANG DILAHIRKAN Menunjuk Peristiwa proses Kelahiran seorang Anak secara Alamiah dari Kandungan atau Muncul ke dunia DALAM Artinya adalah dalam Perkawinan yang Sah diukur sejak Perkawinan Dilangsungkan Sampai Perkawinan putus SEBAGAI AKIBAT PERKAWINAN YG SAH Anak yg lahir diluar Perkawinan yg sah tp Proses pembuahannya Terjadi pd masa Perkawinan yg sah Atau menjadi dianggap Lahir dalam Pasal 255 KUHPerdata Diukur dari anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan putus adalah tidak sah, logika sebaliknya sebelum 300 hari anak tersebut dilahirkan sebelum perkawinan putus adalah anak yang sah Hukum Islam Diukur dari anak yang dilahirkan 6 bulan setelah perkawinan atau dalam tenggang Masa iddah adalah anak yang sah Hukum Adat Tidak diperhatikan jangka pendeknya perkawinan, hanya ditentukan anak yang dilahirkan Dalam tenggang kehamilan adalah anak yang sah
KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974 SINGLE PARENT HANYA MEMPUNYAI HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN DENGAN IBUNYA DAN KELUARGA IBUNYA SAJA HUBUNGAN HUKUM DENGAN BAPAK BIOLOGISNYA DAPAT TERJADI MELALUI PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN Pasal 43 ayat (2) UU No. 1 Th. 1974 kedudukan anak luar kawin ini akan diatur lebih lanjut dalam PP, oleh karena itu untuk saat ini diberlakukan peraturan lama antara lain seperti yang diatur dalam KUHPerdata DUA TEORI PENGAKUAN ANAK DUA CARA PENGAKUAN ANAK TEORI PEMBUKTIAN (declaratif) TEORI MATERIIL (constitutif) SECARA SUKARELA SECARA PAKSAAN MELALUI PENGADILAN KUHPerdata Pengakuan anak dibolehkan apabila si ibu memberikan persetujuan (Ps. 284) Hasil dari overspel tidak dapat diakui (Ps. 283)
Tentang ADOPSI bagi anak Laki-laki keturunan Cina, KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TIDAK DIATUR DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974 DIBERLAKUKAN PERATURAN LAMA BERDASARKAN ATAS PASAL 66 UU NO. 1 TH. 1974 HUKUM ADAT KEDUDUKAN ANAK ANGKAT SAMA DENGAN ANAK KANDUNG (Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I No. 578/K/Sip/1974 Tertanggal 7 Januari 1976 S. 1917-129 jo. S. 1925 – 92 Tentang ADOPSI bagi anak Laki-laki keturunan Cina, Anak adopsi dianggap Dilahirkan dari perkawinan Orang tua angkatnya berarti Sama dengan anak kandung HUKUM ISLAM Psl. 171 dan 209 KHI KONSEP SOLIDARITAS SOSIAL (Pemeliharaan,Pertumbuhan dan Pendidikan) TD. HASILKAN PERALIHAN HUBUNGAN PERDATA DARI OTK KE OTA. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TIDAK SAMA DENGAN ANAK KANDUNG TIDAK MEWARIS HARTA ORANG TUA ANGKAT APABILA ANAK ANGKATNYA PEREMPUAN WALINYA TETAP ORANG TUA
PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA RUANG LINGKUP PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA Pasal 38-41 UU No.1 Th. 1974 jo. Pasal 14-38 PP. No. 9 Th. 1975 jo. Pasal 113-162 KHI KARENA KEMATIAN SALAH SATU ATAU KEDUA-DUANYA DARI SUAMI ISTERI Pasal 38 UU No. 1 Th. 1974 Jo. Pasal 113 KHI KARENA PERCERAIAN Pasal 38-41 UU No. 1 Th. 1974 jo. Pasal 14-38 PP. No. 9 Th. 1975 jo. Pasal 113-162 KHI ATAS KEPUTUSAN PENGADILAN Pasal 38 UU No. 1 Th. 1974 jo. Pasal 113 KHI AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP HUBUNGAN SUAMI ISTERI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN (Harta bersama) 3. TERHADAP HUBUNGAN ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK-ANAKNYA (Kekuasaan Orang Tua) 4. TERHADAP HUBUNGAN DENGAN PIHAK KETIGA PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA Harus diperhatikan ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 dan PP. No. 9 Tahun 1975 sebagai Aturan pelaksanaannya bersifat umum berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia sedangkan KHI merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus berlaku bagi Warga Negara Indonesia Sedangkan KHI merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang beragama Islam
PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN PASAL 38-PASAL 41 UU NO. 1 TAHUN 1974 PENGERTIAN PERCERAIAN ALASAN-ALASAN PERCERAIAN ACARA PERCERAIAN & BENTUK- BENTUK PERCERAIAN Menurut Hukum Islam Perceraian atas gugatan oleh Suami atau isteri melalui dan Dengan keputusan Pengadilan Ps. 39 ayat (1) UU No. 1/1974 Perceraian terjadi karena talak dari suami Atau gugat cerai dari isteri melalui dan Dengan keputusan pengadilan agama Ps. 114 KHI Talak dari suami Gugat cerai Dari isteri Dijatuhkan suami Penetapan Hakim Artian umum Artian khusus Yg dijatuhkan suami (Ikrar) Karena kematian
ALASAN PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN Pasal 38 – Pasal 41 UU No ALASAN PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN Pasal 38 – Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung Salah satu pihak melakukan kekeaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hdup rukun lagi sebagai suami stri Suami melanggar tak’lik talak Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga
BENTUK-BENTUK PERCERAIAN DAN SEBAB LAIN MENURUT HUKUM ISLAM TALAK Ikrar suami sbg salah satu sebab putusnya perkawinan KHULUK Talak tebus,perceraian atas dasar persetuajuan suami-istri dg disertai tebusan harta/uang dari istri SYIQAQ Perselisihan suami-istri yg diselesaikan dua HAKAM pihak suami/istri FASAKH atas permintaan salah satu pihak oleh Hakim karena salah satu pihak ada cela atau tertipu TAK’LIK TALAK Janji talak yg digantungkan pd keadaan tertentu dimasa datang ILA’ Suami bersumpah utk tdk mencampuri istrinya (td. Talak atau cerai) ZHIHAR Suami bersumpah bahwa Istrinyaitu baginya sama dg punggung ibunya, dg sumpah itu berarti Telah menceraikan istrinya LI’AN Laknat atau sumpah, suami menuduh istrinya berzina tanpa bukti cukup MURTAD KEMATIAN
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA KEMATIAN BAGI SUAMI ISTRI YANG HIDUP Istri yang hidup dapat menikah lagi setelah lewat masa iddah Suami yang hidup dapat menikah lagi HARTA BENDA PERKAWINAN Timbul pewarisan terhadap harta peninggalan si mati wajib bereskan hutang-hutang si mati atas beban harta peninggalan KEWAJIBAN ORANG TUA KPD ANAK Orang tua yang tinggal hidupmeneruskan kewaibannya sbg orang tua kepada anak-anaknya yang masih kecil
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI Suami thd istri (biaya hidup dan lannya psl. 41 UU 1/74): mut’ah,nafkah, maskan & kiswah selama iddah, mahar yang terutang,nafkah iddah kecuali istri nusyuz, nafkah lampau yang terutang Istri thd suami: td. menerima pinangan pria lain selama masa iddah HATA BENDA PERKAWINAN Harta pribadi suami/istri tetap dikuasai masing masing Harta bersama suami-istri dibagi masing-masing separuh HUB. ORANG TUA DG ANAK Hubungan spt tidak terjadi perceraian KHI: Anak yg belum atau sudah mumayiz Yang berhak atas hadhanah Yang wajib atas biaya hadhanah dan nafkah Kalau ada Perselisihan hal diatas dengan keputusan pengadilan TERHADAP PIHAK KETIGA Utang setelah cerai menjadi utang pribadi yang berhutang Utang sebelum cerai Utang pribadi tanggung jawab pribadi dan utang bersama tanggung jawab bersama
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN ATAS KEPUTUSAN PENGADILAN TERHADAP ANAK Tetap sbg. Anak sah dan memiliki hubungan hukum dengan bapak dan ibunya. HAK-HAK SUAMI & ISTRI YANG BERIKTIKAD BAIK Ada iktikad (subyektif) baik ada akibat hukum seperti pada perceraian (ada harta besama) Tidak ada iktikad baik (Perkawinan rangkap) tidak ada harta bersama. Tidak ada iktikad baik, maka kerugian yang timbul, jadi tanggung jawab yang beriktikad baik TERHADAP PIHAK KETIGA Tidak berlaku surut bagi pihak ketiga dan persetujuan yang dibuat tetap sah Prinsip aktiva dan pasiva dalam pelunasan hutang Hutang pribadi menjadi tanggungjawab pribadi yang berhutang
TERIMA KASIH