Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

BAGIAN-BAGIAN HUKUM ADAT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "BAGIAN-BAGIAN HUKUM ADAT"— Transcript presentasi:

1 BAGIAN-BAGIAN HUKUM ADAT

2 TIGA KELOMPOK BAGIAN HUKUM ADAT MENURUT VAN DIJK
HUKUM ADAT KETATANEGARAAN  Menguraikan tentang tata susunan masyarkat atau persekutuan-persekutuan masyarakat, susunan alat perlengkapan, para pejabat dan jabatannya, kerapatan adat dan peradilan adatnya HUKUM ADAT KEWARGAAN  Menguraikan tentang hubungan kekerabatan (pertalian sanak), perkawinan dan pewarisan, harta kekayaan (hak-hak tanah dan transaksi tanah), dan hukum perutangan (transaksi kebendaan selain tanah dan jasa) HUKUM ADAT DELIK (PELANGGARAN)  Menguraikan tentang berbagai delik adat dan reaksi masyarakat atas pelanggaran itu serta cara menyelesaikannya.

3 HUKUM KETATANEGARAAN Penguasa dan Pemerintahan masyarakat Hukum Adat
 tapanuli (kepala kuria, kepala huta), Minangkabau (mantri, hulubalang), dll Siapa yang menjadi warga dan siapa yang bukan warga  didasarkan atas masyarakat hukum adat (teritorial, genealogis, genealogis-teritorial)  ada 3 faktor tambahan, yaitu (1) dapat masuk sebagai hamba, budak dan merupakan tenaga yang menguntungkan bagi kehidupan ekonomi masyarkat, (2) melalui pertalian perkawinan, (3) dengan jalan pengangkatan (pengambilan) anak angkat Peranan Penguasa  mengenai urusan tanah, penyelenggaraan hukum sebagai usaha preventif dan represif.  ex. di Jawa : ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani Kegiatan Administrasi  tindakan-tindakan mengenai urusan tanah, mengawasi perikelakuan warga masyarakat, dan tindakan-tindakan yang mengenai urusan dalam bidang kehidupan lainnya, mis pengangkatan anak Hubungan subyek/peran dalam administrasi  pada umumnya kepala masyarakay hukum adat itu dibantu oleh beberapa pejabat tertentu yang diberi peran dalam bidang tertentu pula

4 HUKUM ADAT PERKAWINAN Bentuk-bentuk perkawinan (1) Perkawinan Jujur perkawinan dengan pemberian (pembayaran) uang (barang) jujur yang biasanya berlaku di lingkungan masyarkat adat yang mempertahankan garis keturunan bapak Uang jujur diberikan oleh calon suami kepada pihak kerabat calon istri (beda dengan mas kawin yang diberikan kepada calon istri), sebagai tanda pengganti pelepasan mempelai wanita keluar dari kewargaan adat persekutuan hukum bapaknya, pindah dan masuk ke dalam, persekutuan hukum suaminya. Setelah menikah, istri dibawah kekuasaan kerabat suami, hidup matinya menjadi tanggugjawab kerabat suami, berkedudukan hukum dan menetap di pihak kerabat suami Berlaku ‘pantang cerai’, jadi suka atau tidak selama hidupnya istri dibawah kekuasaan kerabat suami

5 (2) Perkawinan Semanda  Pada umumnya berlaku di lingkungan masyarakat adat yang matrilinial, dalam rangka mempertahankan garis keturunan pihak ibu Pihak calon istri melakukan pelamaran terhadap pihak calon suami Setelah menikah, suami berada di bawah kekuasaan kerabat istri dan kedudukan hukumnya bergantung pada bentuk perkawinan semanda yang berlaku, apakah semanda raja-raja, semanda lepas, semanda bebas, semanda nunggu, semanda ngangkit, semanda anak dagang Semanda raja-raja  kedudukan suami istri sama semanda lepas  suami mengikuti tempat kediaman istri Semanda bebas  suami tetap dalam kerabat orang tuanya Semanda nunggu  suami-istri berkediaman di pihak kerabat istri selama menunggu adik ipar sampai dapat mandiri Semanda ngangkit  suami mengambil istri untuk dijadikan penerus keturunan pihak ibu suami dikarenakan ibu tidak mempunyai keturunan wanita Semanda anak dagang  suami tidak menetap di tempat istri melainkan datang seewaktu-waktu, kemudian pergi lagi seprti butung yang hinggap sementara (disebut semanda burung)

6 (3) Perkawinan Bebas Pada umumnya berlaku di lingkungan masyarakat adat yang bersifat parental, dimana kaum kelaurga atau kerabat tidak banyak lagi campur tangan dalam keluarga/rumah tangga Bentuk perkawinan ini yang dikehendaki oleh UU No. 1 tahun 1974 Macam-macam : karang wulu, ngomahi, tutburi, banteng anut ing sapi, manggih kaya, nyalindung ka gelung, kawin gantung (4) Perkawinan campuran  Perkawinan yang terjadi di antara suami istri yang berbeda suku bangsa, adat budaya, dan atau berbeda agama yang dianut.

7 Harta Perkawinan Menurut hukum adat mengenai kedudukan harta perkawinan dipengaruhi oleh susunan masyarakat adatnya, bentuk perkawinan yang berlaku dan jenis hartanya Pada masyarakat adat patrilinial dan perkawinan yang terjadi adalah perkawinan jujur maka pada umumnya semua harta perkawinan (harta bersama, harta bawaan, harta pusaka) dikuasai oleh suami sebagai kepala rumah tangga dan dibantu oleh istri sebagai pendampingnya. Pada masyarakat matrilinial dan perkawinan yang terjadi adalah perkawinan semanda, terdapat pemisahan kekuasaan terhadap harta perkawinan. Harta pusaka milik bersama dipegang oleh mamak kepala waris, istri dan suami hanya memperoleh hak ‘ganggam bauntuik’ (hak mengusahakan dan menikmati hasil panen terhadap bidang tanah, hak mendiamai terhadap rumah gadang. Tetapi terhadap harta pencarian dikuasai oleh suami-istri, terhadap harta bawaan masing-masing dikuasai oleh masing-masing. Pada masyarakat parental, harta bersama dikuasai bersama untuk kepentingan bersama, harta bawaan dikuasai oleh masing-masing.

8 Pertalian Adat Anak tiri
 anak kandung bawaan istri janda atau bawaan suami duda yang mengikat tali perkawinan  anak tiri adalah ahli waris dari orang tua yang melahirkannya (kandung) Anak angkat  dibedakan menjadi 2 yaitu anak angkat sebagai penerus keturunan dan anak angkat karena perkawinan atau untuk penghormatan.  Anak angkat biasanya masih mempunyai ikatan kekerabatan dengan orang tua angkatnya Anak asuh  anak asuh adalah anak orang lain yang diasuh oleh suatu keluarga, sebagaimana anak sendiri.  mis ; anak pancingan, anak pungut, anak pupuan, anak piara  anak-anak ini tetap mempunyai hubungan perdata dengan orang tua kandungnya sehingga tidak langsung menjadi warga adat dari orang tua asuhnya kecuali diangkat menjadi anak angkat.

9 HUKUM ADAT WARIS Pengertian  Adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi dari pewaris kepada para waris dari generasi-ke generasi berikutnya.  Menurut Ter Haar  hukum adat waris adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana dari masa ke masa proses penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. Unsur  harta peninggalan atau harta warisan,  pewaris  waris

10 SISTEM KEWARISAN SISTEM KOLEKTIF
 Apabila para waris mendapat harta peninggalan yang diterima mereka secara kolektif (bersama) dari pewaris yang tidak terbagi-bagi secara perorangan.  menurut sistem ini, para waris tidak boleh memiliki harta peninggalan secara pribadi, melainkan diperbolehkan untuk memakai, mengusahakan atau mengolah dan menikmati hasilnya.  mis : Minangkabau (ganggam bauntui), Ambon (tanah dati), Minahasa (kalakeran) SISTEM MAYORAT  Apabila harta pusaka yang tidak terbag-bagi dan hanya dikuasai anak tertua, yang berarti hak pakai, hak mengolah dan memungut hasilnya dikuasai sepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus dan memelihara adik-adiknya yang pria dan wanita sampai mereka dapat berdiri sendiri.  mis : Lampung (anak punyimbang sebagai mayorat pria), Sumatera Selatan (tunggu tubang sebgai mayorat wanita) SISTEM INDIVIDUAL  Apabila harta warisan dibagi-bagi dan dapat dimilki secara perorangan dengan ‘hak milik’, yang berarti setiap waris berhak memakai, mengolah dan menikmati hasilnya atau juga memindahtangankannya.

11 Waris  orang yang mendapat harta warisan
Peristilahan Harta warisan  harta kekayaan pewaris yang akan dibagi-bagi kepada para ahli waris Harta peninggalan  harta kekayaan pewaris yang penerusannya tidak terbagi-bagi. Harta warisan berwujud  tanah, bangunan rumah, perlengkapan adat, perhiasan, perabot rumah tangga, dll. Harta warisan tidak berwujud  kedudukan atau jabatan adat, gelar-gelar adat, hutang-hutang ilmu ghaib dll. Pewaris  orang yang memiliki harta kekayaan yan (akan) diteruskannya atau (akan) dibagi-bagikan kepada para ahli waris setelah ia wafat. Waris  orang yang mendapat harta warisan Ahli waris  orang yang berhak mendapat warisan Semua orang yang kewarisan disebut waris, tapi tidak semua waris adalah ahli waris. Pewarisan  proses penerusan harta peninggalan atau warisan dari pewaris kepada para warisnya.


Download ppt "BAGIAN-BAGIAN HUKUM ADAT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google