Demokratisasi Lokal Mata Kuliah Dinamika Politik Lokal Semester Gasal 2011 Dosen: Ratri Istania, SIP, MA
Pandangan Kaum Nasionalis: 3 Organisasi Pergerakan Nasional* Terhadap Demokrasi Lokal “jelas bahwa Perhimpunan Indonesia percaya pada demokrasi. Kritik mereka dewan-dewan yang didirikan oleh Belanda tidak dapat mewakili rakyat sudah menentukan bahwa mereka percaya kepada prinsip demokrasi. Perhimpunan Indonesia membela hak penentuan nasib sendiri (self determination) dari rakyat Indonesia dan mereka ingin suatu bentuk negara Indonesia yang demokratis dengan komunitas desa sebagai landasan” Sumber: Dhont (Hard & Negri, 2005: 4) * Algmeeene Studieclub pimpinan Soekarno, Indonesische Studieclub pimpinan Soetomo, dan Perhimpunan Indonesia pimpinan Hatta
Desentralisasi & Demokratisasi Lokal Benyamin Barber (1984): desentralisasi tidak semata untuk membentuk pemerintahan daerah yang menjalankan kekuasaan dan menghasilkan kebijakan, tetapi yang lebih penting adalah untuk membangkitkan kompetensi warga terhadap urusannya sendiri, komunitas dan pemerintah lokal Robert Putnam (1993): – desentralisasi menumbuhkan modal sosial dan tradisi kewargaan di tingkat lokal…membiakkan komitmen warga yang luas maupun hubungan-hubungan horizontal: kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas => civic community, – desentralisasi dan demokratisasi lokal mempunyai potensi besar untuk merangsang pertumbuhan organisasi-organisasi dan jaringan masyarakat sipil (civil society).
TOLOK UKUR KEBERHASILAN DESENTRALISASI WATAK TATA PEMERINTAHAN DESENTRALISTIS KAPASITAS MENGELOLA KONFLIK DAN MENGGALANG KERJA SAMA KAPASITAS MENDORONG KINERJA MELALUI EVALUASI OPTIMALNYA DELIVERY PELAYANAN PUBLIK KOMPETENSI POLICY-MAKING DI TINGKAT LOKAL SUMBER: PURWO SANTOSO, 2009
TEORI STATE-SOCIETY RELATIONSHIP
MENGAPA STATE-SOCIETY RELATION SEJATINYA KEBERADAAN DARI DESENTRALISASI TIDAK LAIN ADALAH UNTUK MENDEKATKAN NEGARA KEPADA MASYARAKAT TERCIPTA INTERAKSI YANG DINAMIS, BAIK PADA PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAUPUN DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (VINCENT OSTROM, 1991) THE FEATURES OF GOVERNANCE THAT WOULD BE APPROPRIATE TO CIRCUMSTANCE WHERE PEOPLE GOVERN RATHER THAN PRESUMING THAT GOVERNMENT GOVERN (1991:6).
POLA INTERAKSI REZIM OTORITER SATU ARAH PEMERINTAH PUSAT DOMINAN PERUMUS KEBIJAKAN DESENTRALISASI PEMERINTAH DAERAH INFERIOR PELAKSANA TEKNIS KEBIJAKAN DESENTRALISASI SOCIETY DIPINGGIRKAN KOALISI TAWAR MENAWAR ANTAR ELIT PEMERINTAH DAERAH
DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM OTORITER HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM REZIM OTORITER KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM REZIM OTORITER STATE SOCIETY PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH MASYARAKAT SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009
POLA INTERAKSI REZIM TRANSISI SIFAT DASAR INTERAKSI MASIH LEBIH BANYAK SATU ARAH SOCIETY RELATIF MENDAPATKAN PERLUASAN PERAN STATE MASIH MENDOMINASI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASIONAL STATE CENDERUNG MEMAKSAKAN KEHENDAK “PERSELINGKUHAN” ANTARA STATE ACTORS MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN PRIBADI DAN KELOMPOK POLA STATE-SOCIETY BERGESER KE DUA ARAH LEBIH DEMOKRATIS KOMPETISI ANTARA ELIT MASSA SEMAKIN SENGIT DAN TRANSPARAN INTERAKSI LEBIH KENTARA ANTARA STATE ACTORS DAN MASS SOCIETY ACTORS TERJADINYA “POLIARKI POLITIK”
DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM TRANSISI DEMOKRASI HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM TRANSISI DEMOKRASI STATE SOCIETY KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM TRANSISI KE DEMOKRASI PEMERINTAH PUSAT PEMDA MASY. PEMEKARAN DAERAH DAN PILKADA….? SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009
Eforia Demokrasi Lokal Pertama, eforia demokrasi elektoral Kedua, eforia semangat keasilan (nativisme) Ketiga, eforia parlemen lokal Keempat, eforia kepialangan politik Kelima, eforia NGO lokal Keenam, eforia protes sosial atau pembangkangan sipil Sumber: Sutoro Eko
POLA INTERAKSI REZIM DEMOKRASI SANGAT DINAMIS PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DUA ARAH TAHAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DUA ARAH SENYAWA ANTARA TUNTUTAN MASYARAKAT DAN KEPENTINGAN NEGARA
HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM REZIM DEMOKRASI STATE SOCIETY KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM REZIM DEMOKRASI PEMERINTAH PUSAT PEMDA MASY DAERAH SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009 DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM DEMOKRASI
TANTANGAN DEMOKRASI LOKAL SEBUAH REFLEKSI
OPTIMALISASI MODAL SOSIAL Pemerintah lokal bersama masyarakat DITUNTUT menggali serangkaian norma, jaringan dan organisasi dimana masyarakat mendapat akses pada kekuasaan dan sumber daya, serta dimana pembuatan keputusan formulasi kebijakan terjadi (Grootaert, 1998).
PENGUATAN BASIS LOKAL Memperkuat sistem politik yang mendasari seluruh proses pembuatan dan implementasi kebijakan Menciptakan ruang bagi partisipasi masyarakat Mengembangkan nilai-nilai lokal demokrasi komunitarian dalam wadah forum-forum asli desa: rembug desa, paguyuban, asosiasi sosial, dan sebagainya Mendorong terwujudnya masyarakat lokal yang otonom
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH PRO-LOKAL Menuntut penyertaan aspirasi lokal dan pelibatan struktur lokal pada proses pembuatan kebijakan otonomi daerah Mendorong pemerintah pusat memformulasikan UU Otonomi Daerah yang lebih konkret dan tegas, bersifat umum Mendorong formulasi aturan teknis di tingkat pemerintahan lokal di daerah dan desa
PENGUATAN INFRASTRUKTUR DEMOKRASI LOKAL (1)partai politik lokal (Local political parties); (2)Ornop local (Local NGOs); (3)Pers local (Local press); (4)Universitas lokal (Local universities); dan (5)Polisi daerah (local police).
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL 1.pembukaan akses bagi rakyat ke berbagai sumberdaya strategis yang ada di suatu daerah; 2.pemberian kesempatan bagi rakyat lokal untuk turut memiliki sumberdaya strategis yang ada; dan 3.dibukanya kesempatan bagi rakyat lokal untuk turut mengontrol sumberdaya-sumberdaya strategis yang dimiliki daerah.