TEORI STRUKTURALISME DAN SEMIOTIKA
Teori Strukturalisme Strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. Strukturalisme menentang: Teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah tiruan kenyataan), Teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama- tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Pengaruh teori strukturalisme bahasa terhadap teori sastra terutama dikembangkan oleh Lingkaran Praha. Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Strukturalisme Perancis, yang terutama diwakili oleh Roland Barthes dan Julia Kristeva, mengambangkan seni penafsiran struktural berdasarkan kode-kode bahasa teks sastra.
Pemahaman terhadap teks sastra harus memperhatikan unsur-unsur struktur yang membentuk dan menentukan sistem makna (Culler dalam Pradopo, 1995:41). Teeuw (1991:135) mengungkapkan bahwa analisis struktural terhadap teks sastra memiliki tujuan untuk membongkar atau mengungkapkan keterkaitan unsur-unsur dalam teks sastra secara totalitas dalam menghasilkan makna. Teeuw (dalam Pradopo, 1995:46) berpendapat analisis struktural merupakan hal yang harus dilakukan untuk memahami prosa (baik cerpen, novel, dan roman) yaitu dengan memahami struktur fisik dan struktur batin yang terdapat di dalamnya.
Kelemahan pokok Strukturalisme, yaitu Karya sastra diasingkan dari konteks dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevansi sosialnya, tercabut dari sejarah dan terpisahkan dari permasalahan manusia. Karya sastra tidak dapat diteliti dalam rangka konvensi-konvensi kesusastraan sehingga pemahaman kita mengenai genre dan sitem sastra sangat terbatas.
SEMIOTIKA Menurut Peirce (dalam Ratna, 2004:97), ”Kehidupan manusia dipenuhi dengan tanda, dengan perantaraan tanda-tanda, proses kehidupan menjadi lebih efisien, dengan perantaraan tanda-tanda pula manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya sekaligus mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia. Dengan demikian manusia adalah homo semioticus”.
Strukturalisme dinamik merupakan pengkajian strukturalisme dalam rangka semiotik, yang memperhatikan karya sastra sebagai sistem tanda (Pradopo, 1995:125). Sebagai suatu tanda, karya sastra mempunyai dua fungsi, yaitu otonom dan informasional.
Kajian semiotika dalam sastra telah dilakukan sejak mulai diperkenalkan oleh Saussure pada tahun 1920an di Eropa dan Peirce serta Morris pada masa yang sama di Amerika. Studi sastra yang bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menemukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra memunyai arti (Pradopo, 1995:142).
Wawasan semiotik dalam studi sastra ( Amminudin ) : Karya sastra merupakan gejala konsumsi yang berkaitan dengan pengarang, wujud sastra sebagai sistem tanda, dan pembaca. Karya sastra merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu. Karya sastra merupakan fakta yang harus direkrontruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.
Semiotika C.S. Pierce Tanda Ikon Indeks Simbol Hubungan tanda dengan sumber acuannya Tanda dirancang untuk mempresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan (artinya, sumber acuan dapat dilihat, didengar, dsb) mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan menyandikan melalui kesepatan atau persetujuan Ditandai Persamaan (kesamaan) Hubungan sebab akibat konversi Contoh Gambar-gambar, patung-patung, tokoh besar, foto Ronald Reagen, onomatopoeia, dst. Asap/api, gejala/penyakit, bercak merah/campak, jari yang menunjuk kata keterangan di sini, di sana, kata ganti aku, kau, ia, dst kata-kata isyarat, simbol matematika, simbol sosial Proses Dapat dilihat Dapat dipikirkan Harus dipelajari
Kelebihan dan Kelemahan semiotik Kelebihan semiotik dalam menelaah karya sastra : Memperindah karya sastra Mengetahui keindahan karya sastra Dalam penelitian analisisnya lebih spesifik dan komperhensif Memberikan pemahaman makna dari simbolik baru dalam membaca karya sastra Pembaca minimal mengetahui dua makna yaitu makna bahasa secara literlag dan maksna simbolik ( global ). Kelemahan semiotik dalam menelaah karya sastra : Kurang memperhatikan struktur, mengabaikan unsur intrinsik Memerlukan banyak dukungan ilmu bantu lain seperti linguistik, sosiologi, psikologi, dll Perlu kematangan konsep luas tentang sastra wawasan luas, dan teorinya Peranan peneliti sangat penting, ia harus jeli, teliti, dan menguasai materi yang akan diteliti secara totalitas.
Terima Kasih