KAPASITAS PRODUKSI GULA SAMSU ARIFIN (125100301111032) ANDRIAWAN ARDITAMA (125100301111036) SISKA NUKE ENI P (125100301111044) DAHLIA AGUSTINA S (125100301111070) MUSH’AB (125100301111078) PAMULA NUAFAL S (125100301111100)
PENGERTIAN Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal . Pada perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk dan berproduksi untuk pasar, penentuan kapasitas produksi sangat penting
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan kapasitas produksi Batasan permintaan, yang telah diketahui dalam perhitungan market share. Tersedianya kapasitas mesin-mesin, yang dibatasi oleh kapasitas teknis atau ekonomis. Jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi. Kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa datang
Dalam menentukan kapasitas dari suatu pabrik atau industri yang akan didirikan, dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan. Pertama adalah dengan memperkirakan tingkat permintaan potensial terhadap produk pada masa depan Kedua adalah dengan pendekatan terhadap ketersediaan bahan bakunya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gula agar bisa produksi secara optimal Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi gula, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dari hasil analisis regresi dengan memenuhi asumsi OLS (uji normalitas, homoskedastisitas, non autokorelasi, tidak terdapat gejala multikolinearitas) dan uji statistik , maka diperoleh faktor-faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap produksi gula Faktor faktor produksi tersebut, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja pada selang kepercayaan
PRODUKSI GULA Tahun 2009 kebutuhan atau konsumsi gula nasional untuk industri makanan dan minuman, dan untuk rumah tangga mencapai 4,85 juta ton Tahun 2008/2009 produksi dunia gula menurun sebesar 9 juta ton. Tahun 2007/2008 FAO telah merevisi perkiraan 158,5 juta ton, yaitu 2,5 juta ton dibawah perkiraan pertama yang dirilis pada November 2008, dan 9 juta ton atau 5,4 % . Tahun 2004/2005 produksi gula mengalami defisit sekitar 3 juta ton, karena kebutuhan gula dunia meningkat 2 sebesar 1,3% atau mancapai 145,1 juta ton pada tahun 2005, sedangkan produksi hanya meningkat 1% atau 142,5 juta ton pada tahun yang sama.
PERMINTAAN GULA Kebutuhan gula untuk konsumsi rumah tangga saja mencapai sekitar 2,97 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) per tahun, atau sekitar 250 ton per bulan. Detilnya, konsumsi gula kristal putih (GKP) masyarakat Indonesia itu adalah 12 kg/perkapita/tahun. Jumlah ini pun sangat dimungkinkan mengalami kenaikan pada beberapa moment tertentu, seperti pada hari-hari besar keagamaan. Sebab, pada saat-saat itu konsumsi pasti meningkat.
Kapasitas mesin Kapasitas giling pabrik harus diperhitungkan secara matang dalam melaksanakan kegiatan produksi karena merupakan masukan yang sangat berharga bagi pihak tanaman dalam membuat jadwal penebangan tebu. Hal ini dilakukan karena semakin lancar pengoperasian pabrik dengan penyediaan tebu yang cukup, semakin kecil jam berhenti giling pabrik yang disebabkan karena ketidaktersediaan tebu (jam berhenti giling luar pabrik).
Kapasitas produksi gula Jadwal tebang tebu yang akan dibuat harus disesuaikan dengan kapasitas operasional pabrik agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan pabrik dengan ketersediaan kebun. Hal ini harus dilakukan pula dengan mempertimbangkan berbagai kendala seperti tingkat kematangan tebu, jarak kebun ke pabrik, alat angkut dan tenaga kerja.Permasalahan yang terjadi pada usaha pe-ningkatan produksi gula yang menyangkut jadwal pemeliharaan mesin, jadwal penebangan tebu dan analisa sistem antrian transportasi tebu merupakan suatu sistem yang kompleks sehingga pendekatan yang paling tepat adalah dengan menggunakan pen-dekatan sistem.
Lahan yang cocok untuk produksi gula Tujuan akhir adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa yang lalu. Pergeseran areal penanaman tebu dari lahan sawah ke lahan kering ternyata memiliki banyak permasalahan dan sampai saat ini belum sepenuhnya dapat diatasi. Ketersediaan air adalah masalah utama yang menjadi kendala pengembangan tebu di lahan kering. Masalah lainnya yang juga penting adalah ketersediaan unsur hara dan penentuan varietas yang sesuai untuk lahan kering.
Diperlukan pemilihan dan penataan verietas di suatu wilayah sesuai dengan waktu giling, sehingga pada saat dipanen tanaman memiliki tingkat kematangan yang baik. Pendeknya umur tanaman yang ditebang pada awal giling harus diperbaiki, yaitu dengan memajukan masa tanam. Permasalahannya adalah air bagi pertumbuhan awal tanaman kurang tersedia, sehingga harus dilakukan penyiraman selama hujan belum turun. Keterbatasan air sering menjadi kendala bagi petani untuk menyiram tanamannya. Oleh sebab itu diperlukan cara untuk mengurangi penyiraman. Salah satu teknologi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan bahan organik untuk meningkatkan kemampuan tanah mengikat air. Salah satu bahan organik yang tersedia di pabrik gula adalah blotong. Penggunaan kompos blotong memiliki fungsi ganda, yaitu memecahkan masalah limbah dan memperbaiki sifat fisik tanah
Musim giling secara normal di Indonesia berlangsung antara 5-6 bulan dan dimulai di awal musim kemarau. Untuk menjamin pasokan tebu pada awal giling tebu harus tersedia dengan jumlah yang cukup dan kematangan yang relatif tinggi agar rendemen yang dicapai tidak terlalu rendah. Sementara pada akhir giling juga harus tetap terjamin jumlah pasokan yang cukup dengan rendemen yang belum menurun terlalu banyak. Untuk menjamin pasokan tebu dan rendemen yang relatif stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda.
TERIMA KASIH