Oleh: Mangapul P.Tambunan Departemen Geografi FMIPA-UI
1. Abstrak Tanah sebagai sumberdaya mempunyai makna satuan dan ukuran yang nyata dan konkrit di dalam hal kesuburan, volume (ton), dan luasan (hektar). Keberadaan luasan tanah sebagai sumberdaya di Kota Tangerang mempunyai nilai luasan yang tetap (fixed land area value), sedangkan jumlah penduduk yang mendiami dan menetap di wilayah Kota Tangerang setiap tahunnya bertambah berdasarkan deret ukur. Dampak dari pertambahan penduduk ini, mengakibatkan terjadinya konflik di dalam pemanfaatan/penggunaan dan penguasaan/pemilikan tanahnya pada pembangunan. Karakteristik konflik pengelolaan sumberdaya tanah di wilayah Kota Tangerang yang merupakan wilayah kota yang berbatasan dan bersinggungan dengan wilayah Propinsi Kota Tangerang mempunyai nilai (value) yang signifikan/berarti dengan keberadaan stabilitas keamanan ibukota negara Republik Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan berupa aspek keruangan (spatial methode) dengan memperhatikan catur tertib (administrasi, hukum, penggunaan, dan pengelolaan) pertanahaan, di mana keluaran akhir berupa penggunaan tanah berencana yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kata Kunci: Sumberdaya Tanah, Konflik Pengelolaannya, dan Penataan Ruang
2. Pendahuluan Tanah sebagai sumberdaya dalam ukuran luasan (Hektar) dengan keanekaragam penggunaan dan penguasahannya di wilayah Kota Tangerang. Faktanya terjadi Konflik Penggunaan Tanah. Syarat Penilaian Penggunaan Tanah (Space Use). Tujuan: Ingin mengetahui karekteristik konflik pengelolaan sumberdaya tanah di wilayah Kota Tangerang. Latarbelakang :
Kerangka Penelitian: 1.TERTIB HUKUM PERTANAHAN UUPA UU/24/1992 UU/23/ TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN Pendaftaran (PPAT) Database Pemetaan Persil Tanah 3. TERTIB PENGGUNAAN PERTANAHAN Fisik Medan Peruntukan & Tata Guna Tanah RUTR & RBWK RTK 3. TERTIB PEMELIHARAAN PERTANAHAN Wilayah Tanah Usaha Lestari dan Berkelanjutan Optimal Serasih/Selaras Catur Tertib Pertanahan
Tanah sebagai sumberdaya Data Eksisting: 1. Luasan 2. Peruntukan 3. Penggunaan 4. Penguasaan Link and Match Sistem : Penggunaan tanah berencana Data RUTR 1. Luasan 2. Peruntukan 3. Penggunaan 4. Pengusaan Input-Proses-Output 1. Up – Dating 2. Maping 3. Evaluation & Analysis 4. Report
2. Metode Penelitian 2.1. Pengumpulan data a. Studi kepustakaan b. Dokumentasi 2.2. Pengolahan data Tahap pengolahan data meliputi; a. Pemeriksaan ulang data atau informasi dan macam isian data. b. Mengklasifikasikan data menjadi dua kelompok yakni kualitatif dan kuantitatif. c. Mengubah jenis data/menyesuaikan/modifikasi sesuai dengan teknik analisis yang digunakan.
2.3. Analisis data a.Analisis data/informasi dengan metode analisis keruangan (spatial analysis) yakni menggunakan metode pertampalan dengan satuan unit analisis grid atau wilayah administrasi pada tingkat kelurahan atau rukun warga (RW). b.Analisis perubahan penggunaan tanah pada tahun (time series). c.Analisis kesesuaian RUTR 2005 dan Peruntukan Penggunaan Tanah dengan melihat kondisi setiap penggunaan tanahnya dari tahun dan kencederungan peruntukan penggunaan tanah hingga tahun d.Analisis diskripsi mengenai pengkajian ada tidaknya hubungan kausatif antara kebijakan dengan perubahan tata ruang.
3. Hasil & Pembahasan Wilayah Kec.Tangerang, Cipondoh dan Cileduk yang pengusaan tanah dominan berupa hak guna bangunan, kemudian hak milik dengan konflik sumberdaya tanahnya berupa penggunaan tanah pemukiman, jasa dan perdagangan. Identifikasi karakteristik konflik sumberdaya tanah yang terjadi di wilayah ini pada umumnya, berupa: 1.Pemukiman yang dibangun tidak memiliki IMB dan IPB; 2.Tidak sesuai dengan peruntukannya atau penataan ruang, di mana pada jalur hijau (RTH) terdapat usaha bengkel, SPBU, atau lainnya yang beroreantasi pada aspek ekonomi ; 3.Penyerobotan tanah negara dan partikelir (meliputi tanah tidur) yang dilakukan oleh masyarakat marginal dan intelektual, serta lembaga swasta (LSM atau NGO); 4.Penguasaan Tanah yang tidak tertib administrasi, di mana pada sebidang tanah pemilikannya lebih dari 1 orang atau 1 lembaga. Hal ini terjadi karena adanya permainan antara mafia tanah dengan oknum pegawai BPN Pemda Kota Tangerang (KKN) Karakteristik Konflik Pengelolaan Sumberdaya Tanah
Wilayah Kec.Jatiuwung, Batuceper dan Benda, identifikasi karakteristik konflik pengelolaan sumberdaya tanah berupa: 1.Peruntukkan dan penggunaan sebidang tanah industri tidak sesuai dengan dokumen Analisis dampak lingkunganya (meliputi AMDAL dan ANDAL, RKL, dan RPL) dan Rencana Terinci Kota (RTK); 2.Pemukiman liar/ilegal yang kumuh (slum area) yang terdapat disepanjang tanggul sungai Cisadane dan jalan tol Tangerang-Jakarta- Merak; 3.Tidak terpenuhi ukuran tertib pemeliharaan pertanahan, misal untuk wilayah tanah usaha, lestari dan berkelanjutan, serta optimal; 4.Pada penggunaan tanah pertanian sawah yang kelas 1 (sangat baik) berubah fungsi sebagai wilayah bandara Sukarno-Hatta dan pemukiman terencana (development housing).
Asumsi: 1.Morfologi tanah relatif datar dan homogen; 2.Pola persebaraan penduduk merata dan kepadatannya jiwa/km2; 3.Penguasaan Tanah oleh masyarakat, swasta dan pemerintah; 4.Wilayah terbangun > 50% dari total luas wilayah kota ; 3.2. Model Solusi Konflik Pengelolaan Sumberdaya Tanah Konflik tanah Perkotaan Pengusaan Penggunaan Peruntukkan Catur Tertib Pertanahan 1.Administrasi 2.Hukum 3.Penggunaan 4.Pemeliharaan Akomodatif, Pertanahan Berencana Pembangunan Kota untuk: 1. Kemakmuran 2. Kesejahteraan 3. Atlas masyarakatnya
4. Kesimpulan 1. Kebijakan pertanahan di Indonesia didasarkan kepada UUPA 1960 sebagai induk (core) dalam pengelolaan sumberdaya tanah untuk Kehutanan, Pertambangan, Pemukiman, Pertanian, Lingkungan Hidup, dan Otonomi Daerah; 2. Wilayah Kota Tangerang memiliki karakteristik konflik sumberdaya tanah, yang dilakukan oleh: - Individu dengan Individu ; - Individu dengan Pemerintah Kota ; - Individu dengan Lembaga Swasta (Developer, LSM); - Lembaga Swasta dengan Pemerintah Kota; - Pemerintah Kota dengan Pemerintah Daerah; - Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat pada sebidang tanah didalam hal penguasaan, penggunaan dan peruntukkannya. 3. Minimasi konflik pengelolaan sumberdaya tanah di wilayah Kota Tangerang dapat dilakukan dengan cara akomodatif dengan model prosedural, yang diawali dengan tertib administrasi, tertib hukum, tertib penggunaan, dan tertib pemeliharaan. Dan diakhiri dengan pembangunan pertanahan berencanan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya.