Perkembangan Gerakan Koperasi Indonesia MATERI Perkembangan Gerakan Koperasi Indonesia
1. Perintis Timbulnya Gerakan Koperasi > Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (Indonesia) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan kebijakan ‘cultuur stelseel’ (sistem tanam paksa). Kebijakan ini mendorong pengusaha yang ada di Belanda berlomba- lomba menginvestasikan modalnya ke Indonesia. Bidang-bidang yang menarik bagi pengusaha Belanda saat itu, al : perkebunan, perdagangan, transportasi, dsb. > Berawal dari sini, dimulainya praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan terhadap hal rakyat Indonesia tanpa prikemanusiaan justru bertambah parah, menyebabkan banyak rakyat akhirnya menjadi hidup dalam kemelaratan. > Sedangkan pengusaha Belanda justru mendapat keuntungan yang ‘melimpah’, dengan membawa pulang ke negerinya antara tahun 1867- 1877 kurang lebih 15 juta Golden.
> Dalam kondisi rakyat yang sengsara, justru pihak Belanda mengintimidasi penduduk pribumi. Disamping itu, para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh kondisi ini. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dari para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup. Bahkan seringkali tanah milik petani terpaksa dilepaskan karena tidak mampu mengembalikan hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga yang terus meningkat. > Pada tahun 1890 mulai didirikan Bank Penolong dan Penyimpan (Hulp en Spaar Bank). Bank ini diprakarsai oleh Patih Kerajaan (Raden Aria Wirjaatmadja) untuk membebaskan kaum priyayi (PNS) didaerahnya dari pengijon. Inilah rintisan yang mengawali gerakan perkoperasian di tanah air. Inisitatif dari Aria ini didukung oleh petinggi Hindia Belanda saat itu, E Sieburgh.
> Pada tahun 1898, Sieburgh digantikan oleh Dewolf Van Westerrede berharap dapat membantu petani melalui pembentukan koperasi simpan pinjam. Upayanya dengan cara memperluas bidang kerja dari Hulp en Spaar Bank karenanya perlu dilakukan penyesuaian pada bank yang ada menjadi Purwokerto Hulp, Spaar En Landbouwrediet (Bank Penolog), Penyimpanan dan Kredit Pertanian yang nantinya menjadi cikal bakal berdirinya BRI. > Dewolf berharap terwujudnya koperasi kredit (melanjutkan rintisan dari Raden Aria Wirjaatmadja) karena semangat gotong-royong para petani menjadi faktor penting bagi suburnya koperasi kredit yang dicita-citakannya meskipun pada akhirnya gagal diwujudkannya. Kegagalan pembentukan ini disebabkan kolonial Belanda tidak bersungguh-sungguh memperhatikannya karena takut akibat terbentuknya koperasi itu akan memperkuat persatuan rakyat sehingga mengancam kepentingannya. Namun, dia sempat mendirikan rumah-rumah gadai, lumbung-lumbung desa dan bank-bank desa.
2. Terwujudnya Pendirian Koperasi > Pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh di semua daerah karenanya kaum pergerakan memanfaatkan sektor perkoperasian ini untuk perjuangan Indonesia merdeka. Titik awal perkembangan perkoperasian bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Boedi Oetomo” pada tahun 1908. > Pergerakan kebangsaan yang dipimpin Soetomo dan Gunawan Mangunkusumo yang menjadi pelopor pembentukan koperasi industri kecil dan kerajinan. Hal ini berdasarkan hasil Kongres di Jogyakarta, dimana ditetapkan: 1) Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang pendidikan; 2) Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tsb, maka dibentuklah Koperasi Konsumsi dengan nama “Toko Adil”. > Sejak saat inilah, arus gerakan koperasi internasional mulai mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, utamanya melalui penggunaan sendi-sendi dasar atau prinsip-prinsip Rochdale. > Pada awalnya, pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di dalam kehidupan berorganisasi di kalangan penduduk pribumi saat itu. Tetapi, Belanda merasakan adanya bahaya laten dari sendi-sendi dasar demokrasi yang dianut kaum pergerakan rakyat tsb. Kemudian Belanda mengeluarkan peraturan pertama kali yang mengatur cara kerja koperasi, sifatnya lebih membatasi ruang gerak perkoperasian di Indonesia. > Selanjutnya, kegiatan perkoperasian tidak mengalami perkembangan bahkan dapat dikatakan gagal sama sekali.
> Kegagalan koperasi “Boedi Oetomo” juga dirasakan oleh pergerakan lainnya “Serikat Dagang Islam” pimpinan H. Samanhudi. Kegagalan koperasi tsb disebabkan a.l: 1) Lemahnya pengetahuan perkoperasian; 2) Pengalaman berusaha; 3) Kejujuran dan kurangnya penelitian tentang bentuk koperasi yang cocok diterapkan di Indonesia. > Lahirnya Undang-Undang Perkoperasian: 1) Tahun 1915 > UU Koperasi pertama lahir “Verordening of de Cooperative Vereeningingen”, yakni UU perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa. UU ini sama UU Koperasi di Belanda tahun 1876. Kemudian dirubah tahun 1925 sehingga UU Koperasi di Indonesia juga berubah tahun 1933. *) Adanya peraturan baru ini membuat pergerakan perkoperasian sulit berkembang. Hal ini disebabkan al: a) AD Koperasi harus ditulis dalam bhs Belanda; b) Pengesahan harus dilakukan oleh Notaris; c) Harus diumumkan melalui Berita Negara yang berbahasa Belanda. 2) Tahun 1927 > UU Koperasi yang menunjukkan kemauan politik pemerintah Hindia Belanda yang lebih maju dalam membangun perekonomian penduduk pribumi “Regeling Inlandsch Cooperative Vereniging Stbl No. 91”. Dalam UU ini diatur peran pemerintah yang wajib membina, membimbing dan memberikan penerangan perkoperasian kepada rakyat. Juga diatur keringanan (segel dan pajak) dan Badan Hukum dengan segala sangkutannya. Misalnya, masalah jaminan bagi koperasi kredit, seperti tanah dsb. 2) Tahun 1967 > UU No. 12 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
> Lahirnya Undang-Undang Perkoperasian: > Lahirnya Undang-Undang Perkoperasian: *) Adanya UU Koperasi yang baru ini tidak banyak pengaruhnya terhadap gerakan perkopeasian. Hal ini disebabkan al: a) Peran Bank Rakyat yang khusus dibentuk, secara koperatif masih merupakan tugas sampingan; b) Adanya pemahaman baru yang muncul dari kaum pergerakan yang justru menentang untuk berkoperasi disebabkan dijadikannya pemerintah Hindia Belanda sebagai pengawas. 3) Tahun 1933 > UU Koperasi Sblt No. 108 tetapi tanpa menyatakan pencabutan UU sebelumnya karena hal ini dalam rangka memecah belah persatuan dan kesaturan rakyat Indonesia sehingga muncullah dualisme dalam bidang pembinaan perkoperasian di Indonesia. yang menunjukkan kemauan politik pemerintah Hindia Belanda yang lebih maju dalam membangun perekonomian penduduk pribumi “Regeling Inlandsch Cooperative Vereniging Stbl No. 91”. Dalam UU ini diatur peran pemerintah yang wajib membina, membimbing dan memberikan penerangan perkoperasian kepada rakyat. Juga diatur keringanan (segel dan pajak) dan Badan Hukum dengan segala sangkutannya. Misalnya, masalah jaminan bagi koperasi kredit, seperti tanah dsb. 4) Tahun 1958 > UU No. 79 tentang Perkumpulan Koperasi. Dalam UU ini sudah diatur cara mendirikan dan mengesahkan koperasi, memuat sendi-sendi dasar sebagaimana prinsip2 yang dirumuskan koperasi Rochdale.
> Lahirnya Undang-Undang Perkoperasian: 5) 02 Agustus 1965 > UU No. 14 tentang PerKoperasian. Dalam UU ini ditegaskan bahwa koperasi berfungsi sebagai organisasi ekonomi maupun alat revolusi. Disamping itu, kepengurusan koperasi harus mencerminkan kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom dan harus berjiwa Manipol. Dengan sistem perkoperasian seperti ini, sebenarnya gerakan koperasi telah dipolitisir sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan alat politik dan ekonomi pemerintah sehingga menyulut pertentangan pendapat di kalangan pergerakan dan kaum pejuang koperasi semakin meruncing. Puncak kemelut, dengan keluarnya Tokoh Koperasi Nasional “Moh. Hatta” sebagai wakil presiden RI karena memandang bahwa Presiden Sukarno telah jauh menyimpang dari UU Dasar 1945. 6) 18 Desember 1967 > UU No. 12 tentang Koperasi. Selanjutnya dengan UU ini, diberikan peluang kepada pelaku koperasi untuk bahu-membahu mengubah citra koperasi sesuai prinsip koperasi dalam international cooperative alliance (ICA) > tercermin pada psl 6.
Literatur : Sudarsono dan Edilius, 2010, Koperasi dalam Teori dan Praktik, Cetakan ke-5, Rineka Cipta, Jakarta: hal 35-72.