KEKUDUSAN ALLAH Pelajaran 5 untuk 28 Januari- 3 Februari, 2012
Apakah arti dari “kudus” ? Kita bisa mendefinisikan "kudus" sebagai sesuatu yang diasingkan untuk suatu tujuan suci. Dan juga melibatkan konsep kesempurnaan moral . Kekudusan berlaku untuk: WAKTU “Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu” (Kejadian, 2: 3) TEMPAT “Lalu Ia berfirman: "Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus."” (Keluaran, 3: 5) OBJEK “Janganlah pada imam melanggar kekudusan persembahan-persembahan kudus orang Israel yang telah dikhususkan bagi TUHAN” (Imamat, 22: 15) BANGSA “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Petrus, 2: 9) Secara umum, sesuatu itu menjadi kudus dengan adanya Kehadiran Allah atau ketika Dia asingkan untuk-Nya
Bagaimana “kekudusan” Allah? “Tinggikanlah TUHAN, Allah kita, dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah TUHAN, Allah kita” (Mazmur 99: 9) Bagaimana “kekudusan” Allah? Ketika berbicara tentang Allah, kata "kudus" digunakan dalam arti mutlak. Tidak ada dan tidak seorangpun ada yang lebih suci daripada Allah. Tidak ada dan tidak seorangpun ada yang dapat jauh dari dosa kalau tidak Allah. Dia adalah kudus dalam karakter dan kesempurnaan. Itu membuat Allah satu-satunya yang layak untuk disembah. “Tidak ada yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita” (1 Samuel, 2: 2) “Siapakah yang tidak takut, ya Tuhan, dan yang tidak memuliakan nama-Mu? Sebab Engkau saja yang kudus; karena semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyata kebenaran segala penghakiman-Mu” (Wahyu, 15: 4)
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH Dapat kita lihat hanya ada satu reaksi(sikap) dihadapan kehadiran dari Allah yang kudus, baik itu dalam Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru. Keduanya, baik itu manusia dan malaikat bereaksi dengan merasa kecil dan tidak layak dihadapan kebesaran dan kekudusan Allah.
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH DIDALAM PERJANJIAN LAMA YESAYA: “Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."” (Yesaya, 6: 5) AYUB: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu” (Ayub, 42: 5-6) YAKUB: “Ia takut dan berkata: "Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah Allah, ini pintu gerbang sorga” (Genesis, 28: 17)
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH DIDALAM PERJANJIAN LAMA YEHEZKIEL: “Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman” (Yehezkiel, 1: 28) DANIEL: “kuangkat mukaku, lalu kulihat, tampak seorang yang berpakaian kain lenan dan berikat pinggang emas dari ufas!… demikianlah aku tinggal seorang diri. Ketika aku melihat penglihatan yang besar itu, hilanglah kekuatanku; aku menjadi pucat sama sekali, dan tidak ada lagi kekuatan padaku” (Daniel, 10: 5, 8)
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH DIDALAM PERJANJIAN BARU PETRUS: “Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Lukas, 5: 8) YOHANES: “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir” (Wahyu, 1: 17)
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH ELLEN G. WHITE “14 Mei 1851 Saya melihat keindahan dan keelokan Yesus . Ketika saya memendang kemulian-Nya, tidak terpikir oleh saya bahwa saya akan terpisah dari hadirat-Nya. Saya melihat suatu terang yang berasal dari kemulaiaan yang mengelilingi Bapa; dan ketika terang itu datang mendekati saya, tubuh saya gemetar dan bergoncang seperti daun. Saya merasa bahwa jikalau terang itu mendekati saya, maka saya akan binasa, tetapi terang itu melewati saya. Kemudian barulah saya merasakan kebesaran dan kehebatan Allah dengan siapa kita berurusan. Saya melihat betapa tidak berartinya pandanagan beberapa orang terhadap kesucian Allah, dan betapa besar mereka menyebutkan dengan sia-sia nama-Nya yang kudus dan mulia itu, tanpa menyadari bahwa Ia adalah Allah, Allah yang besar dan hebat, yaitu yang mereka sedang bicarakan” (E.G.W., Tulisan-tulisan Permulaan, “Persiapan untuk Hari Kiamat”, Hal. 128)
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH MALAIKAT YANG TELAH JATUH “Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras:"Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah” (Lukas, 4: 33-34)
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH MALAIKAT DI SURGA “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"” (Yesaya, 6: 1-3) “Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang” (Wahyu, 4: 8) “Sesungguhnya, para suci-Nya tidak dipercayai-Nya, seluruh langit pun tidak bersih pada pandangan-Nya” (Ayub, 15: 15) Menurut Elifas, bahkan Surga dan malaikat-malaikat tampak tidak murni di hadapankekudusan Allah yang tak terbatas.
REAKSI DI HADAPAN KEKUDUSAN ALLAH BAGAIMANA DENGAN KITA? Dalam semua pertemuan manusia dengan Ilahi seperti digambarkan dalam Alkitab, tidak satupun pernah menemukan kesan bahwa Allah itu menakutkan. Sebaliknya, yang kita temukan adalah, dalam pancaran cahaya kekudusan-Nya, umat manusia itu akhirnya melihat keadaan diri mereka yang sesungguhnya. Dan hal itu sangat menakutkan. Dalam Kitab Suci, ketika manusia benar-benar bertemu dengan Allah, kita menemukan tidak ada tepuk tangan, beramah tamah, dan menyanyi kegirangan. Yang ada disitu hanya pertobatan pribadi. Masing-masing melihat dan mengakui kesalahan pribadi mereka dan tanpa alasan dan tanpa menghubungkan kesalahannya kepada orang lain. Betapa berbedanya kata-kata kita, kehidupan kita, dan tindakan kita kiranya kita semua ini hidup dengan pendiriaan yang tetap, bukan hanya terhadap kehadiran Allah tetapi Kekudusan-Nya juga.
MENDEKAT KEPADA ALLAH YANG KUDUS Konsep kekudusan seharusnya membantu kita dalam memahami kesenjangan antara Allah yang suci dan ras makhluk yang tidak suci, ras orang- orang berdosa. Allah dipisahkan dari kita, bukan hanya karena Dia adalah Pencipta dan kita adalah yang diciptakan, tetapi juga karena kita adalah makhluk yang jatuh. Tidak mungkin bagi kita untuk menyeberangi kesenjangan itu untuk mendekati Allah. Kita perlu sebuah jembatan yang memungkinkan kita datang di hadapan-Nya. Yang seharusnya membuat kita mengerti apa yang Kristus lakukan bagi kita. Dia adalah Juruselamat kita, Pengganti kita, yang menyeberangi jurang antara Allah yang Kudus dan kita yang jatuh dan makhluk berdosa. Yesus adalah jembatan yang kita butuhkan, terima kasih Tuhan.