NIKAH SIRRI, POLIGAMI, dan KAWIN KONTRAK
Anggota Kelompok 2: Fitriani 1006692700 Zera Briadenti Agenginardi 1006664451 Muchamad Aditya Septigab 1006664395 Syukria Ferry Busra 1006772696 Kaharjanu Fajar
Perkawinan ● Berdasarkan pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. ● Berdasarkan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 makna perkawinan yaitu perkawinan dapat memenuhi kebutuhan lahiriah sebagai manusia, sekaligus rumah tangga yang kekal dan bahagia keduanya, yang sesuai dengan kehendak Tuhan YME.
Dalam UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, pada pasal 2 (ayat 1) disebutkan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing itu”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pernikahan atau perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) dan aturan hukum perkawinan di Islam.
Syarat-Syarat Perkawinan Persetujuan kedua calon mempelai, Pria sudah berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun, Izin orang tua atau pengadilan jika belum berumur 21 tahun, tidak terkait dalam status perkawinan, Tidak bercerai untuk kedua kalinya dengan suami atau istri yang sama yang hendak dikawini,
Bagi janda sudah lewat waktu tunggu, sudah memberi tahu kepada pegawai pecatat perkawinan sepuluh hari sebelum dilangsungkan perkawinan, serta Tidak ada yang melakukan pencegahan, tidak ada larangan perkawinan.
Faktor-Faktor Terjadinya Nikah Sirri Nikah sirri dilakukan karena hubungan yang tidak disetujui oleh orang tua kedua pihak atau salah satu pihak. Nikah sirri dilakukan karena adanya hubungan terlarang. Nikah sirri dilakukan dengan alasan seseorang merasa sudah tidak bahagia dengan pasangannya, timbul niatan untuk mencari pasangan lain. Nikah sirri dilakukan dengan dalih menghindari dosa karena zina.
Nikah sirri dilakukan karena pasangan merasa belum siap secara materi dan secara sosial. Hal ini biasa dilakukan dengan mahasiswa. Nikah sirri sering ditempatkan menjadi sebuah pilihan ketika seseorang hendak berpoligami dengan sejumlah alasan tersendiri. Nikah sirri dilakukan karena pasangan memang tidak tahu dan tidak mau tahu prosedur hukum. Nikah sirri dilakukan hanya untuk penjagaan dan menghalalkan hubungan badan saja.
Nikah sirri dilakukan untuk menghindari beban biaya dan prosedur administrasi yang rumit. Nikah sirri dilakukan karena alasan pernikahan beda agama. Biasanya salah satu pasangan bersedia menjadi muallaf (baru beragama Islam) untuk memperoleh keabsahan pernikahannya.
Faktor-Faktor Terjadinya Poligami ● Adapun alasan untuk berpoligami yang bersifat falkutatif tertera dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, yaitu: ● Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. ● Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Istri tidak dapat menghasilkan keturunan.
Ada juga alasan yang bersifat kumulatif untuk melakukan poligami yang tertera dalam pasal 5 Undang-Undang Pekawinan, yaitu: ● Adanya persetujuan dari istri. ● Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri dan anak mereka. ● Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan anaknya.
Oleh karena itu, antropolog menganjurkan alasan-alasan untuk dapat berpoligami,yaitu: Kemungkinan untuk menambah jumlah anak (keturunan), khususnya pada istri yang mandul atau yang hanya memberikan kelahiran anak perempuan saja. Menambah jumlah anggota kerja dalam hubungan kekeluargaan. Dapat berlaku adil dalam mengatasi permasalahan perempuan Mengembangkan tingkat aliansi laki-laki untuk dapat memertahankan posisi seorang pemimpin. Memungkinkan bagi laki-laki untuk mendapatkan kepuasan seksual
Deskripsi Kasus Fenomena kawin kontrak membanjiri kawasan puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dijelaskannya bahwa banyak turis yang berdatangan di daerah Tugu Selatan dan Tugu Utara, Kecamatan Cisarua. Situasi ini selalu terjadi setiap tahunnya, sehingga banyak warga yang menyebut fenomena ini sebagai “musim arab”. Turis yang berasal dari Timur Tengah melakukan kawin kontrak dengan perempuan pribumi di kawasan puncak. Pelaksanaan kawin kontrak yang dilakukan biasanya menikah selama empat bulan, yakni biasanya dimulai dari bulan Mei sampai Agustus.
Menurut warga setempat, yang membedakan antara kawin kontrak dan tipe perkawinan lainya adalah jika nikah siri biasa dilakukan warga pribumi dengan pribumi dan memiliki wali nikah dan saksi jelas, serta masa perkawinannya tidak dibatasi oleh waktu. Sedangkan kawin kontrak dilakukan antara perempuan pribumi dengan warga negara asing (WNA). Wali dan saksi nikah dianggap tidak penting, asalkan ada uang semuanya bisa diatur sesuai perjanjian atau kesepakatan diantara kedua pihak yang melakukan kawin kontrak. Mengenai perihal mahar, biasanya ditentukan dari pihak perempuan sekitar 10 juta sampai 15 juta.
Analisa Seperti asumsi yang ada dalam Exchange Theory, bahwa manusia adalah makhluk rasional, yang membuat keputusannya berdasarkan jumlah informasi yang tersedia pada waktu tertentu dan keputusannya pun diambil untuk mendapatkan keutungan yang maksimal dengan mengeluarkan biaya yang paling rendah. Bila dikaitkan dengan kasus kawin kontrak, maka tergambar proses pertukaran ketika turis memutuskan untuk kawin kontrak dengan perempuan setempat (warga Puncak, Jawa Barat). Dalam proses kawin kontrak memperlihatkan adanya pertimbangan atas dasar cost and benefit kedua belah pihak.
Oleh karena itu dapat dikatakan selain aktor utama (turis dan perempuan), pihak keluarga dan kerabat perempuan yang ikut serta dalam proses kawin kontrak tersebut pun terlihat turut mempraktekan teori pertukaran yang diatur oleh norma reprocity (timbal balik). Semuanya ini muncul akibat adanya self interset terhadap fenomena kawin kontrak dari masing-masing aktor yang terkait.
KESIMPULAN Fenomena nikah sirri, kawin kontrak, maupun poligami merupakan tindakan sosial yang masih menjadi kontroversi dikalangan masyarakat. Pernyataan ini disebabkan karena kebanyakan masyarakat menilai tindakan tersebut sebagai alternatif untuk mencari kepuasan lahir batin diluar norma dan nilai yang berlaku di masayarakat. Proses nikah ini memang cenderung lebih sulit ketimbang proses nikah sirri, poligami, maupun kawin kontrak yang hanya bermodal wali, saksi, dan calon mempelai.
Catatan Kritis Terkait bahasan mengenai “Problematika Nikah Sirri dan Akibat Hukumnya bagi Perempuan”, penjelasan tersebut memiliki makna sosial yang cukup kompleks. Hal ini berkaitan dengan hukum islam dan hukum negara terhadap nikah sirri. Namun, yang perlu ditekankan dalam hal ini adalah hukum negara dan hukum agama mengenai nikah sirri tidak bisa disamakan posisinya. Hal itu dikarenakan nilai normatif yang terkandung dalam ajaran islam sangat berbeda dengan hukum negara.
Ironisnya, nilai agama yang memiliki berbagai macam asaz manfaat untuk umat, agar banyak yang melakukan amal ma’ruf nahimunkar, justru dijadikan kesempatan bagi pihak tertentu dalam melakukan nikah sirri sebagai alternatif pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan (zina).