PENOLOGI
sejarah perkembangan hukum penjara bergerak dari” menghukum” dan “membina”, dan sesuai dengan tuntunan zaman, usaha ini bergerak ke arah tindakan-tindakan untuk “memperbaiki” terhukum. Secara teoritis usaha perbaikan ini merupakan perampasan kemerdekaan seseorang dengan tujuan untuk mengubah perilakunya yang “jahat” menjadi “mematuhi” hukum. “Pembaharuan” di bidang ini secara menyeluruh di mulai tahun 1963 dengan diajukan konsep “pemasyarakatan” oleh menteri kehakiman Dr. Sahardjo, SH. yang dimaksud denagn pemasyarakatan dalam konsep tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Dengan singkatnya tujuan penjara ialah: pemasyarakatan, yang mengandung makna bahwa tiak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginnya perbuatan jahatoleh terpidana, melainkan juga orang-orang yang telah sesat diayomi dan diberikan bekal hidup, sehingga menjadi kawula yang berfaedah di dalam masyarakat Indonesia. Pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena kehilangan kemerdekaan bergerak, membimbing agar supaya dia menjadi anggota masyarakat sosialisme yang berguna.
Meskipun konsep pemasyarakatan dalam hal tertentu sesuai dengan penology modern yang menekankan pada pembinaan (treatment). Perlu dicatat bahwa putusan hakim yang berupa hukuman penajara hanyalah mencabut atau membatasi terpidana untuk bergerak secara bebas, sedangkan hak-hak yang dimiliki sebagai manusia (hak-hak asasinya) yang lainnya tidak dicabut, sehingga seharusnya perlu mendapatkan perhatian. Sehubungan dengan itu, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya yang terjadi di dalam kehidupan “masyarakat penjara” seperti:
1.Sistem nilai penjara dan sistem sosial yang berlaku di dalam penjara (prisonisasi). 2. Rasa sakit menjadi terpidana, khususnya akan hilang kebebasan dan diputuskannya hubungan dengan keluarga, sanak saudara dan teman-teman. Dengan menjadi narapidana maka dia akan kehilangan status sebagai “calon penuh” anggota masyarakat yang “dapat dipercaya”. 3.Penyerangan seksual di dalam penjara. Hal ini terutama dilakukan terhadap terpidana yang masih “muda” oleh nara pidana yang lain, khususnya di penjara-penjara untuk laki-laki. Namun studi yang dilakukan diluar negeri juga terjadi di penjara wanita.
Hal-hal tersebut diatas tentunya dapat memperburuk proses pemasyarakatan, disamping hal-hal tadi “ melampaui” keputusan hakim. “tambahkan” penderitaan yang dialami terpidana bukan saja berlangsung lama dia berada di penjara, akan tetapi pengaruhnya dapat terjadi setelah keluar dari penjara. oleh karena sistem penjara berada di bawah pengayoman pengadilan dan masyarakat, maka menjadi tugas pengadilan dan masyarakat untuk “menghilangkan” hal-hal tersebut di atas.
THANK’S