Dzikir berjama’ah Fatwa Tarjih 2005
Dzikir berjama’ah Zikir berjamaah sudah lama berkembang dalam masyarakat kaum muslimin. Hanya pada akhir-akhir ini ia begitu ngetrend dan ngetop karena sudah dikemas sedemikian rupa yang disertai dengan busana putih-putih, berkopiah putih, atau bersurban, dan dipandu oleh seseorang yang dianggap ‘alim, mempunyai suara yang merdu, dan berpenampilan menarik. kelihatan syahdu dan meneteskan air mata oleh para pelakunya, serta ditayangkan oleh media elektronik/media cetak yang ditonton oleh para pemirsa. Untuk menguatkan keabsahan zikir berjamaah itu, disusun pula buku panduan dengan mengutip sejumlah hadits-hadits Nabi saw yang bersifat umum tentang zikir.
Zikir berjamaah seperti itu sudah terstruktur kaifiyatnya sedemikian rupa yang tidak kita jumpai dalam praktik Nabi saw, para sahabat, dan ulama salaf.
Zikir dikatakan oleh ar-Razi dalam kitab tafsirnya: أَمَّا الذِّكْرُ فَقَدْ يَكُوْنُ بَاللِّسَانِ وَقَدْ يَكُوْنُ بَاْلقَلْبِ وَقَدْ يَكُوْنُ بَاْلجَوَارِحِ. Artinya: “Adapun dzikir itu kadang kala dengan lidah, kadang kala dengan hati, dan kadang kala dengan anggota tubuh.”
Dikatakan oleh Imam asy-Syafi‘i di dalam Kitab al-Um, seperti dikutip Prof. T.M. hasbi ash-Shiddieqy dalam bukunya Koleksi Hadits-hadits Hukum juz 4 halaman 215-216, sewaktu asy-Syafii mengomentari hadits riwayat al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud dari sahabat Ibnu Abbas, bahwa asy-Syafii mengutarakan supaya para imam dan makmum berzikir sesudah shalat dengan suara yang pelan (tidak keras), kecuali bila imam menghendaki supaya zikir itu dipelajari oleh makmum. Di kala demikian barulah zikir itu dikeraskan, dan setelah dirasakan (diperkirakan) makmum sudah mengetahui (hafal), maka kembali lagi zikir itu dibaca pelan. Asy-Syafii berpendapat bahwa Nabi saw mengeraskan zikir seketika saja (tidak terus menerus) untuk dipelajari oleh para sahabat.
Dari uraian singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalau berzikir itu sekedar ingin mengajarkan orang, maka diperbolehkan dengan suara keras. Sebahagian besar ulama salaf memakruhkan bahkan mengharamkan berzikir dengan suara keras, dengan alasan Nabi tidak menuntunkan seperti itu. Memang ada segolongan kecil ulama yang membenarkan zikir berjamaah dengan suara keras, tapi disertai dengan sejumlah syarat yang ketat. Jalan yang terbaik yang harus kita tempuh adalah tidak melakukan zikir berjamaah dengan suara keras, kecuali sekedar untuk mengajar para jamaah. Kita jauhi hal-hal yang dipraktikkan oleh Nabi saw dalam soal ibadah, agar kita tidak terjerumus ke dalam kancah perbuatan bid‘ah yang sangat dicela oleh agama.
Beberapa ayat dan hadits tentang zikir الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ. [الرعد (13): 28] (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. [QS. ar-Ra‘d (13): 28].
ياأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ياأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا. [الأحزاب (33): 41]. Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. [QS. al-Ahzab (33): 41]. وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ. [الأعراف Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [QS. al-A‘raf (7): 205].
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ بِالتَّكْبِيرِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ ... [رواه مسلم، كتاب الذكر: 44/2704 Diriwayatkan dari Abi Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi saw dalam suatu perjalanan. Kemudian orang-orang mengeraskan suara dalam bertakbir. Lalu Nabi saw bersabda: Hai manusia, kecilkanlah suaramu, sebab kamu tidak berdoa kepada orang yang tuli dan jauh, melainkan kamu berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersamamu … [HR. Muslim, Kitab az-Zikr, No. 44/2704].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي إِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلإٍَ ذَكَرْتُهُ فِي مَلإٍَ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ مِنِّي شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً. [رواه مسلم، كتاب الذكر: 2/2675]. Diriwayatkan dari Abi Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung berfirman: Aku adalah menurut sangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia berzikir (dengan menyebut nama)Ku. Jika ia mengingat Aku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam Diri-Ku, dan jika ia menyebut nama-Ku dalam sekelompok manusia, maka Aku menyebutnya dalam sekelompok manusia yang lebih baik dari mereka. Jika ia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta, jika ia mendekati-Ku sehasta, maka Aku mendekatinya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan berlari kecil. [HR. Muslim, Kitab az-Zikr, No. 2/2675].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ ِللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلاَئِكَةً سَيَّارَةً فُضُلاً يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ ... [رواه مسلم، كتاب الذكر: 25/2689]. Diriwayatkan dari Abi Hurairah, dari Nabi saw beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Pemberi berkah dan Maha Tinggi mempunyai malaikat-malaikat yang memiliki mobilitas tinggi dan kelebihan yang selalu mengikuti majlis-majlis zikir. Maka apabila mereka menemukan majlis yang didalamnya terdapat kegiatan zikir, mereka duduk bersama para anggota majlis, dan mereka mengelilinginya dengan sayap mereka, sehingga mencakup semua apa yang ada di antara mereka dan langit dunia. Apabila orang-orang yang berzikir telah bubar, maka para malaikat naik dan mendaki ke langit … [HR. Muslim, Kitab az-Zikr, No. 25/2689].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ... وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ ... [رواه مسلم، كتاب الذكر: 38/2699]. Diriwayatkan dari Abi Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Setiap ada kaum di suatu rumah (masjid) dari rumah-rumah Allah dengan membaca kitab Allah (al-Qur’an) dan mempelajarinya, pasti turun kepada mereka ketenteraman dan tertumpah kepada mereka rahmat Allah, dan dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah mengingat mereka yang ada di dalam majlis … [HR. Muslim, Kitab az-Zikr, No. 38/2699].
Penjelasan: Demikianlah ayat dan hadits yang dapat kami kutip. Sebenarnya ayat yang menyebutkan zikir dalam al-Qur’an tidaklah sedikit, kurang lebih 293 ayat, tetapi tiga ayat yang kami kutip sudah representatif, demikian pula hadits-hadits tersebut. Ayat pertama [ar-Ra‘d (13): 28] dan ayat kedua [al-Ahzab (33): 41], mengandung perintah agar memperbanyak berzikir kepada Allah SWT. Dimaksudkan dengan zikr ialah menyebut lafal-lafal jalalah, seperti Subhana Allah, alhamdu Lillah, Allahu Akbar, La Haula wa la Quwwata illaa Billah, membaca shalawat, membaca al-Qur’an dan lafal jalalah lainnya.
Para ahli tasawwuf memerinci sebagai berikut: Bahwa zikir ada tujuh macam: zikir dengan mata, zikir dengan telinga, zikir dengan lisan, zikir dengan kedua tangan, zikir dengan badan, zikir dengan hati, zikir dengan ruh (jiwa). [as-Shan‘aniy, 1960, IV: 214]. Zikir yang paling utama adalah zikir dengan ketiga-tiganya; dengan lisan, hati dan anggota badan. Zikir semacam inilah yang paling utama dan paling sempurna. Artinya bahwa zikir dengan hati saja atau dengan lisan saja adalah boleh, dan semuanya harus dilakukan dengan ikhlas. Itulah yang dapat melahirkan ketenteraman, sebagaimana disebutkan pada ayat 28 surat ar-Ra‘d di atas ( Ar-Rozi )
Ayat ketiga [al-A‘raf (7): 205], menegaskan agar zikir tersebut dilakukan dengan cara merendahkan diri, rasa takut dan dengan suara yang lembut, tidak keras, secara kontinue, pagi dan sore. Ayat tersebut dengan tegas melarang berzikir dengan suara keras, sebab suara keras akan mengganggu orang lain dan menghilangkan kekhusyu‘an. Oleh karena itulah Rasulullah saw memperingatkan para shahabat yang berzikir dengan suara keras, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, dari Abi Musa (No. 4):
Hadits No. 5 yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abi Hurairah, juga hadits No. 6 dan hadits No. 7, memberikan informasi bahwa Allah SWT menugaskan para malaikat berkeliling mengikuti majlis zikir, dan apabila malaikat majlis zikir mereka akan melindunginya dengan sayapnya hingga selesai, dan Allah akan menganugerah-rahmat-Nya kepada majlis zikir tersebut.
Dilakukan dengan khusyu‘ dan rasa takut. kesimpulan Tiga hadits tersebut (hadits No. 5, 6, dan 7) memberikan pengertian bahwa berzikir bersama dalam satu majlis adalah sangat baik (tanpa imam dan makmum), dan harus sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai berikut: Dilakukan dengan khusyu‘ dan rasa takut. Dilakukan dengan suara halus, tidak kedengaran orang lain, tidak dengan berteriak-teriak, menangis dengan histeris, menggeleng-gelengkan kepala dan sebagainya, sehingga tidak mengganggu orang lain. Sebab Allah SWT adalah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Dilakukan dengan ikhlas, bukan karena untuk mencari popularitas, keduniaan dan sebagainya yang melanggar ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah. Dengan demikian zikir yang dilakukan di daerah saudara harus diluruskan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah. *sd) keismpu