Sepucuk Surat untuk Anakku
Menjumpai Anakku… Apa kabar, anakku? Sehatkah engkau hari ini? Sudah makan kah engkau, sayang? Masih ingatkah engkau pantangan apa saja yang tidak boleh engkau makan, Nak? Bunda berharap kau selalu dalam lindungan Tuhan yang Maha Kuasa.
Anakku… Hari ini kau tidak ada di rumah, kemarin engkau pamit kepada Bunda untuk pergi dengan teman-temanmu, tapi hari ini Bunda rindu sekali denganmu. Hari ini, ketika kau tidak ada, Bunda teringat dengan masa-masa mulai engkau tertanam di rahim Bunda sampai detik ini.
Anakku sayang… Jauh sebelum kau hadir dalam kehidupan Ayah dan Bunda, kami selalu berharap dan berdo’a agar nantinya dikaruniai anak-anak yang baik, taat kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbakti kepada orang tua, serta menjadi seorang ummat yang berguna untuk agama dan bangsa.
Anakku sayang… Ingatkah engkau, di bulan-bulan awal kau di perut Bunda, mual dan muntah menjadi rutinitas Bunda, juga sakit kepala bahkan hingga mau pingsan. Namun Bunda tahu, ini titipan dari Yang Mahakuasa, Bunda tidak boleh mengeluhkan kehadiranmu, bahkan Bunda bersyukur karena diberi kepercayaan melahirkan mu ke dunia.
Anakku… Sembilan bulan sepuluh hari kau mendiami perut Bunda, akhirnya kau melihat dunia. Betapa senangnya hati Bunda saat itu, mengalahkan rasa sakit yang amat sangat, antara hidup dan mati. Alhamdulillah kau lahir dengan selamat.
Ketika kau mulai mengisi ruang-ruang kesepian di rumah dengan tangisanmu, teriakanmu, tawamu, sungguh, Bunda tak akan pernah melupakan itu. Suara tangismu di tengah malam tidak pernah membuat Bunda mengeluh karena kurang tidur. Membersihkan popokmu tidak pernah membuat Bunda mengeluh apalagi merasa jijik. Semua Bunda lakukan karena Bunda sayang kepadamu, Nak.
Menjelang kau masuk ke dunia sekolah, semua perlengkapan sekolahmu Bunda siapkan dengan baik agar kau dapat belajar dengan tenang. Masih terekam dengan baik di kepala Bunda, kau menangis saat Bunda akan meninggalkanmu di hari pertama kau masuk sekolah. Kau ingin Bunda selalu menemanimu di sekolah.
Menginjak usia remaja, kau sudah banyak teman Menginjak usia remaja, kau sudah banyak teman. Jarang sekali kau ada di rumah karena banyaknya kegiatan yang kau lakukan di sekolah, ada les, eks-kul, atau sekedar berkumpul dengan teman-temanmu. Bunda mulai merasa kehilangan mu. Apakah kau sudah bosan berada di rumah?
Saatnya kau memasuki dunia kampus yang membuat aktivitasmu bertambah, kehadiranmu di rumah hanya terlihat saat sarapan pagi, itu pun kau lakukan jika kau tidak terburu-buru berangkat ke kampus. Bahkan, terkadang kau lupa mencium tangan Bunda ketika kau keluar melewati pintu rumah. Benarkah ini anak Bunda?
Dengan aktivitasmu yang banyak terkadang kau lupa bahwa kau masih punya rumah, kau lebih sering pergi keluar rumah bahkan menginap di rumah temanmu. Pernah Bunda bertanya kemana kau hendak pergi, kau menjawabnya dengan ketus, seolah-olah Bunda tak perlu tahu urusanmu.
Ketika Bunda menasehatimu, kau malah pergi begitu saja meninggalkan Bunda yang sedang bicara. Ketika kau pulang larut malam, Bunda sangat khawatir dan bertanya kemana saja kau pergi seharian, kau tak menggubris kata-kata Bunda, kau langsung masuk kamar dan mengunci pintu. Inikah anak Bunda yang dulu begitu manis?
Beberapa kali Bunda pernah memarahimu saat kau melakukan kesalahan, namun kau malah balik memarahi Bunda dan menganggap itu bukan kesalahanmu. Bunda marah karena ingin kau bisa belajar dari kesalahan, Bunda marah karena sayang kepadamu, Nak, sama sekali bukan karena benci.
Anakku sayang… Malam ini, Bunda ingin sekali kau ada di samping Bunda seperti dulu waktu kau masih kecil. Kau selalu bersama Bunda kemanapun Bunda pergi, karena kau masih belum bisa berjalan. Kau selalu mendengarkan kata-kata Bunda karena kau belum bisa bicara. Rasanya Bunda ingin kau yang kecil saja, agar selalu bersama Bunda dan mendengar kata-kata Bunda, tanpa bantahan dan cacian.
Anakku sayang… Surat cinta Bunda ini sengaja Bunda tulis untukmu seorang. Bunda sangat menyayangimu.
Saat anak dilahirkan dan meninggalkan tubuh Ibu Seharusnya ini dua tubuh yang tak ada hubungan Tapi di dunia fana… seperti ada benang yang tak terlihat Mengikat mereka dengan erat Setiap Ibu berharap anaknya tak kan dewasa Dan selamanya di pelukannya Dan ingin melindunginya Dan menyayanginya. Sebagai Ibu, takut setelah anaknya dewasa akan meninggalkannya
Anak lahir seperti ulat sutera Keluar dari kepompong dan menjadi kupu-kupu yang indah Dengan berani menempuh jalannya Manusia suka hidup dalam ilusi Siapa berani merubah ilusi jadi kenyataan, dia lah pahlawan Tapi, pahlawan yang telah dewasa tak meninggalkan ibunya Dia tak sendirian.
Peluk cium Bunda untukmu… Bunda. A_S