Kasubdit Penataan Frekuensi Ditjen Postel-Depkominfo

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Memahami Dasar-dasar Penggunaan Internet / Intranet
Advertisements

Pengantar Sistem Telekomunikasi
KEBIJAKAN UNTUK APLIKASI WIRELESS LAN-AKSES INTERNET (WLI) MENGGUNAKAN FREKUENSI 2.4 GHZ DITBINFREKRAD & ORSAT DITJEN POSTEL 2001.
DSL (DIGITAL SUBSCRIBE LINE)
Dosen Pengampu Abdul Kadir
SUMBER: Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI SUMBER:
WP OPEN ACCESS 23 Februari MASUKAN-MASUKAN Sampoerna Telekomunikasi Indonesia Indosat Ditjen Postel Systrada.
September 2007 By: Hermanudin BWA Kenyataan & Harapan.
Perijinan ISP.
Potret Perilaku Internet Menuju Pemanfaatan WiMax Sylvia W. Sumarlin Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Seminar WiMax oleh Teknik.
MELWIN SYAFRIZAL DAULAY
UKURAN KECEPATAN AKSES INTERNET
Semarang, 14 Desember 2000 REGULASI VOICE OVER INTERNET PROTOCOL (VoIP) Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunmikasi.
Telekomunikasi & Jaringan
Ukuran Kecepatan Akses Internet
KOMPETENSI Standar kompetensi KOMPETENSI DASAR
WIMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access)
MEDIA TRANSMISI WIRELESS
Balai Informasi Masyarakat 1 BALAI INFORMASI MASYARAKAT (BIM) Disajikan untuk Presentasi Progress Project BIM 13 Agustus 2001 MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA.
INTERNET By APRI SISWANTO, S.KOM.
ASALAMUALAIKUM WR.WB Nama : Faisal Falah Kelas : IX A No abs : 10
PEMANFAATAN TIK MELALUI PENYEDIAAN KPU/USO
JARINGAN PUBLIK.
MATERI 4 PENGENALAN MODEM
KOMUNIKASI BROADBAND Pertemuan ke-11.
KONSEP KOMUNIKASI BROADBAND
JARINGAN AKSES PSTN.
TELEKOMUNIKASI DAN JARINGAN
Telekomunikasi & Jaringan
JARINGAN NIRKABEL WIRELESS NETWORK.
INTERNET.
KONEKSI INTERNET SERVER 3 SERVER 4 SERVER 1 SERVER 2 Client SERVER 5.
Posisi dan Peran ISP dalam Mempercepat Pembangunan ICT Nasional
WiMAX Pertemuan IX.
KEY ISSUES.
LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI
Garis Besar Sistem Komunikasi Pertemuan 01
William Stallings Data and Computer Communications 7th Edition
Telekomunikasi & Jaringan
Pengantarmukaan Periferal Komputer
Dasar Hukum: UU 38/2004 tentang Jalan
Berbagai Alternatif Sambungan Internet
Tipe Sistem Mobile Computing
MATERI 11 PENGENALAN MODEM
Teknologi WiMAX.
Penerapan Public Protection and Disaster Relief (PPDR) di Indonesia
Dasar-dasar Telekomunikasi
BROADBAND WIRELESS ACCESS
LAPORAN PROGRAM KERJA MASTEL TAHUN 2003
Berbagai Alternatif Sambungan Internet
BALAI INFORMASI MASYARAKAT (BIM)
VOIP Suryayusra, M.Kom.
Jaringan Telekomunikasi dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi
UKURAN KECEPATAN AKSES INTERNET
PERTEMUAN KETIGABELAS
Arsitektur Jaringan kabel & wireless
Perijinan ISP.
A. KECEPATAN AKSES INTERNET
Telekomunikasi & Jaringan
Telekomunikasi & Jaringan
MEDIA TRANSMISI.
JARINGAN NIRKABEL WIRELESS NETWORK.
Inggi Ramadhani Dwi Saputro
Aspek Hukum Teknologi Telekomunikasi
UNBAJA (Universitas Banten Jaya)
BROADBAND WIRELESS ACCESS INDONESIA, PELUANG DAN TANTANGAN
Bab VI. Telekomunikasi dan Jaringan
Assalamualaikum Wr.Wb.
UKURAN KECEPATAN AKSES INTERNET
WiMAX Pertemuan IX.
Transcript presentasi:

Kasubdit Penataan Frekuensi Ditjen Postel-Depkominfo PERAN REGULASI DAN PERKEMBANGAN INTERNET DALAM MEMAJUKAN EKONOMI INDONESIA Denny Setiawan Kasubdit Penataan Frekuensi Ditjen Postel-Depkominfo Jakarta, 20 September 2007 Workshop IndoWLI

Ditjen Postel-Depkominfo DAFTAR ISI Pendahuluan Faktor Pendorong Broadband (“Pita Lebar”) Broadband- Aplikasi Broadband- Teknologi Faktor-faktor kunci sukses Peranan Pemerintah dalam mempromosikan Broadband Regulasi Pendukung Broadband Studi Kasus Indonesia Tujuan Kebijakan Broadband Statistik Penyempurnaan Regulasi dan Perizinan Kesimpulan 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo PENDAHULUAN Definisi - Broadband Secara umum, Broadband dideskripsikan sebagai komunikasi data yang memiliki Kecepatan tinggi, kapasitas tinggi menggunakan DSL, Modem Kabel, Ethernet, Wireless Access, Fiber Optik, W-LAN, V-SAT. dsb. Rentang kecepatan layanan bervariasi dari 128 Kbps s/d 100 Mbps. Tidak ada definisi internasional spesifik untuk Broadband. Dalam Draft RPM Penataan Pita Frekuensi Radio untuk Keperluan Layanan Akses Pita Lebar Berbasis Nirkabel (Broadband Wireless Access) diusulkan definisi Broadband adalah layanan telekomunikasi nirkabel yang memiliki kemampuan kapasitas diatas kecepatan data primer “2 Mbps” (E1) sesuai ITU-R F.1399-1. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

FAKTOR PENDORONG BROADBAND Untuk Pemerintah:- Broadband dilihat sebagai infrastruktur penting untuk mencapai tujuan-tujuan pemerintah di bidang sosio-ekonomi. Untuk mendorong penyediaaan layanan publik seperti E-governance, E-learning, Tele-medicine. Untuk Penyelenggara Jaringan / Jasa Telekomunikasi : - Suatu pilihan untuk mengurangi penurunan pendapatan dari teknologi lama (POTS/PSTN). Potensi tambahan pendapatan dari Layanan Nilai Tambah. Potensi penambahan secara eksponensial dalam ARPU. Untuk Konsumen : - Tersedianya rentang aplikasi yang lebih banyak dan lebih kaya. Akses yang lebih cepat terhadap informasi. Layanan yang semakin mengarah konvergensi (VOIP, Video on Demand). 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo APLIKASI BROADBAND Layanan Personal Akes Internet Berkecepatan Tinggi (256 kbps dan lebih) Multimedia Layanan Publik dari Pemerintah E-governance E-education Tele-medicine Layanan Komersial E-commerce Corporate Internet Videoconferencing Layanan Video dan Hiburan Broadcast TV Video on Demand Interactive gaming Music on Demand Online Radio 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo TEKNOLOGI BROADBAND Infrastruktur Eksisting DSL melalui jaringan akses tembaga (DSL over Copper loop) Modem kabel melalui jaringan TV Kabel (Cable Modem over Cable TV network) Akses Broadband Jalur Listrik (Power Line Broadband Access) Infrastruktur Baru Fiber To The Home (FTTH) Hybrid Fiber Coaxial (HFC) Infrastruktur Nirkabel Wireless Access (FWA) / High speed WLL Wireless LAN (Wi-Fi) (802.11), WiMax (802.16), I-Burst (802.20), dsb V-SAT IMT-2000 (3G Mobile): HSDPA/ CDMA-EVDO 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Konektivitas Broadband untuk Layanan Nilai Tambah Wireless Broadband Access (Wi-Fi) INTERNET KIOSK/ HOME HOME SHOPPING SERVER (E-COMM) VIDEO SERVER DSL FTTH Access Point Hot Spot 128 Kbps- 2 Mbps 11 Mbps >2 Mbps Cordect PSTN (Connection oriented) INTERNET (CONNECTIONLESS) 70 Kbps Broadband Leased Lines (Optic Fiber/ Radio) SWITCHED TELEPHONE/DATA SERVICE (FR/ATM) ROUTED (TCP/IP) CDMA WLL 144 Kbps Cellular Mobile Cable TV Network (Shared) E-COMM SERVER M-COMM SERVER PLMN GSM/ GPRS BUSINESS VOICE, DATA & VIDEO ON SAME PLATFORM WAP ENABLED/ GPRS/ EDGE 512 Kbps Broadband Internet through Cable TV 128 Kbps HANDSET Konektivitas Broadband untuk Layanan Nilai Tambah (High Speed Internet, Video on Demand, Interactive Gaming, Videoconferencing, E-Commerce ) 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Access Providers Backbone Broadband dalam Kota melalui Ethernet Customer Premises Access Node Access Providers Backbone (Optic Fiber) Access Switch Ethernet in First Mile Broadband dalam Kota melalui Ethernet 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo TANTANGAN KEBIJAKAN 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

BROADBAND - FAKTOR-FAKTOR KUNCI SUKSES Mendidik publik mengenai Broadband. Kompetisi dan Regulasi Pro – Kompetisi Inovasi dan Teknologi alternatif Aplikasi dan Konten. Tarif dan Daya Beli (affordability) Dukungan Pemerintah untuk mempromosikan broadband “Marketing” / pemasaran 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

DAPATKAH KEKUATAN PASAR MELAKUKANNYA ? Kompetisi dalam hal tarif dan penawaran layanan Pengembangan Aplikasi dan Konten yang Inovatif Kebutuhan yang semakin meningkat mendorong penyediaan yang kompetitif Kebutuhan pengguna terhadap broadband semakin tinggi 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Kasus Bisnis Broadband Corporate SOHO Kasus Bisnis Broadband 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PERAN PEMERINTAH DALAM MEMAJUKAN BROADBAND Menciptakan lingkungan kebijakan yang tepat dengan menghilangkan hambatan-hambatan kebijakan. Memformulasikan program nasional, regional dan lokal. Program edukasi dan promosi Broadband. Membangun Infrastruktur Backbone Nasional. Mendorong Kompetisi. Mendanai investasi di Broadband di wilayah pedesaan yang secara ekonomis kurang menguntungkan melalui program USO. Menginventarisasi kebutuhan akses broadband instansi Pemerintah sendiri. Memberikan contoh budaya online. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PERUBAHAN REGULASI DIINGINKAN DALAM BROADBAND Mendorong kompetisi facility-based dengan mengurangi hambatan masuk ke pasar. Mengurangi biaya “Rights of Ways (ROW)” / jalur infrastruktur, seperti jalur galian kabel, serat optik, dsb. Mendorong “infrastructure sharing” / penggunaan bersama infrastruktur di antara penyelenggara jasa untuk pemanfaatan optimum. Membolehkan penggunaan infrastruktur perusahaan utilitas (seperti kereta api, jalan tol, gas, listrik, dsb), untuk digunakan bagi layanan broadband publik. Mengurangi “bottleneck” / kemacetan di akses “last-mile” dengan membolehkan pengembangan teknologi-teknologi alternatif seperti jaringan TV kabel, Wireless dsb. “Unbundling local loop” untuk layanan berbasis DSL. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

STATISTIK ICT INDONESIA (Th.2006) Jumlah penduduk : 230 juta GDP per kapita: US$ 1,500 Fixed telephone : Fixed Wireline (8.8 juta) FWA (6.5 juta) ; Teledensity: 7% ( 15.3 juta) Kota-kota besar utama : 10 – 40% Daerah “Rural” / pedesaan kurang dari 0.2% ( 60% dari desa tanpa telepon sama sekali) Densitas pengguna telepon bergerak : 31.1% ( 68.42 juta) Densitas Fixed and Mobile : 38.2% Internet: 2 juta pelanggan Kurang lebih. 25 juta pengguna (± 11.4 %) Broadband: ADSL, Fiber Optic: 500 ribu pelanggan. Mobile Broadband ( EDGE, EV-DO, 3G/HSDPA ) : 2,5 juta pelanggan Jumlah PCs … juta Jumlah TV – 34 juta (Data BPS tahun 2004) Jumlah sambungan TV Kabel (termasuk TV satelit) - … juta (Data belum ada) Konektivitas Internasional – 7.3 Gbps D/L, 4.2 Gbps U/L (data rekapitulasi Postel th.2006) Gateway Internasional untuk Trafik Internet (NAP): 26 penyelenggara (data rekapitulasi th.2006) 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

INFRASTRUKTUR FO EXISTING Sulawesi Kalimantan о Banda Aceh Sabang Medan Palembang Jakarta Cirebon Semarang Surabaya Ketapang Gilimanuk Karangasem Mataram Sumbawa Reo Maumere Larantuka Kupang Singkawang o Sampit Banjarmasin Balikpapan Samarinda Tarakan Palu Batam Manado Toli-toli Gorontalo Luwuk Kendari Ujungpandang Sibolga Meulaboh Tapaktuan Natal Padang Bengkulu Kalianda Belitung Waingapu Kalabahi Merauke Biak Nabire Ambon Saumlaki Dobo Tual Manokwari Salawati Tobelo Palopo Sumatera Jawa Nusa Tenggara Maluku - Papua Pontianak Atambua to Thailand TELKOM EXCELCOMINDO COMNET PLUS INDOSAT SMW3 Yogyakarta Surakarta Pekanbaru Jambi Tj Pinang PGN Grissik Sakernan Singapore K. Tungkal Jabung 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PERKEMBANGAN PERBANDINGAN TARIF BROADBAND DI INDONESIA Referensi: Koesmarihati, Anggota BRTI, The Role of Broadband Access Network in Developing NGN, Seminar Apresiasi Nasional Jaringan Akses – ANJA, RISTI, PT TELKOM, 30 Agustus 2007 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

VISI DAN MISI DEPKOMINFO 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo SALAH SATU MISI DEPKOMINFO (TUGAS DITJEN POSTEL) KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN INFORMASI SASARAN STRATEGIS: Tersedianya prasarana, sarana dan konten informasi UKURAN: Teledensity Wilayah cakupan layanan Jenis layanan TARGET: (TBD) Fixed Broadband: Th.2020  Teledensity : [50%], Wilayah cakupan: [50%] nasional, Jenis layanan: Multimedia Mobile Broadband: Th.2020  Teledensity : [95%], Wilayah cakupan: [99%] nasional, Jenis layanan: Mobile Multimedia 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo DRAFT PROGRAM KERJA DITJEN POSTEL DALAM HAL KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN INFORMASI Mengkaji kondisi statistik ukuran TIK saat ini, terdiri dari densitas, wilayah cakupan layanan dan jenis layanan. Membangun infrastruktur TIK backbone internasional melalui jaringan fiber optik internasional dan sistem komunikasi satelit Membangun layanan TIK pedesaan melalui integrasi program telepon pedesaan, desa berdering, titik akses komunitas, pusat layanan penyiaran pedesaan, dsb. Optimalisasi dan efisiensi jaringan infrastruktur TIK yang ada melalui kebijakan dan regulasi sbb: Pemisahan penyelenggaraan infrastruktur jaringan TIK dengan dan konten  Revisi UU Penyiaran dan Telekomunikasi. Pro kompetisi  anti monopoli dan diskriminasi, mencegah duplikasi / inefisiensi pengembangan jaringan. Jaringan infrastruktur TIK terintegrasi optimal Regulasi Tower, Galian dan Jalur Distribusi Bersama Akses Co-location Unbundling Local Loop Mendorong kompetisi layanan / jasa telekomunikasi inovatif memanfaatkan infrastruktur yang ada: MVNO Multiplex TV Digital: satu jaringan infrastruktur muliplex TV Digital dengan kompetisi sejumlah penyelenggara konten Optimalisasi dan efisiensi sumber daya vital dan infrastruktur yang menunjang TIK, antara lain: Spektrum Frekuensi Radio Penomoran (Nomor teleponi, Alamat IP, serta E-Numbering) “Path of Way”, jalur kereta api, jalur distribusi gas, jalan, air minum, listrik, transportasi darat, laut, dsb. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PROGRAM KERJA PENATAAN FREKUENSI RADIO SASARAN STRATEGIS: Optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya strategis nasional yang bila digunakan efektif dan efisien, merupakan pendorong tumbuh kembangnya sector ICT nasional, dan meningkatkan efisiensi dan produktivitas bangsa. PROGRAM KERJA STRATEGIS Reformasi Kebijakan Pengelolaan Spektrum Peningkatan Regulasi Perizinan Reformasi Tarif Spektrum Frekuensi 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PROGRAM KERJA PENATAAN FREKUENSI (1) Reformasi Kebijakan Pengelolaan Spektrum Kondisi sebelumnya: Izin diberikan tanpa dasar kebijakan yang jelas, hanya bersifat administratif teknis semata. Izin diberikan berdasarkan urutan “first come first served”, seringkali pemilik menjualnya (melalui berbagai cara), dengan mendapatkan keuntungan signifikan. Izin diberikan tanpa melihat keperluan “reserve” / cadangan spektrum bagi masa depan untuk pemanfaatan lebih optimal. Kondisi akan datang: Memberikan prioritas spektrum kepada penyelenggaraan jaringan akses wireless bagi penyelenggara telekomunikasi publik Mendorong penggunaan sistem non wireless pada sisi backbone / backhoul terintegrasi, Peningkatan Regulasi Perizinan Jenis izin Frekuensi hanya Izin Stasiun Radio Dulu seluruh perizinan Frekuensi harus berupa izin stasiun radio first yang didistribusikan secara come first served, sekarang untuk akses eksklusif di suatu pita Frekuensi dilakukan secara lelang. Kondisi sekarang dan akan datang. Jenis perizinan dilengkapi izin pita dan izin kelas. Referensi: PM.17/2005 Izin kelas diperuntukkan untuk penggunaan bersama oleh banyak pengguna dengan prinsip tidak boleh memberikan interferensi dan tidak mendapat proteksi, serta pengoperasian perangkat wireless pada pita Frekuensi dimaksud harus sesuai dengan batasan teknis. Pendefinisian regulasi teknis untuk setiap servis wireless perlu didokumentasikan agar menjadi panduan pengoperasian perangkat bagi penyelenggara telekomunikasi maupun masyarakat pengguna. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PROGRAM KERJA PENATAAN FREKUENSI (2) Reformasi Tarif Spektrum Frekuensi Kondisi sebelumnya dan saat ini: Besar BHP (Biaya Hak Penggunaan) spektrum frekuensi radio dikenakan per stasiun radio per kanal, dan sangat bergantung jenis layanan dan jenis teknologi. Kontribusi BHP Frekuensi secara total banyak disumbang servis selular (sekitar 90%). Terdapat sejumlah servis yang dikenakan tarif sangat murah yaitu penyiaran (TV, AM, FM), serta komunikasi HF, dan radio konsesi (telekomunikasi khusus) Terdapat pengguna frekuensi radio yang tidak dikenakan BHP Frekuensi seperti pertahanan keamanan, transportasi perhubungan udara, perhubungan laut, misi diplomatik, dsb. Pada tahun 2006 telah dilakukan lelang Frekuensi dan izin berbasis pita pada pita Frekuensi IMT-2000 secara nasional, sehingga dapat dijadikan dasar bagi penyesuaian tarif BHP Frekuensi sistem selular lainnya. Kondisi yang akan datang. Besaran BHP Frekuensi untuk servis yang sifatnya akses eksklusif dan perangkat CPEnya bersifat mass market seperti selular, BWA, broadcast, maka akan ditentukan melalui nilai pasar yang akan didapatkan melalui proses lelang pada saat pemberian izin. Bentuk izin untuk servis yg seperti ini, akan berupa izin pita Frekuensi (bandwidth license). Kontribusi BHP Frekuensi akan semakin terdistribusi untuk beragam servis berdasarkan nilai ekonomisnya. BHP Frekuensi untuk penyiaran (TV, AM, FM), komunikasi HF dan radio konsesi (telekomunikasi khusus) akan ditingkatkan secara bertahap agar sesuai dengan nilai ekonomisnya, dan juga bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan Frekuensi. Semua Pengguna Izin Stasiun Radio (dan juga izin pita) akan dikenakan BHP Frekuensi. Besaran per unit wilayah per MHz per km2, akan ditentukan bobotnya berdasarkan nilai ekonomisnya (berdasarkan jumlah populasi [dan/atau pendapatan per kapita]) 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PERENCANAAN KEBIJAKAN INFRASTRUKTUR BROADBAND Memetakan jaringan backbone microwave link, fiber optik penyelenggara telekomunikasi, distribusi jaringan gas, listrik, kereta api, jalan tol, distribusi air minum, dan infrastruktur lainnya yang memungkinkan digunakan bersama dengan jaringan transmisi fiber optik Mengkaji kebijakan dan regulasi open access dan non discriminatory (pro kompetisi) terhadap akses infrastruktur essensial Menelilti regulasi di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang menyangkut kebijakan serta regulasi perizinan infrastruktur Mengkaji model-model kebijakan dan regulasi infrastruktur negara-negara lain 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

BROADBAND WIRELESS ACCESS : ALOKASI PITA FREKUENSI Pita IMT-2000 dan IMT-Advanced Pita didefinisikan melalui forum internasional ITU, meskipun tidak hanya satu Contoh: IMT 2000 : Pita 2.1 GHz (core band), dan kandidat lain (extended band) yang telah diidentifikasikan melalui ITU Pita yang tidak ditentukan (Multi Pita) Standard tidak menentukan pita, Regulator masing-masing menentukan beberapa pita Akibatnya di dunia ada beberapa deret pita yang tidak sama Contoh; IEEE 802. 16 : rentang 2 – 6 GHz (2.3 GHz, 2.5 GHz, 3.5 GHz, 5.8 GHz dll ). 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo PERMASALAHAN Penyelenggaraan BWA saat ini menghadapi beberapa permasalahan yang menyangkut pemanfaatan spektrum frekuensi yang telah dialokasikan kepada sejumlah penyelenggara telekomunikasi seperti kepada ISP, NAP, penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet switched & penyelenggara multimedia. Penyelenggara yang telah mendapatkan alokasi frekuensi BWA dengan mekanisme evaluasi, tidak memanfaatkan spektrum frekuensi yang diberikan secara optimal. Telah teridentifikasi penggunaan frekuensi BWA yang melanggar ketentuan. Standar BWA lama yang belum menggunakan standar terbuka mengakibatkan terdapat beberapa sistem pengkanalan. Belum optimalnya teknik mitigasi interferensi pada penggunaan bersama/sharing antara operasional BWA eksisting dengan sistem komunikasi radio lainnya seperti : stasiun bumi sistem satelit extended C, komunikasi radio link gelombang mikro dll. Terdapat permasalahan interferensi antara operasional satelit extended C band dan BWA pada pita 3400 – 3700 MHz. Banyak permohonan izin baru BWA sementara ketersediaan spektrum frekuensi untuk layanan BWA sangat terbatas. Penetapan tarif BHP untuk layanan BWA berbasis per ISR sehingga tidak mendorong penyelenggara untuk mengembangkan jaringannya. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

TUJUAN PENATAAN FREKUENSI memberikan pedoman dalam penggunaan frekuensi untuk keperluan BWA mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi dan informatika nasional mendorong penggunaan standar BWA yang terbuka sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. pengoptimalan pemanfaatan spektrum frekuensi melalui pemberian izin pita dan pendistribusian wilayah layanan BWA menjadi 17 zone wilayah layanan BWA sehingga dapat mendorong penyebaran jaringan BWA mempercepat peningkatan teledensitas akses telekomunikasi dan informasi serta penyebaran layanan secara merata ke seluruh wilayah Indonesia 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

PROSES PENYUSUNAN PERMEN PENATAAN FREKUENSI BWA DITJEN POSTEL PUBLIK/STAKE HOLDER DITJEN POSTEL PUBLIK/STAKE HOLDER START Konsultasi Publik I Penerimaan Masukan Buku Putih 25 Mei 2006 1 Kesiapan IDN Pembentukan TIM Sosialisasi via Website Proses Evaluasi Masukan dan Inventarisasi Masukan Pokja BWA-Satelit Penyusunan Questioner Masukan Vendor Penerimaan Masukan Questioner Penyusunan Draft Permen 29 April 2007 Konsultasi Publik II 14 Nop 2006 Konsultasi Publik III Proses Evaluasi Masukan dan Inventarisasi Draft Permen Sosialisasi via Website Sosialisasi via Website Penerimaan Masukan Draft Permen Penyusunan Buku Putih Proses Evaluasi Masukan Buku Putih 1 Penetapan Permen (diharapkan Akhir Agust 2007) 2 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

IMPLEMENTASI PERMEN BWA DITJEN POSTEL PENGGUNA FREKUENSI EKSISTING PUBLIK/STAKE HOLDER Penyesuaian Dan Migrasi 2 Clearance Frekuensi Ketersediaan Frekuensi Pembukaan Peluang Usaha Pengumuman Ke Publik Proses Evaluasi/ Seleksi/Lelang Penetapan Penyelenggara Pelaksanaan Oleh Penyelenggara Pengawasan Evaluasi END 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

TARGET PENATAAN : PENETAPAN FREKUENSI BWA Pita Penetapan Eksisting Pita Penetapan Baru Standard Skema Perizinan Frekuensi 300 MHz 1.5 GHz Proprietary: 7/8 MHz Bandwidth Izin Pita 2 GHz 2.5 GHz 3.3 GHz 10.5 GHz Netral : BW 5 MHz TDD, 2x7 MHz FDD utk 10.5 GHz 5.8 GHz Netral :Maks TDD 20 MHz BW Izin per stasiun 2.4 GHz Netral : TDD 5 MHz BW Izin Kelas 2.3 GHz Wilayah Layanan 17 ZONE Per lokasi Diperlukan Transisi Penyelenggara Eksisting 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

TRANSISI PENYELENGGARA EKSISTING 300 MHz 1.5 GHz 2 GHz 2.5 GHz 10.5 GHz 3.3 GHz 2.4 GHz 5.8 GHz 2.3 GHz Pita BWA Penyesuaian Blok Frek/Teknis Migrasi Frek Penyelenggara BWA eksisting Pengguna frekuensi non BWA Penyelenggara BWA eksisting 3.3 GHz Penyelenggara BWA eksisting 3.5 GHz Masa Transisi 6 bulan 2 tahun 1 tahun Masa laku ISR Skema BHP Izin Frek Untuk Izin Pita akan diberlakukan BHP Pita yang besarannya akan ditentukan kemudian (sedang dilakukan studi BHP ISR ke BHP Pita ATAU menyesuaikan dengan hasil lelang/price taker pita terkait di daerah lain dengan prosentase. Untuk Izin ISR tetap diberlakukan BHP ISR sesuai dengan ketentuan yang berlaku Pengguna frek eksisting 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

REVISI KETENTUAN TEKNIS WIRELESS DATA 2.4 GHz DAN 5.8 GHz Kebijakan Perizinan dan Ketentuan Teknis Wireless Data 5.8 GHz : Untuk pemohon baru, izin stasiun radio akan diberikan hanya untuk aplikasi point-to-point. Pemohon harus menyiapkan rencana pengembangan jaringan yang terintegrasi dengan infrastruktur transmisi jaringan telekomunikasi publik Penggunaan kanal maksimum hanya diberikan maksimum dengan bandwidth 20 MHz dengan persyaratan didasari atas analisa teknis dan proyeksi kebutuhan trafik sistem komunikasi yang akan dibangun Batasan ketentuan teknis Wireless Data Point-to-Point 5.8 GHz: Tinggi antenna minimum 20 meter dari permukaan tanah. Menggunakan polarisasi horisontal Bagi pemegang izin eksisting BWA dapat mengoperaiskan perangkat BTS aksesnya sampai dengan masa izinnya selesai, dengan batasan sbb: EIRP maksimum 36 dBm Tinggi antena pemancar maksimum 20 meter dari permukaan tanah Batasan Teknis Penggunaan Frekuensi 2.4 GHz : Melengkapi persyaratan pada Kepmenhub No.2/2005 ttg penggunaan 2.4 GHz untuk akses internet, Izin Kelas Batasan EIRP maksimum: 36 dBm untuk outdoor; 27 dBm untuk indoor Daya pancar perangkat TX maksimum 100 mW Emisi out of band -20 dBc per 100 kHz Hanya diperuntukkan untuk jaringan akses denan tinggi antena pemancar maksimum 20 meter dari permukaan tanah Dilarang untuk komunikasi backhaul komunikasi link point to point dan/atau menggunakan antena reflektor Akan dilakukan pendaftaran penggunaan perangkat Wireless Data untuk outdoor ataupun pengaduan gangguan secara online yang akan diatur rinciannya dalam Keputusan Dirjen 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

HAL PENTING LAIN YANG DIATUR Untuk penyelenggara BWA di pita 2 GHz, 2.3 GHz, 3.3 GHz, 10.5 GHz akan diberikan izin penggunaan frekuensi pada 17 wilayah zona BWA yang ditentukan. Wilayah zona BWA ditentukan berdasarkan suatu unit wilayah standar dengan luas sekitar 11 x 11 km2. (1 derajat x 1 derajat dalam longitude/lattitude) Koordinasi antar penyelenggara BWA untuk mencegah interferensi: Dalam hal penyelenggara telekomunikasi yang mendapatkan izin alokasi BWA TDD di 2.3 GHz, 3.3 GHz terkait diwajibkan melakukan sinkronisasi waktu (TDD) dengan penyelenggara yang memiliki alokasi frekuensi bersebelahan Dalam hal penyelenggara telekomunikasi memasang stasiun radio (BTS) di daerah yang berbatasan dengan wilayan penyelenggara layanan BWA lainnya, dengan frekuensi yang sama, maka: perbatasan zone wilayah layanan BWA didasarkan bukan pada wlayah administrasi saja melainkan wilayah unit standar di perbatasan Pemasangan BTS ditentukan sedemikian sehingga besar kuat medan / level sinyal penerimaan di wilayah yang bersebelahan tidak boleh melewati batas maksimum emisi tertentu Penyelenggara telekomunikasi dimaksud dianjurkan untuk melakukan sedapat mungkin teknik pencegahan interferensi meliputi diskriminasi antena, pengaturan antena, polarisasi, shielding/blocking, pemilihan lokasi pemancar atau pengendalian daya pancar. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

HAL PENTING LAIN YANG DIATUR Pemanfaatan Infrastruktur Telekomunikasi : Tujuan : mengurangi beban CAPEX dan OPEX penyelenggara tanpa mengurangi kadar persaingan antar penyelenggara. Mengutamakan pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi yang telah ada atau unsur infrastruktur telekomunikasi secara bersama Pemanfaatan unsur infrastruktur telekomunikasi berdasarkan kesepakatan antar penyelenggara, dianjurkan, meliputi : menara antena galian kabel (duct and trenches) ruangan dalam bangunan tenaga listrik Tata cara rinci akan diatur oleh Peraturan Dirjen 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

SPEKTRUM, MENARA TELEKOMUNIKASI DAN GALIAN Sesuai PP No.38 tahun 2007 mengenai pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah, ditetapkan sebagai berikut: Semua kewenangan pengelolaan spektrum frekuensi radio berada di Pemerintah Pusat (c.q. Ditjen Postel) Kewenangan pengelolaan akses infrastruktur ICT essensial seperti Menara Telekomunikasi dan Galian dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten) Pemerintah Pusat (Depkominfo, c.q. Ditjen Postel) harus memberikan panduan, norma, standar kepada Pemerintah Daerah paling lambat 2 tahun. Kesempatan “emas” ini sangat baik untuk memperbaiki kebijakan, regulasi, perizinan menara telekomunikasi dan galian. 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo KESIMPULAN Pembangunan ICT memerlukan peran pemerintah sebagai Regulator untuk memberikan lingkungan kebijakan yang tepat sehingga industri bisa memberikan layanan yang kompetitif Peran Regulator: Mendorong kompetisi facility-based dengan mengurangi hambatan masuk ke pasar. Mengurangi biaya “Rights of Ways (ROW)” / jalur infrastruktur, seperti jalur galian kabel, serat optik, dsb. Mendorong “infrastructure sharing” / penggunaan bersama infrastruktur di antara penyelenggara jasa untuk pemanfaatan optimum. Membolehkan penggunaan infrastruktur perusahaan utilitas (seperti kereta api, jalan tol, gas, listrik, dsb), untuk digunakan bagi layanan broadband publik. Mengurangi “bottleneck” / kemacetan di akses “last-mile” dengan membolehkan pengembangan teknologi-teknologi alternatif seperti jaringan TV kabel, Wireless dsb. “Unbundling local loop” untuk layanan berbasis DSL. Penataan Frekuensi untuk BWA merupakan salah satu upaya Regulator mengurangi kemacetan akses “last-mile” 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

Ditjen Postel-Depkominfo REFERENSI S.N. Gupta, Market Entry for Broadband, Telecom Regulatory Authority of India, Third APT Regulators’ Forum, Chiang Rai, Thailand, 10-12 July 2003 Koesmarihati, The Role of Broadband Access Network in Developing NGN, Seminar Apresiasi Nasional Jaringan, Akses – ANJA, RISTI, PT TELKOM, 30 Agustus 2007 A. Alkaff, Staf Khusus Menteri, Depkominfo, Visi dan Misi Depkominfo, Agustus 2007 Ditjen Postel, Presentasi Draft RPM Penataan Frekuensi BWA, September 2007 20.09.2007 Ditjen Postel-Depkominfo

E-mail: denny@postel.go.id Terima Kasih E-mail: denny@postel.go.id denny.setiawan71@ui.edu Phone: +62 21 3835983 Fax: +62 21 35229215