BAB VI PIPE STRESS REQUIREMENTS Failures Theories Stress Catagories Stress limits Fatigue B31.1 Power Piping Code B31.3 Chemical Plant and Petroleum Refinery Piping Code B31.7 Nuclear Power Piping Code B31.8 Gas Transmission and Distribution Piping Code ASME Boiler and Pressure Vessel Code, Section III
6.1 Introduction Untuk menumpu/restrain sistem perpipaan code telah menstandardkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi design criteria ANSI Piping Code dan ASME Boiler and Pressure Vessel Code informasi yang diperlukan dlm design Allowable material stress value Design equation governing stress Temperature effect Other design environtments
6.2 Failures Theories Teori Tegangan Normal Maksimum (TTNM) Teori Tegangan Geser Maksimum (TTGM) Teori Regangan Normal Maksimal (TRNM) Teori Energi Regangan Total (TERT) Teori Energi Distorsi (TED)
1. TEORI TEGANGAN NORMAL MAKSIMUM (TEORI RAKINE) Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh Rankine : Kegagalan akan terjadi jika tegangan utama maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan normal maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial. Atau dalam bentuk matematik dapat dituliskan sbb. : Catatan : Perlu dicatat bahwa kegagalan yang diprediksi dengan TTNM akan terjadi jika salah satu dari hubungan terpenuhi.
Lingkaran Mohr menunjukkan tegangan maksimum
Hasil pengujian uniaksial baja
Representasi grafis TTNM
2. TEORI TEGANGAN GESER MAKSIMUM (TEORI TRESCA-GUEST) Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh Tresca (1865) , eksperimental oleh Guest (1900) : Kegagalan diprediksi terjadi tegangan geser maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan geser maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial. Atau dalam bentuk matematik dapat dituliskan sbb. : Catatan : Perlu dicatat bahwa kegagalan yang diprediksi dengan TTGM akan terjadi jika salah satu dari persamaan terpenuhi.
Representasi grafis TTGM
3. TEORI REGANGAN NORMAL MAKSIMUM (TEORI ST. VENANT’S) Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh Beltrami (1885) : Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial jika energi regangan total per satuan volume menjadi sama atau lebih besar dibandingkan energi regangan total per satuan volume pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana yang menggunakan spesimen dengan material yang sama. Atau dalam bentuk matematik dapat dituliskan sbb. : Catatan : Perlu dicatat bahwa kegagalan yang diprediksi dengan TRNM akan terjadi jika salah satu dari hubungan pada rumus (8.3) terpenuhi.
Representasi grafis TRNM
4. TEORI ENERGI REGANGAN TOTAL (TEORI BELTRAMI) Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh St. Venant : Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial jika regangan normal utama maksimum sama atau lebih besar dibandingkan regangan normal maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana yang menggunakan spesimen dengan material yang sama. Atau dalam bentuk matematik dapat dituliskan sbb. : Catatan : Penurunan rumus seperti persamaan (8.4) dapat diperoleh pada buku referensi [Ref 1] atau buku teori kegagalan atau elemen mesin lainnya.
Representasi grafis TERT
5. TEORI ENERGI DISTORSI (TEORI HUBER-VON MISES-HENGKY) Teori kegagalan ini diperkenalkan Huber (1904) dan kemudian oleh adanya kontribusi Von Mises dan Hengky : Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial jika energi distorsi per satuan volume sama atau lebih besar dibandingkan energi distorsi per satuan volume pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana yang menggunakan spesimen dengan material yang sama. Atau dalam bentuk matematik dapat dituliskan sbb. : Catatan : Penurunan rumus seperti persamaan (8.5) dapat diperoleh pada buku referensi [Ref 1] atau buku teori kegagalan atau elemen mesin lainnya. Teori ini juga dinamakan teori tegangan geser oktahedral (octahedral shearing stress) karena sama-sama menghasilkan hubungan seperti pada persamaan (8.5) .
Representasi grafis TED
6. PERBANDINGAN TEORI KEGAGALAN DALAM KASUS KEADAAN TEGANGAN BIDANG
Perbandingan data kekuatan biaksial dengan TED dan TTGM untuk berbagai jenis material ulet/liat
Perbandingan data kekuatan biaksial dengan TTNM untuk berbagai jenis material getas
Failures Theory yang diadopsi Code ANSI B31 dan ASME section III sub NC dan ND (classes 2 and 3) menggunakan Teori Tegangan Normal Maksimum Alasan mudah diaplikasikan acceptable safe results (suitable SF) ASME section VIII sub NB (class 1) menggunakan Teori Tegangan Geser Maksimum Alasan lebih akurat lebih konservatif jika semua principal stress sama ??
6.3 Stress Catagories Mode kegagalan yang di-cover code Bursting atau excessive plastic deformation Plastic instability Incremental collaps due to cycling in platic range High strain low cycle fatigue Mode kegagalan yang tidak di-cover code Buckling Stress corrosion Brittle fracture
Catagori Stress 1. Primary Stress Menimbulkan kegagalan deformasi plastis, bursting Disebabkan oleh mechanical loadings Kegagalan baru terjadi jika seluruh cross section mencapai yield strength Not self limiting Pencegahan failure : penghilangan beban strain hardening
2. Secondary Stress Menimbulkan kegagalan plastic instability dan incremental collapse Disebabkan oleh thermal expansion, anchor dan restraint movement self limiting 3. Peak Stress Menimbulkan kegagalan fatigue Tegangan lokal tertinggi yang menimbulkan kegagalan fatigue
6.4 Fatigue Tegangan bolak-balik dapat menimbulkan kegagalan fatigue Mekanisme : localized discontinuities menjadi initial crack merambat akibat beban bolak balik Occur with litle or no warning Gambar beban bolak balik
Setiap siklus terjadi ‘significant plastic strain’ Klasifikasi : 1. Low-cycle fatigue Setiap siklus terjadi ‘significant plastic strain’ High loads and small number of cycle before failure Kegagalan terjadi pada siklus < 105 2. High cycle fatigue strain cycle dalam elastic range beban relatif rendah, high cycle Kegagalan terjadi pada siklus > 106 Dalam struktur perpipaan, kegagalan fatigue umumnya low-cycle fatigue
S-N CURVE beberapa jenis material Ferro alloys Al alloys Non Metal
APLIKASI PADA SISTEM PERPIPAAN : Beban alternating pada sistem perpipaan umumnya besarnya bervariasi selama service life Formula sederhana [verified by eksperimental] U = usage factor ni = jumlah siklus operasi pada level stress i Ni = Jumlah siklus sampai failure pada level stress i di S-N curve
6.5 Service Levels & Loads Berdasarkan durasi aplikasi beban, primary load diklasifikasikan menjadi dua jenis : Sustained load Beban ini selalu ada selama umur operasi plant Ex : berat struktur, berat fluida, tekanan fluida Occasional load Beban yang terjadi hanya dalam waktu relatif singkat dibandingkan umur operasi plant Ex : high winds, fluid hammer, relief valve discharge, gempa,
Service level didasarkan pada safety perpipaan dalam menahan beban dibagai menjadi 4 level (ASME code Section VIII) Level A (normal) Instalasi bekerja dibawah beban normal seperti yang didesign Level B (Upset) Instalasi bekerja dibawah beban normal dan beban occasional instalasi tidak boleh mengalami kerusakan Level C (emergency) Pembebanan diasosiasikan dengan “design accident”. Instalasi harus mampu shotdown dengan aman. Tidak ada kerusakan, tetapi perlu inspeksi setelah shutdown. Ex : SSE –safe shutdown earthquake Level D (faulted) Pembebanan diasosiasikan extreme accidents dan kemungkinan kecil diperihitungkan dlm design.
6.6 B31 Basic Reference Data & Formula Material specifications and component standards yang dapat diterima sesuai code Acceptable dimensional standards for elements comprising piping systems Requirements for the pressure design component parts and assembly units Requirements for the evaluation and limitation of stresses, reactions, and movements Requirements for the fabrication, assembly, and erection of piping system Requirements for examination, inspection, and testing of piping system
6.6.1 B31.1 Power Piping Code Stress due to Sustained loadings Pressure, weight(live, dead, and under test loads), other mechanical load P = internal design pressure (gauge), psi(kPa) D0 = outside diameter of pipe, in (mm) tn = nominal wall thickness, in (mm) MA = resultan momen pada penampang, in.lb (mm.N) Z = section modulus, in3 (mm3) i = stress intensification factors Sh = Basic material allowable stress pada temp. maksimum, psi (kPa)
Tabel stress intensification factors
Tabel stress intensification factors
Stress due to Occasional Loadings Sustained loading + cccasional loading (including earthquake) k = 1.15 jika beban occasional < 10% perioda operasi = 1.2 jika beban occasional < 1% perioda operasi MB = resultan momen pada penampang akibat beban occasional (jika gempa diperhitungkan : gunakan 0.5 Mgempa, in.lb (mm.N)
f Stress due to expansion loadings Thermal expansion Faktor reduksi f Jml siklus temp f < 7000 1.0 7 000-14 000 0.9 22 000-22 000 0.8 22 000-45 000 0.7 45 000-100 000 0.6 > 100 000 0.5 MC = resultan momen pada penampang akibat ekspansi thermal, in.lb (mm.N) SA = allowable stress for thermal ekspansion = f(1.25Sc + 0.25Sh) , psi (kPa) Sc = basic allowable stress (cold), psi (kPa) f = faktor reduksi akibat beban cyclic (tabel) SL = sustained stress
B31.1 - Perhitungan Basic allowable stress SC dan Sh ditentukan dari nilai minimum : 0.25 ultimate pada temperatur operasi yang didesign 0.25 ultimate pada temperatur instalasi 0.625 yield pada temperatur operasi yang didesign 0.625 yield pada temperatur instalasi
6.6.2 B31.3 Chemical Plants & Petroleum Refinery Stress due to Sustained loadings The longitudinal stress SL akibat tekanan, berat, dll tidak boleh melebihi Sh Dalam perhitungan SL tebal pipa tidak termasuk corrosion allowance, erosion, threads, groove depth Stress due to Occasional loadings The longitudinal stress SL akibat sustained loading + occasional loading tidak boleh melebihi 1.33Sh Beban angin dan gempa tidak terjadi bersamaan
Stress due to thermal expansion loading Bending stress: Torsional stress: ii = in-plane stress intensification factor io =out-plane stress intensification factor Mi = in-plane bending moment Mo = outplane bending moment Mt = torsional moment, in.lb (mm.N) Z = section modulus, in3 (mm3)
B31.3 - Perhitungan Basic allowable stress SC dan Sh ditentukan dari nilai minimum : (1/3) ultimate pada temperatur kamar (1/3) ultimate pada temperatur operasi yang di design (2/3) yield pada temperatur kamar (2/3) yield pada temperatur operasi yang di design (khusus austenitic SS & Nickel alloys 0.9 yield 100% average stress for 0.01% creep rate per 1000 jam 67% average stress for rupture at the end of 100 000 jam 80% minimum stress rupture at the end of 100 000 jam
6.6.3 B31.8 Gas Transmission and Distribution Stress due to Primary loadings The total longitudinal stress SL akibat primary loading (tekanan, berat, wind dll) dibatasi sbb: S = specified minimum yield strength F = construction factor T = temperatur derating factor Construction type Design factor F A : sparsely populated area - mountains, dessert, dll. 0.72 B : fringe area - pinggir kota, pedesaan dll. 0.60 C : dalam kota dengan bangunan < 3 lantai 0.50 D : dalam kota dengan bangunan tinggi 0.40
Temperatur T 1.000 0.967 0.933 0.900 0.867 2500F (1210C) atau kurang T = Temperatur derating factor Temperatur T 2500F (1210C) atau kurang 1.000 3000F (1490C) 0.967 3500F (1770C) 0.933 4000F (2040C) 0.900 4500F (2320C) 0.867
Stress due to primary + expansion loading < S Stress due to thermal expansion loading Bending stress: Torsional stress: S = Minimum yield strength MB = resultant bending moment Z = section modulus i = stress intensification factor Mt = torsional moment Stress due to primary + expansion loading < S
6.6.4 ASME Boiler and Pressure Vessel Code Section VIII, subsection ND Primary Stress Intensity Check B1, B2 = primary stress index P = design gauge pressure, psi (kPa) D0 = outside diameter, in (mm) t = nominal wall thickness, in (mm) I = momen inersia penampang, in4 (mm4) Mi = resultan momen pada penampang, in.lb (mm.N) k = 1.5 untuk level A, 1.8 untuk level B, 2.25 for level C Sm = allowable stress intensity value, psi (kPa)
Primary plus Secondary Stress Intensity Range Mengevaluasi stress pada sistem dari satu load set ke load set yang lain C1, C2, C3 = secondary stress index for component under investigation Mi = resultan momen yang terjadi akibat perubahan load set, in.lb (mm.N) P0 = range of service pressure, psi (kPa) Ta, Tb = Range of average temperature on side a or b a,b = coefficient of thermal expansion on side a or b, in/(in.0F);mm/(mm.0C) Eab = average modulus elasticity (pada temp kamar)
Peak Stress Intensity range and fatigue analysis
Peak stress dihitung dengan persamaan K1, K2, K3 = local stress index for component under investigation = Poisson’s ratio
Untuk setiap Sp alternating stress intensity dihitung dengan m, n – material parameters Material m n Low alloy steel 2.0 0.2 Martensitic stainless steel Carbon steel 3.0 0.3 Austenitic stainless steel 1.7 Nickel chrome iron
Cummulative effect of stress cycles 1. Jumlah siklus pembebanan untuk setiap tipe diberi simbul n1, n2, …dst 2. Untuk setiap siklus tegangan hitung Salt 3. Aplikasikan Salt pada S-N curve untuk mendapatkan umur siklus dengan tegangan Salt (Code Appendix) 4. Hitung usage factor untuk setiap stress cycle 5. Cumulative usage factor : U = U1 + U2 + ……
6.6.5 ASME Boiler and Pressure Vessel Code Section III, subsection NC dan ND Stresses due Sustained Loading Longitudinal pressure B1, B2 = primary stress index P = design gauge pressure, psi (kPa) D0 = outside diameter, in (mm) tn = nominal wall thickness, in (mm) I = momen inersia penampang, in4 (mm4) MA = resultan momen pada penampang, in.lb (mm.N) Z = section modulus Sh = basic material allowable stress, psi (kPa)
Stress due to Occasional Loadings Sustained loading + occasional loading (including earthquake) Pmax = peak gauge pressure, psi (kPa) MB = resultan momen pada penampang akibat beban sustained MB = resultan momen pada penampang akibat beban occasional
Stress due to thermal expansion atau MC = resultan momen akibat thermal expansion SA = Allowable stress for thermal expansion = f(1.25SC+0.25Sh) SC = basic alloable stress (temp kamar) f = stress reduction factor karena beban cyclic (tabel)
Stress due to unrepated anchor movement MD = resultan momen akibat anchor movement Catatan : Basic allowable stress adalah nilai terendah dari : 0.25 ultimate pada temperatur operasi 0.25 ultimate pada temperatur instalasi 0.625 yield pada temperatur operasi 0.625 yield pada temperatur instalasi
Perbandingan allowable stress (ksi)
END OF CHAPTER VI