Perubahan Pertama Perubahan Kedua Perubahan Ketiga Perubahan Keempat 1 PENDAHULUAN 1 UUD 1945 yang ditetapkan pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Naskah Undang-Undang Dasar dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 Dewan Perwakilan Rakyat (sebagaimana tercantum serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959) NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG-UNDANG DASAR MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Perubahan Pertama Naskah Perubahan Pertama (hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Kedua Naskah Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 (hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2000) Perubahan Ketiga Naskah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2001) Perubahan Keempat Naskah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945 (hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2002) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah (Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa Ada Opini)
Latar Belakang Perubahan PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 2 Antara lain: Amandemen UUD 1945 Penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI Penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan KKN Otonomi Daerah Kebebasan Pers Mewujudkan kehidupan demokrasi Tuntutan Reformasi Pembukaan Batang Tubuh - 16 bab - 37 pasal - 49 ayat - 4 pasal Aturan Peralihan - 2 ayat Aturan Tambahan Penjelasan Sebelum Perubahan Kekuasaan tertinggi di tangan MPR Kekuasaan yang sangat besar pada Presiden Pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir Kewenangan pada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi Latar Belakang Perubahan Menyempurnakan aturan dasar, mengenai: Tatanan negara Kedaulatan Rakyat HAM Pembagian kekuasaan Kesejahteraan Sosial Eksistensi negara demokrasi dan negara hukum Hal-hal lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa Tujuan Perubahan Pembukaan Pasal-pasal: - 21 bab - 73 pasal - 170 ayat - 3 pasal Aturan Peralihan - 2 pasal Aturan Tambahan Hasil Perubahan Sidang Umum MPR 1999 Tanggal 14-21 Okt 1999 Sidang Tahunan MPR 2000 Tanggal 7-18 Agt 2000 Sidang Tahunan MPR 2001 Tanggal 1-9 Nov 2001 Sidang Tahunan MPR 2002 Tanggal 1-11 Agt 2002 Sidang MPR Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia Mempertegas sistem presidensiil Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke dalam pasal-pasal Perubahan dilakukan dengan cara “adendum” Kesepakatan Dasar Pasal 3 UUD 1945 Pasal 37 UUD 1945 TAP MPR No.IX/MPR/1999 TAP MPR No.IX/MPR/2000 TAP MPR No.XI/MPR/2001 Dasar Yuridis
PENDAHULUAN NASKAH RESMI UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 3 Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959) Naskah Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999) Naskah Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2000) Naskah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2001) Naskah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2002) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah (Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa Ada Opini)
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 4 UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PEMBUKAAN (Preambule) Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5 BAB I. BENTUK DAN KEDAULATAN INDONESIA Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik [Pasal 1 (1)] INDONESIA Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar [Pasal 1 (2)***] Negara Indonesia adalah negara hukum [Pasal 1 (3)***]
6 PUSAT UUD 1945 DAERAH LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 6 PUSAT UUD 1945 BPK Presiden DPR MPR DPD MA MK KY kementerian negara badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman kpu bank sentral dewan pertimbangan TNI/POLRI Perwakilan BPK Provinsi Pemerintahan Daerah Provinsi Lingkungan Peradilan Umum Gubernur DPRD Lingkungan Peradilan Agama Lingkungan Peradilan Militer Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Lingkungan Peradilan TUN Bupati/ Walikota DPRD DAERAH
Lembaga-lembaga Negara yang memegang kekuasaan menurut UUD 7 MA MK DPR Presiden Pasal 20 (1)* Memegang kekuasaan membentuk UU Pasal 4 (1) Memegang kekuasaan pemerintahan Pasal 24 (1)*** Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
MPR 8 Wewenang Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar BAB II. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 8 ANGGOTA DPR dipilih melalui pemilu ANGGOTA DPD dipilih melalui pemilu MPR Pasal 2 (1)**** Wewenang Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (1)*** dan Pasal 37**** ]; Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 3 ayat (2)***/**** ]; Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (3)***/****]; Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden [Pasal 8 ayat (2)***]; Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan [Pasal 8 ayat (3)****]. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (1)*** dan Pasal 37 ****]; Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 3 ayat (2)***/**** ]; Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (3)***/****]; Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden [Pasal 8 ayat (2)***]; Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan [Pasal 8 ayat (3)****]; Wewenang
Wewenang, Kewajiban, dan Hak BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Syarat, Masa Jabatan, dan Wewenang Presiden/Wakil Presiden 9 Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. [Pasal 6 (1)***] Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat [Pasal 6A (1)***] Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. (Pasal 7 *) Presiden/ Wakil Presiden Wewenang, Kewajiban, dan Hak Antara lain tentang: memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD [Pasal 4 (1)]; berhak mengajukan RUU kepada DPR [Pasal 5 (1)*]; menetapkan peraturan pemerintah [Pasal 5 (2)*]; memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa [Pasal 9 (1)*]; memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10); menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (1)****]; membuat perjanjian internasional lainnya… dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (2)***]; menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12); mengangkat duta dan konsul [Pasal 13 (1)]. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (2)*]; menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (3)*]; memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA [Pasal 14 (1)*]; memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 14 (2)*]; memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan UU (Pasal 15)*; membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16)****; pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri [Pasal 17 (2)*]; pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR [Pasal 20 (2)*] serta pengesahan RUU [Pasal 20 (4)*]; hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam kegentingan yang memaksa [Pasal 22 (1)]; pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23 (2)***]; peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***]; penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan disetujui DPR [Pasal 24A (3)***]; pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan DPR [Pasal 24B (3)***]; pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***]. Wewenang, Kewajiban dan Hak Presiden/Wakil Presiden Antara lain tentang: memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD [Pasal 4 (1)]; berhak mengajukan RUU kepada DPR [Pasal 5 (1)*]; menetapkan peraturan pemerintah [Pasal 5 (2)*]; memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa [Pasal 9 (1)*]; memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10); dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain [Pasal 11 (1)****]; membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (2)***]; menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12); mengangkat duta dan konsul [Pasal 13 (1)]. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (2)*]; menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (3)*]; memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA [Pasal 14 (1)*]; memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 14 (2)*]; memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan UU (Pasal 15)*; membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16)****; pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri [Pasal 17 (2)*]; pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR [Pasal 20 (2)*] serta pengesahan RUU [Pasal 20 (4)*]; hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam kegentingan yang memaksa [Pasal 22 (1)]; pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23 (2)***]; peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***]; penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan disetujui DPR [Pasal 24A (3)***]; pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan DPR [Pasal 24B (3)***]; pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***].
Pemilu 10 BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Presiden dan Wapres Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 10 Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat [Pasal 6A (1)***] diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pemilu [Pasal 6A (2) ***] mendapatkan suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 jumlah provinsi [Pasal 6A (3)***] Pemilu Presiden dan Wapres Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih [Pasal 6A (4)****] pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dalam pemilu pasangan yang memperoleh suara terbanyak Pemilu pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak kedua dalam pemilu
DPR MPR MK 11 BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pengusulan Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden 11 DPR MPR Presiden dan/atau Wakil Presiden terus menjabat Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat [Pasal 7B (2)***] DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR [Pasal 7B (5)***] wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR paling lambat 30 hari sejak usul diterima [Pasal 7B (6)***] usul DPR tidak diterima Keputusan diambil dalam sidang paripurna, dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 jumlah anggota, disetujui sekurang-kurangnya 2/3 jumlah yang hadir, setelah Presiden dan/atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan [Pasal 7B (7)***] Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota [Pasal 7B (3)***] usul DPR diterima Presiden dan/atau Wakil Presiden diberhentikan MK terbukti wajib memeriksa, mengadili, dan memutus paling lama 90 hari setelah permintaan diterima [Pasal 7B (4)***] tidak terbukti
mengajukan dua calon Wapres BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pemilihan Wakil Presiden Dalam Hal Terjadi Kekosongan Wakil Presiden [Pasal 8 (2)***] 12 MPR selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari menyelenggarakan sidang MPR untuk memilih Wapres Presiden Wapres terpilih mengajukan dua calon Wapres
MPR 13 Presiden dan Wapres BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Dalam Hal Keduanya Berhalangan Tetap Secara Bersamaan [Pasal 8 (3)****] 13 Presiden dan Wapres parpol atau gabungan parpol yang pasangan calon Presiden dan Wapresnya meraih suara terbanyak pertama dalam pemilu sebelumnya mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wapres MPR selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari menyelenggarakan sidang MPR untuk memilih parpol atau gabungan parpol yang pasangan calon Presiden dan Wapresnya meraih suara terbanyak kedua dalam pemilu sebelumnya mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wapres
MA DPR Presiden 14 BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA dengan persetujuan menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dan internasional lainnya [Pasal 11 (1)**** dan (2)***] menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12) dengan pertimbangan mengangkat dan menerima Duta [Pasal 13 (2)* dan (3)*] dengan pertimbangan memberi grasi dan rehabilitasi [Pasal 14 (1)*] dengan pertimbangan memberi amnesti dan abolisi [Pasal 14 (2)*] memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15 *)
Presiden 15 BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Kementerian Negara dan Dewan Pertimbangan 15 Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16) **** dibantu menteri-menteri negara [Pasal 17 (1)] yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden [Pasal 17 (2)*] membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan [Pasal 17 (3)*] Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang [Pasal 17 (4) ***]
16 BAB VI. PEMERINTAHAN DAERAH Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang [Pasal 18 (1)**] Gubernur, Bupati, Walikota dipilih secara demokratis [Pasal 18 (4)**] anggota DPRD dipilih melalui pemilu [Pasal 18 (3) **] PEMERINTAHAN DAERAH KEPALA PEMERINTAH DAERAH DPRD mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan [Pasal 18 (2)**] menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat [Pasal 18 (5) **] berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan [Pasal 18 (6)**]
17 BAB VI. PEMERINTAHAN DAERAH Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 17 Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah [Pasal 18 A (1)**] Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang [Pasal 18 A (2)**] Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang [Pasal 18 B (1)**] Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang [Pasal 18 B (2)**]
DPR 18 Fungsi, Wewenang, dan Hak Fungsi, Wewenang, dan Hak DPR BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 18 anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum [Pasal 19 (1)**] anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang (Pasal 22B**) DPR memegang kekuasaan membentuk UU [Pasal 20 (1)*] Fungsi, Wewenang, dan Hak Antara lain tentang: memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan [Pasal 20A (1)**] ; mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat [Pasal 20A (2)**] ; pengajuan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 7B (1)***] ; persetujuan dalam menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian [Pasal 11 (1) dan (2)****] ; pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan duta [Pasal 13 (2)*] ; pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam menerima penempatan duta negara lain [Pasal 13 (3)*] ; pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi [Pasal 14 (2)*] ; persetujuan atas perpu [Pasal 22 (2)] ; pembahasan dan persetujuan atas RAPBN yang diajukan oleh Presiden [Pasal 23 (2) dan (3)***] ; pemilihan anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***] ; persetujuan calon hakim agung yang diusulkan oleh KY [Pasal 24A (3)***] ; persetujuan pengangkatan dan pemberhentian anggota KY [Pasal 24B (3)***] ; pengajuan tiga orang calon anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***] ; Fungsi, Wewenang, dan Hak DPR Antara lain tentang: memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan [Pasal 20A (1)**]; mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat [Pasal 20A (2)**]; pengajuan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 7B (1)***]; persetujuan dalam menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian [Pasal 11 (1) dan (2)****]; pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan duta [Pasal 13 (2)*]; pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam menerima penempatan duta negara lain [Pasal 13 (3)*]; pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi [Pasal 14 (2)*]; persetujuan atas perppu [Pasal 22 (2)]; pembahasan dan persetujuan atas RAPBN yang diajukan oleh Presiden [Pasal 23 (2) dan (3)***]; pemilihan anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***]; persetujuan calon hakim agung yang diusulkan oleh KY [Pasal 24A (3)***]; persetujuan pengangkatan dan pemberhentian anggota KY [Pasal 24B (3)***]; pengajuan tiga orang calon anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***];
DPR 19 BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Presiden Pembentukan Undang-Undang 19 Dalam hal RUU tidak disahkan dalam waktu 30 hari, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan [Pasal 20 (5)**] mendapat persetujuan bersama DPR RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama [Pasal 20 (2)*] Presiden memegang kekuasaan membentuk UU [Pasal 20 (1)*] mengesahkan UU [Pasal 20 (4)*] berhak mengajukan RUU [Pasal 5 (1)*] Anggota berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21*) tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan masa itu [Pasal 20 (3)*] tidak mendapat persetujuan bersama
DPD DPR 20 BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Presiden Pembentukan UU yang terkait dengan kewenangan DPD 20 Dalam hal RUU tidak disahkan dalam waktu 30 hari, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan [Pasal 20 (5)**] DPD DPR mendapat persetujuan bersama dapat mengajukan RUU yang sesuai dengan kewenangannya [Pasal 22D (1)***] memegang kekuasaan membentuk UU [Pasal 20 (1)*] RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama [Pasal 20 (2)*] Presiden mengesahkan UU [Pasal 20 (4)*] berhak mengajukan RUU [Pasal 5 (1)*] ikut membahas dan memberikan pertimbangan atas RUU yang sesuai dengan kewenangannya [Pasal 22D (2)***] Anggota berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21*) tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan masa itu [Pasal 20 (3)*] tidak mendapat persetujuan bersama
dapat melakukan pengawasan BAB VIIA. DEWAN PERWAKILAN DAERAH Kewenangan DPD 21 KEWENANGAN DPD RUU yang berkaitan dengan: dapat mengajukan ikut membahas memberi pertimbangan dapat melakukan pengawasan Otonomi daerah ● ● ● Hubungan pusat dan daerah ● ● ● Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah ● ● ● Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya ● ● ● Perimbangan keuangan pusat dan daerah ● ● ● RAPBN ● ● Pajak ● ● Pendidikan ● ● Agama ● ● II. Pemilihan anggota BPK ●
Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu) 22 menjadi UU setuju Presiden Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR [Pasal 22 (2)] DPR Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, berhak menetapkan Perpu [Pasal 22 (1)] harus dicabut [Pasal 22 (3)] tidak setuju
Anggota DPD dipilih dari BAB VIIA. DEWAN PERWAKILAN DAERAH 23 Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu [Pasal 22C (1)***] Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih 1/3 jumlah anggota DPR [Pasal 22C (2)***] Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang [Pasal 22D (4)***] DPD
PEMILIHAN UMUM kpu 24 Parpol/ Gabungan Parpol Partai Politik BAB VIIB. PEMILIHAN UMUM 24 Parpol/ Gabungan Parpol Partai Politik Perseorangan PEMILIHAN UMUM “luber jurdil” setiap lima tahun kpu Presiden dan Wapres anggota DPR anggota DPRD anggota DPD
Pemerintah menjalankan Pemerintah menjalankan BAB VIII. HAL KEUANGAN Penyusunan APBN 25 mengajukan [Pasal 23 (2)***] RAPBN Presiden DPR DPD memberi pertimbangan [Pasal 23 (2)***] TIDAK membahas bersama [Pasal 23 (2)***] Pemerintah menjalankan Pemerintah menjalankan tahun lalu [Pasal 23 (3)***] persetujuan YA APBN APBN RAPBN
26 Undang-Undang BAB VIII. HAL KEUANGAN Pajak, Pungutan Lain, Macam dan Harga Mata Uang, dan Hal-Hal Lain Mengenai Keuangan Negara 26 Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara (Pasal 23A***) diatur dengan Undang-Undang diatur dengan ditetapkan dengan Hal-hal lain mengenai keuangan negara (Pasal 23C***) Macam dan harga mata uang (Pasal 23B****)
diatur dengan undang-undang BAB VIII. HAL KEUANGAN bank sentral 27 bank sentral Pasal 23D **** Susunan Kedudukan Kewenangan Tanggungjawab Independensi diatur dengan undang-undang
BPK 28 BAB VIIIA. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Keanggotaan, Tugas, dan Wewenang 28 Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden [Pasal 23F (1)***] Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dengan kewenangannya [Pasal 23E (2)***] BPK Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri [Pasal 23E (1)***] Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang [Pasal 23E (3)***] BPK berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi [Pasal 23G (1)***]
DPR DPD Presiden 29 BAB VIIIA. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pemilihan Anggota BPK [Pasal 23 F (1)***] 29 Presiden DPR calon Anggota BPK memilih calon anggota BPK terpilih diresmikan pertimbangan DPD
Kewajiban dan Wewenang BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN Mahkamah Agung 30 Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum [Pasal 24A (2)***] Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden [Pasal 24A (3)***] MA Pasal 24A *** Umum Agama Militer TUN Kewajiban dan Wewenang berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang [Pasal 24A (1)***]; mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***]; memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi [Pasal 14 (1)*].
KY DPR Presiden 31 BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN hakim agung Rekruitmen Hakim Agung [Pasal 24A (3)***] 31 KY DPR Presiden calon yang diusulkan calon yang disetujui hakim agung
KY 32 Wewenang BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN Komisi Yudisial Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela [Pasal 24B (2)***] Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR [Pasal 24B (3)***] KY Pasal 24B *** Wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung [Pasal 24B (1)***]; mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim [Pasal 24B (1)***].
harus memiliki integritas dan kepribadian yang BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN Mahkamah Konstitusi 33 Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara [Pasal 24C (5)***] mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR dan tiga orang oleh Presiden [Pasal 24C (3)***] MK Wewenang dan Kewajiban berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum [Pasal 24C (1)***]; wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar [Pasal 24C (2)***].
MA DPR Presiden 34 BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN Rekruitmen anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***] 34 MA DPR Presiden menetapkan mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi
BAB IXA. WILAYAH NEGARA 35 BATAS WILAYAH BATAS ZEE Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 25A) **
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK BAB X. WARGA NEGARA DAN PENDUDUK 36 warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara [Pasal 26 (1)] Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia [Pasal 26 (2)**] WARGA NEGARA DAN PENDUDUK Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya [Pasal 27 (1)] Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan [Pasal 27 (2)] Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara [Pasal 27 (3)**] Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 28)
untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupan BAB XA. HAK ASASI MANUSIA 37 berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan UU (Pasal 28J) ** untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupan (Pasal 28A) ** membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B) ** perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (Pasal 28I) ** mengembangkan diri, mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya, memajukan diri secara kolektif (Pasal 28C) ** HAK ASASI MANUSIA hidup sejahtera lahir dan batin, memperoleh pelayanan kesehatan, mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H) ** pengakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk bekerja dan kesempatan yg sama dalam pemerintahan, berhak atas status kewarganegaraan (Pasal 28D) ** kebebasan memeluk agama, meyakini kepercayaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal, kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat (Pasal 28E) ** berkomunikasi, memperoleh, mencari, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi, (Pasal 28F) ** perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda, dan rasa aman serta untuk bebas dari penyiksaan (Pasal 28G) **
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa BAB XI. AGAMA 38 A G A M A Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa [Pasal 29 (1)] Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu [Pasal 29 (2)]
Pertahanan dan Keamanan Negara BAB XII. PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA 39 Pertahanan dan Keamanan Negara Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara [Pasal 30 (1)**] Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan POLRI, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung [Pasal 30 (2)**] TNI (AD, AL, AU) POLRI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara [Pasal 30 (3)**] sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum [Pasal 30 (4)**] Susunan dan kedudukan TNI, POLRI, hubungan kewenangan TNI dan POLRI, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang [Pasal 30 (5)**]
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN mendapatkan pendidikan BAB XIII. PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 40 Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang [Pasal 31 (3)****] Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya [Pasal 31 (2)****] Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional [Pasal 31 (4)****] PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia [Pasal 31 (5)****] Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan [Pasal 31 (1)****] Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya [Pasal 32 (1)****] Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional [Pasal 32 (2)****]
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB XIV. PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL 41 Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara [Pasal 33 (2)] Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat [Pasal 33 (3)] disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan [Pasal 33 (1)] diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional [Pasal 33 (4)****] PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara [Pasal 34 (1)****] Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak [Pasal 34 (3)****] Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan [Pasal 34 (2)****]
BAB XV. BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN 42 ATRIBUT KENEGARAAN Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih (Pasal 35) Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia (Pasal 36) Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Pasal 36A) ** Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya (Pasal 36B) **
Usul perubahan diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah BAB XVI. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Perubahan Pasal-Pasal 43 Usul perubahan diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR [Pasal 37 (1)****] diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya [Pasal 37 (2)****] Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan [Pasal 37 (5)****] MPR sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR [Pasal 37 (3)****] Putusan dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% + 1 anggota dari seluruh anggota MPR [Pasal 37 (4)****]
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 44 NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik [Pasal 1 (1)] Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. [ Pasal 18 (1)**] Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang [Pasal 18B (1)**] Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang [Pasal 18B (2)**] Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. (Pasal 25A**) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. [Pasal 37 (5)****]
ATURAN PERALIHAN 45 Pasal I Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini ****) Pasal II Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini ****) Pasal III Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung ****)
ATURAN TAMBAHAN 46 Pasal I Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 ****) Pasal II Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal ****)
MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA 47 KEDUDUKAN MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA TERTINGGI NEGARA, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA TERTINGGI NEGARA, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR adalah lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai LEMBAGA NEGARA. MPR adalah lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai LEMBAGA NEGARA.
SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 48 TUGAS DAN WEWENANG MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 Menetapkan dan mengubah UUD 1945; Menetapkan GBHN; Memilih & mengangkat Presiden & Wapres; Membuat Putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lainnya; Memberikan penjelasan / penafsiran terhadap putusan MPR; Meminta pertanggungjawaban Presiden; Memberhentikan Presiden. SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 Mengubah dan menetapkan UUD; Melantik Presiden dan Wapres; Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD; Melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya; Memilih dan melantik Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; Memilih dan melantik Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan. Menetapkan dan mengubah UUD 1945; Menetapkan GBHN; Memilih & mengangkat Presiden & Wapres; Membuat Putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lainnya; Memberikan penjelasan / penafsiran terhadap putusan MPR; Meminta pertanggungjawaban Presiden; Memberhentikan Presiden. Mengubah dan menetapkan UUD; Melantik Presiden dan Wapres; Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD; Melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya; Memilih dan melantik Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; Memilih dan melantik Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan.
Tentang: PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN STATUS HUKUM KETETAPAN 49 KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003 Tentang: PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN STATUS HUKUM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1960 SAMPAI DENGAN TAHUN 2002
1. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 DASAR HUKUM PEMBENTUKAN 50 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 1. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003” 1. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003” 2. Pasal I Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 2. Pasal I Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 3. Pasal II Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 4. TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999 sampai dengan perubahan yang kelima tahun 2002 tentang Peraturan Tata Tertib MPR RI 5. TAP MPR RI Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003 3. Pasal II Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 4. TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999 sampai dengan perubahan yang keenam tahun 2003 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis 5. TAP MPR RI Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003
Meninjau materi dan status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR; TUJUAN PEMBENTUKAN 51 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 Meninjau materi dan status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR; Menetapkan keberadaan (eksistensi) dari TAP MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan masa yang akan datang; dan Memberi kepastian hukum.
Materi dan Status Hukumnya” SUBSTANSI 52 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 139 TAP MPRS & TAP MPR (1960 s/d. 2002) “Dikelompokkan Menjadi 6 (enam) Pasal Berdasarkan Materi dan Status Hukumnya”
TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan SUBSTANSI 53 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan) PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan) PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan) PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan) PASAL 3 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan) PASAL 3 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan) PASAL 4 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang (11 Ketetapan) PASAL 4 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang (11 Ketetapan) PASAL 5 TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan) PASAL 6 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan) PASAL 5 TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib baru oleh MPR hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan) PASAL 6 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan)
Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR YANG DICABUT DAN DINYATAKAN TIDAK BERLAKU 54 Ada 8 (delapan) TAP, yaitu: Ketetapan MPRS RI Nomor X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Kedelapan TAP tersebut telah berakhir masa berlakunya dan/atau telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Antara lain: Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Kedelapan TAP tersebut telah berakhir masa berlakunya dan/atau telah diatur di dalam UUD 1945
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN 55 Ada 3 (tiga) TAP, yaitu: Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 56 1. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 Tentang: Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Tentang: Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Seluruh ketentuan dalam Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke depan diberlakukan dengan BERKEADILAN dan MENGHORMATI HUKUM, PRINSIP DEMOKRASI dan HAK ASASI MANUSIA. TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Seluruh ketentuan dalam Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke depan diberlakukan dengan BERKEADILAN dan MENGHORMATI HUKUM, PRINSIP DEMOKRASI dan HAK ASASI MANUSIA.
Tentang: Politik Ekonomi Dalam Rangka Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 57 2. TAP MPR No. XVI/MPR/1998 TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam rangka demokrasi ekonomi sesuai dengan hakikat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tentang: Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam rangka demokrasi ekonomi sesuai dengan hakikat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tentang: Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi
Tentang: Penentuan Pendapat di Timor Timur Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 58 3. TAP MPR No. V/MPR/1999 TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Ketetapan ini tetap berlaku sampai terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999. (Karena masih adanya masalah-masalah kewarganegaraan, pengungsian, pengembalian asset negara, dan hak perdata perseorangan) Tentang: Penentuan Pendapat di Timor Timur Tentang: Penentuan Pendapat di Timor Timur TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Ketetapan ini tetap berlaku sampai terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999. (Karena masih adanya masalah-masalah kewarganegaraan, pengungsian, pengembalian asset negara, dan hak perdata perseorangan)
PASAL 3 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU SAMPAI DENGAN TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN HASIL PEMILU 2004 59 Antara lain: Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000. Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional. Kedelapan TAP tersebut tidak berlaku karena Pemerintahan hasil Pemilu 2004 telah terbentuk Ada 8 (delapan) TAP, yaitu: Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001. Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Kedelapan TAP tersebut tidak berlaku karena Pemerintahan hasil Pemilu 2004 telah terbentuk
PASAL 4 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU SAMPAI DENGAN TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG 60 Ada 11 (sebelas) TAP, yaitu: TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 Tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. TAP MPR Nomor III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. TAP MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan Dan Kesatuan Nasional. TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa. TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Substansi: Setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat dalam melanjutkan pelaksanaan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila adalah Pahlawan AMPERA. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 61 1. TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 Tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera Substansi: Setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat dalam melanjutkan pelaksanaan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila adalah Pahlawan Ampera. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan. Hasil Kajian: Karena undang-undang yang mengatur tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan belum terbentuk maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Hasil Kajian: Karena undang-undang yang mengatur tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan belum terbentuk, maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 62 2. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN Substansi: Perlu berfungsinya lembaga-lembaga negara dan penyelenggara negara, menghindarkan praktek KKN serta upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga. Substansi: Perlu berfungsinya lembaga-lembaga negara dan penyelenggara negara, menghindarkan praktek KKN serta upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Terlaksananya seluruh ketentuan yang terdapat di dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 belum dilaksanakan dan/atau dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Terlaksananya seluruh ketentuan yang terdapat di dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 belum dilaksanakan dan/atau dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 63 3.TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: undang-undang tentang pemerintahan daerah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara RI Tahun 1945. Substansi: Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: undang-undang tentang pemerintahan daerah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara RI Tahun 1945. Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 belum seluruhnya dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 belum seluruhnya dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Substansi : 1. Tata urutan peraturan perundang-undangan; 2. Lembaga Negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; 3. Lembaga Negara yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 64 4. TAP MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan UUD 1945 TAP MPR UU PERPU PP KEPRES PERDA PERPRES UU/PERPU TAP MPR RI No. III/MPR/2000 UU No. 10 Tahun 2004 Substansi : 1. Tata urutan peraturan perundang-undangan; 2. Lembaga Negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; 3. Lembaga Negara yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Hasil Kajian: Dengan telah terbentuknya 3 (tiga) undang-undang yang mengatur 3 (tiga) substansi utama dalam TAP MPR RI No. III/MPR/2000, yaitu: UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang di dalamnya diatur tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan; UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang mengatur bahwa kewenangan menguji UU terhadap UUD dilakukan oleh MK; dan UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA yang menegaskan bahwa kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dilakukan oleh MA; maka Ketetapan ini tidak berlaku lagi. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Dibentuknya undang-undang sesuai dengan substansi TAP MPR RI No. III/MPR/2000. Hasil Kajian: Dengan telah terbentuknya 3 (tiga) undang-undang yang mengatur 3 (tiga) substansi utama dalam TAP MPR RI No. III/MPR/2000, yaitu: UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang di dalamnya diatur tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan; UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang mengatur bahwa kewenangan menguji UU terhadap UUD dilakukan oleh MK; dan UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA yang menegaskan bahwa kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dilakukan oleh MA; maka Ketetapan ini tidak berlaku lagi. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Dibentuknya undang-undang sesuai dengan substansi TAP MPR RI No. III/MPR/2000. UUD 1945 TAP MPR UU PERPU PP KEPRES PERDA PERPRES UU/PERPU TAP MPR RI No. III/MPR/2000 UU No. 10 Tahun 2004
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 65 5. TAP MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional Substansi: Ketetapan ini mempertegas perlunya kesadaran dan komitmen yang kuat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional dalam menghadapi berbagai masalah bangsa mencapai tujuan nasional. Hasil Kajian: Berbagai amanat yang terdapat dalam ketetapan ini tetap diperlukan sebagai pedoman dalam penyusunan berbagai kebijakan maupun penyusunan peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Nasional serta menjamin keutuhan NKRI maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy) Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan persatuan dan kesatuan nasional antara lain melalui pemerintahan yang mampu mengelola kehidupan secara baik dan adil, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan dalam TAP MPR RI No. V/MPR/2000. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan persatuan dan kesatuan nasional antara lain melalui pemerintahan yang mampu mengelola kehidupan secara baik dan adil, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan dalam TAP MPR RI No. V/MPR/2000. Hasil Kajian: Berbagai amanat yang terdapat dalam ketetapan ini tetap diperlukan sebagai pedoman dalam penyusunan berbagai kebijakan maupun penyusunan peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Nasional serta menjamin keutuhan NKRI maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy) Substansi: Ketetapan ini mempertegas perlunya kesadaran dan Komitmen yang kuat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional dalam menghadapi berbagai masalah bangsa mencapai tujuan nasional.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 66 6. TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Hasil Kajian: Pemisahan TNI dan POLRI secara kelembagaan telah diatur dengan UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU No. 34/2004 tentang TNI, namun kerjasama dan saling membantu antara TNI dan POLRI masih perlu diatur dengan undang-undang maka Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Mengamanatkan pemisahan lembaga TNI dan POLRI, menentukan peran dan fungsi masing-masing, serta terwujudnya kerjasama dan saling membantu. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan pemisahan kelembagaan TNI dan POLRI. Hasil Kajian: Pemisahan TNI dan POLRI secara kelembagaan telah diatur dengan UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU No. 34/2004 tentang TNI, namun kerjasama dan saling membantu antara TNI dan POLRI masih perlu diatur dengan undang-undang maka Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Mengamanatkan pemisahan lembaga TNI dan POLRI, menentukan peran dan fungsi masing-masing, serta terwujudnya kerjasama dan saling membantu. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan pemisahan kelembagaan TNI dan POLRI.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 67 7. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan Peran POLRI Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan pasal 5 ayat (4) dan pasal 10 ayat (2) tentang hak memilih dan dipilih TNI dan POLRI yang disesuaikan dengan UUD, dan pembentukan undang-undang tentang penyelenggaraan wajib militer dan yang berkaitan dengan tugas bantuan antara TNI dan POLRI. Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan tentang jati diri, peran, susunan dan kedudukan, tugas bantuan, dan keikutsertaan TNI dan POLRI dalam penyelenggaraan negara. Hasil Kajian: Belum terbentuknya undang-undang mengenai penyelenggaraan wajib militer dan tugas bantuan antara TNI dan POLRI, maka Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan pasal 5 ayat (4) dan pasal 10 ayat (2) tentang hak memilih dan dipilih TNI dan POLRI yang disesuaikan dengan UUD, dan pembentukan undang-undang tentang penyelenggaraan wajib militer dan yang berkaitan dengan tugas bantuan antara TNI dan POLRI. Hasil Kajian: Belum terbentuknya undang-undang mengenai penyelenggaraan wajib militer, dan tugas bantuan antara TNI dan POLRI maka Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan tentang jati diri, peran, susunan dan kedudukan, tugas bantuan, dan keikutsertaan TNI dan POLRI dalam penyelenggaraan negara.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 68 8. TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Hasil Kajian: Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan maupun penyusunan peraturan perundang-undangan terutama yang berkaitan dengan Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara maka Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi, etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakkan hukum yang berkeadilan dan berkesetaraan, etika keilmuan, dan etika lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya, serta menjiwai seluruh pembentukan undang-undang. Hasil Kajian: Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan maupun penyusunan peraturan perundang-undangan terutama yang berkaitan dengan Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara maka Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi, etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakkan hukum yang berkeadilan dan berkesetaraan, etika keilmuan, dan etika lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya, serta menjiwai seluruh pembentukan undang-undang.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 69 9. TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan Substansi: Visi Indonesia masa depan diperlukan untuk menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia melalui visi ideal, visi antara dan visi lima tahunan. Substansi: Visi Indonesia masa depan diperlukan untuk menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia Melalui visi ideal, visi antara dan visi lima tahunan. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan Hasil Kajian: Dengan dijadikan TAP MPR RI No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan sebagai salah satu landasan operasional dari Undang-Undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, bahkan menjadi sumber inspirasi, motivasi, kreativitas, serta arah kebijakan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan Hasil Kajian: Dengan dijadikan TAP MPR RI No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan sebagai salah satu landasan operasional dari Undang-Undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, bahkan menjadi sumber inspirasi, motivasi, kreativitas, serta arah kebijakan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 70 10. Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan KKN sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, serta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya untuk percepatan dan efektivitas pemberantasan dan pencegahan KKN sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini. Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan KKN sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, serta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya untuk percepatan dan efektivitas pemberantasan dan pencegahan KKN sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini. Hasil Kajian: Karena amanat dari TAP MPR RI No. VIII/MPR/2001 belum dilaksanakan dan/atau dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Hasil Kajian: Karena amanat dari TAP MPR RI No. VIII/MPR/2001 belum dilaksanakan dan/atau dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 71 11. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Substansi: Ketetapan ini mendorong pembaharuan agraria melalui proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum; Pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan untuk keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil Kajian: Ketetapan ini diperlukan untuk mendorong percepatan pembentukan dan pengharmonisan berbagai undang-undang, terutama yang berkaitan dengan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam secara konprehensif. Oleh karena itu Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang untuk mendorong pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keutuhan NKRI, HAM, supremasi hukum, KESRA, demokrasi, kepatuhan hukum, partisipasi rakyat, keadilan termasuk kesetaraan gender, pemeliharaan sumber agraria/sumber daya alam, memelihara keberlanjutan untuk generasi kini dan generasi yang akan datang, memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan, keterpaduan dan koordinasi antar sektor dan antar daerah, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat, desentralisasi, keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah, masyarakat dan individu sesuai dengan arah kebijakan sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan ini. Substansi: Ketetapan ini mendorong pembaharuan agraria melalui proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum; Pengelolaan Sumber daya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil Kajian: Ketetapan ini diperlukan untuk mendorong percepatan pembentukan dan pengharmonisan berbagai undang-undang, terutama yang berkaitan dengan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam secara konprehensif. Oleh karena itu Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang untuk mendorong pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keutuhan NKRI, HAM, supremasi hukum, KESRA, demokrasi, kepatuhan hukum, partisipasi rakyat, keadilan termasuk kesetaraan gender, pemeliharaan sumber agraria/sumber daya alam, memelihara keberlanjutan untuk generasi kini dan generasi yang akan datang, memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan, keterpaduan dan koordinasi antar sektor dan antar daerah, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat, desentralisasi, keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah, masyarakat dan individu sesuai dengan arah kebijakan sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan ini.
Kelima TAP MPR yang terdapat di dalam Pasal 5 tentang Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 5 TAP MPR YANG DINYATAKAN MASIH BERLAKU SAMPAI DENGAN DITETAPKANNYA PERATURAN TATA TERTIB YANG BARU OLEH MPR HASIL PEMILU 2004 72 Kelima TAP MPR yang terdapat di dalam Pasal 5 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, yaitu: TAP MPR No. II/MPR/1999 TAP MPR No. I/MPR/2000 TAP MPR No. II/MPR/2000 TAP MPR No. V/MPR/2001 TAP MPR No. V/MPR/2002 sudah tidak berlaku lagi karena telah terbentuknya Peraturan Tata Tertib MPR hasil PEMILU 2004.
Ketetapan di dalam pasal ini Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 6 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TIDAK PERLU LAGI DILAKUKAN TINDAKAN HUKUM LEBIH LANJUT, BAIK KARENA BERSIFAT FINAL (EINMALIG), TELAH DICABUT, MAUPUN TELAH SELESAI DILAKSANAKAN 73 Ketetapan di dalam pasal ini berjumlah 104 Ketetapan.
TATA CARA PERUBAHAN UUD 1945 (PASAL 91-92) KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 1/MPR/2010 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MPR RI 74 TATA CARA PERUBAHAN UUD 1945 (PASAL 91-92) usul diajukan 1/3 jumlah Anggota [Pasal 91 ayat (1)] usul tertulis dan jelas pasal yang diusulkan beserta alasannya [Pasal 91 ayat (2)] diajukan ke Pimpinan dan dibuatkan berita acara [Pasal 92 ayat (1 dan 2)] Pemeriksaan paling lama 30 hari [Pasal 92 ayat (6)] Pimpinan memeriksa kelengkapan [Pasal 92 ayat (5)] usul perubahan tidak dapat ditarik setelah 3x24 jam [Pasal 92 ayat (3 dan 4)]
TATA CARA PERUBAHAN UUD 1945 KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 1/MPR/2010 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MPR RI 75 TATA CARA PERUBAHAN UUD 1945 PIMPINAN MEMERIKSA KELENGKAPAN USUL PERUBAHAN (PASAL 94) Tidak memenuhi kelengkapan persyaratan usul ditolak Usul Perubahan Pimpinan Anggota menerima salinan usul tertulis paling lambat 14 hari sebelum Sidang Paripurna [Pasal 94 ayat (3)] Usul perubahan dinyatakan lengkap ≤ 60 hari Sidang Paripurna MPR [Pasal 94 ayat (2)]
TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 1/MPR/2010 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MPR RI 76 TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN (PASAL 102 -103) 2 DPR (Usul Pemberhentian Presiden/ Wakil Presiden) MK memeriksa, mengadili, dan memutuskan paling lama 90 hari 1 3 Usul DPR disertai Putusan MK MPR paling lambat 30 hari wajib menyelenggarakan sidang dilengkapi keputusan MK 4
TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 1/MPR/2010 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MPR RI 77 TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN (PASAL 102 -103) a. MPR menyelenggarakan sidang untuk mengambil putusan tentang usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya yang diajukan DPR setelah adanya putusan MK paling lambat 30 hari setelah MPR menerima usul tersebut; b. Pimpinan MPR mengundang Anggota MPR untuk mengadakan Rapat Paripurna; c. Pimpinan MPR mengundang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan yang berkaitan dengan usul pemberhentiannya kepada Rapat Paripurna MPR; Presiden dan/atau Wakil Presiden wajib hadir untuk memberikan penjelasan atas usul Pemberhentiannya tersebut; e. apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir untuk menyampaikan penjelasan, maka MPR tetap mengambil putusan.