PERLINDUNGAN PROFESI GURU
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PROFESI GURU-PNS PNS - GURU Diatur oleh 3 (tiga) Undang-Undang UU No. 43 Th. 1999 Pokok2 Kepegawaian UU No. 20 Th. 2003 Sisdiknas UU No. 14 Th. 2005 Guru & Dosen PP No. 53 Th. 2010 Disiplin PNS PP No. 19 Th. 2005 Standar Nasional Pendidikan PP No. 74 Th. 2008 Tentang Guru PP No. 17 Th. 2010 Pengelolaan Pendidikan PP No. 66 Th. 2010 Perubahan PP 17/2010
Pasal-Pasal Penting ! Organisasi Profesi Guru = PGRI UU No. 14 Tahun 2005 (---------- Pasal 41 ----------) (3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.” (4) ……. (5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru .” (---------- Pasal 42 ----------) Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru; b. memberikan bantuan hukum kepada guru; c. memberikan perlindungan profesi guru; d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan e. memajukan pendidikan nasional.
(---------- Pasal 44 ----------) PP No. 74 Tahun 2008 (---------- Pasal 44 ----------) Guru memiliki kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Profesi Guru. Kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Profesi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap mengutamakan pelaksanaan tugas proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. PP No. 17 Tahun 2010 (---------- Pasal 188 ----------) …………… Organisasi profesi dapat berperan serta dalam pendidikan melalui: pengendalian mutu pendidikan profesi; pemberian pertimbangan kurikulum program studi sarjana atau diploma empat yang lulusannya berpotensi melanjutkan pada pendidikan profesi; pemberian pertimbangan kurikulum program studi kejuruan atau vokasi yang relevan; uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan; akreditasi program studi atau satuan pendidikan; dan/atau peran lain yang relevan dengan keprofesiannya.
(---------- Pasal 39 ----------) PERLINDUNGAN GURU UU No. 14 Tahun 2005 (---------- Pasal 39 ----------) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
PP No. 74 Tahun 2008 (---------- Pasal 40 ----------) Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing. Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru melalui perlindungan: hukum; profesi; dan keselamatan dan kesehatan kerja. Masyarakat, Organisasi Profesi Guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat saling membantu dalam memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (---------- Pasal 41 ----------) Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam melaksanakan tugas. Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
MASLAHAT GURU UU No. 14 Tahun 2005 PP No. 74 Tahun 2008 (---------- Pasal 19 ----------) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. PP No. 74 Tahun 2008 (---------- Pasal 26 ----------) Maslahat tambahan diperoleh dalam bentuk: tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, atau penghargaan bagi Guru; dan kemudahan memperoleh pendidikan bagi putra dan/atau putri Guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. (---------- Pasal 27 ----------) Satuan pendidikan memberikan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b berupa kesempatan dan/atau keringanan biaya pendidikan bagi putra dan/atau putri kandung atau anak angkat Guru yang telah memenuhi persyaratan akademik, masih menjadi tanggungannya, dan belum menikah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
KEBEBASAN MEMBERIKAN SANKSI PP No. 74 Tahun 2008 (---------- Pasal 39 ----------) Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik yang pemberian sanksinya berada di luar kewenangan Guru, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan. Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peserta didik, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PP No. 17 Tahun 2010 (---------- Pasal 209 ----------) Peserta didik yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan, skorsing, dan/atau dikeluarkan dari satuan pendidikan oleh satuan pendidikan.
PASAL PENTING LAINNYA PP No. 41 Tahun 2007 PP No. 17 Tahun 2010 ……………………. (6) Sekretaris kelurahan, kepala seksi pada kelurahan, kepala subbagian pada unit pelaksana teknis, kepala tata usaha sekolah kejuruan dan kepala subbagian pada sekretariat kecamatan merupakan jabatan struktural eselon IVb. Kepala tata usaha sekolah lanjutan tingkat pertama dan kepala tata usaha sekolah menengah merupakan jabatan struktural eselon Va. PP No. 17 Tahun 2010 (---------- Pasal 169 ----------) (1) Peserta didik berkewajiban: mengikuti proses pembelajaran sesuai peraturan satuan pendidikan dengan menjunjung tinggi norma dan etika akademik; menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah peserta didik lain; menghormati pendidik dan tenaga kependidikan; memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial; mencintai keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, serta menyayangi sesama peserta didik; mencintai dan melestarikan lingkungan; ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban satuan pendidikan; ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban umum; menanggung biaya pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban; menjaga kewibawaan dan nama baik satuan pendidikan yang bersangkutan; dan k. mematuhi semua peraturan yang berlaku.
KODE ETIK GURU (1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik: Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid: Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat : a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya. f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. g. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat: Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah. Guru menghormati rekan sejawat. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya. Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
Hubungan Guru dengan Profesi : Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
Hubungan Guru dengan Profesi : Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya : Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Hubungan Guru dengan Pemerintah: Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
YANG PERLU DIPERHATIKAN UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Pasal 80 Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
GURU DILARANG TIDAK MASUK KERJA TANPA ALASAN Hukuman Displin RINGAN : PP 53 Tahun 2010 Pasal 8 Ayat 9 : teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja. tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) harikerja; teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja; Hukuman Displin SEDANG : PP 53 Tahun 2010 Pasal 9 Ayat 11 : penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja; penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja; dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja;
Hukuman Displin BERAT : PP 53 Tahun 2010 Pasal 10 Ayat 9 : penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja; pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja; pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
DEWAN KEHORMATAN GURU INDONESIA ( D. K. G. I. ) Pasal 1 Pengertian Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru. Pasal 4 Status (1) Status DKGI adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI, sehingga keputusannya merupakan keputusan pengurus PGRI.
DEWAN KEHORMATAN GURU INDONESIA (D.K.G.I.) Pasal 10 Tugas dan Wewenang Sesuai dengan AD PGRI BAB XVII pasal 30 ayat 2, dan ART PGRI BAB XXVI pasal 92, maka tugas dan fungsi DKGI adalah : (1) memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pelaksanaan, penegakan, pelanggaran disiplin organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia Indonesia kepada Badan Pimpinan organisasi yang membentuknya tentang: a. pelaksanaan bimbingan, pengawasan, penilaian dalam pelaksanaan disiplin organisasi serta Kode Etik Guru Indonesia; b. pelaksanaan, penegakan, dan pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi di wilayah kewenangannya; c. pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran kode etik tersebut; d. pelaksanaan dan cara penegakan disiplin organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia; dan, e. pembinaan hubungan dengan mitra organisasi di bidang penegakan serta pelanggaran disiplin organisasi serta Kode Etik Guru; (2) pelaksanaan tugas bimbingan, pembinaan, penegakan disipin, hubungan dan pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia sebagaiamana ayat-ayat di atas dilakukan bersama pengurus PGRI di segenap perangkat serta jajaran di semua tingkatan; (3) pelaksanaan tugas penilaian dan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi sebagaimana ayat-ayat di atas dilakukan melalui masing-masing DKGI di semua tingkatan organisasi.
SUPLEMEN semua pelanggaran guru yang berhubungan dengan profesi guru (didalam kelas, lingkungan sekolah, yang masih ada hubungan dengan/berkaitan dengan hubungan guru-murid – murid-guru, proses berlajar-mengajar, serta hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai hubungan guru-nurid – murid-guru), maka harus dilaporkan ke kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) perselisihan antara masyarakat dengan guru terkait profesi guru, maka harus dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). jika kesalahan/pelanggaran yang dilakukan guru tak berhubungan dengan profesi guru, misalnya narkoba, pembunuhan, hingga teroris, atau pelanggaran hukum lainnya, maka polisi langsung memproses tanpa melewati DKGI; DKGI kabupaten – kota. Selanjutnya, DKGI menjalankan proses penegakan kode etik hingga tahap persidangan; hasil dari persidangan, bisa berujung pemberian sanksi, sanksi administrasi, kepegawaian, hukum pidana; masing-masing sanksi (kategori ringan, sedang, berat), ditetapkan berdasar keputusan DKGI. Jika putusan sidang di Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI ) menjatuhkan vonis atau pun sanksi, yang nyata-nyata melanggar hukum (yang berlaku di NKRI), maka diserahkan ke pihak kepolisian; guru juga memiliki hak banding atas putusan tersebut.
Mekanisme Penanganan Pengaduan Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh GURU Pengaduan harus tertulis lengkap dengan identitas dan bukti-bukti Diajukan Kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) Kab./Kota sebelum lewat waktu 2 ½ tahun. DKGI Kab. melakukan pengkajian Tahap I tentang absah atau tidaknya Surat Pengaduan Pengaduan SAH DKGI Kab. melakukan Pengkajian Lanjutan dengan mengundang Pengadu, Teradu, Saksi-Saki, dan Ahli secara terpisah, serta melakukan kunjungan di TKP mengumpulkan Bukti Pengaduan TIDAK SAH Pengaduan tidak diterima Apabila Pengadu/Teradu keberatan atas Putusan DKGI Kab./Kota, dapat mengajukan banding kepada DKGI Prop./Pusat Sanksi berupa: Teguran Peringatan Tertulis Penundaan pemberian hak Penurunan pangkat Pemberhentian Teradu berhak didampingi LKBH PGRI Teradu dinyatakan Bersalah SIDANG DKGI Kab./Kota Teradu dinyatakan Tidak Bersalah LKBH diberi kesempatan mengemukakan pendapat tentang Perkara Pemulihan, serta Permohonan Maaf