KOMUNIKASI VERBAL Pertemuan 09 Matakuliah : O0062 / Pengantar Ilmu Komunikasi Tahun : September 2008 KOMUNIKASI VERBAL Pertemuan 09
Materi Komunikasi Verbal dan Bahasa Defenisi bahasa Fungsi bahasa Keterbatasan Bahasa Kerumitan Makna Kata Nama sebagai simbol Bahasa gaul Komunikasi konteks tinggi VS komunikasi konteks rendah 2 Bina Nusantara
TUJUAN Mahasiswa dapat menjelaskan hakekat komunikasi verbal dalam kaitannya dengan bahasa. 3 Bina Nusantara
9.1. Pendahuluan Dalam bagian ini kita akan membahas tentang komunikasi verbal. Komunikasi verbal pada dasarnya mengandaikan bahasa, dan bahasa tersusun dari kata-kata. Dalam konteks kebudayaan, bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Setiap kelompok masyarakat memiliki bahasanya masing-masing. Oleh karena itu suatu realitas yang sama bisa memiliki makna yang berbeda. Semua ini akan dibahas berikut ini. Bina Nusantara
9.2. Komunikasi Verbal dan Bahasa Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang menggunakan semua jenis simbol kata. Dalam konteks ini bahasa dianggap sebagai sistem kode verbal. 9.2.1. Defenisi bahasa Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami oleh suatu komunitas. Bahasa verbal merupakan sarana untuk menyatukan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata dan kata-kata merupakan wakil yang bersifat abstrak dari suatu realitas. Bina Nusantara
9.2.2. Fungsi bahasa Bahasa memiliki beberapa fungsi. Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi yakni; naming/labeling atau penamaan, interaksi dan transmisi informasi. Sedangkan Book (ibid.p.243) mengemukakan tiga fungsi bahasa yakni 1) untuk mengenal dunia disekitar kita; 2) berhubungan dengan orang lain; dan 3) untuk menciptakan koherensi dalam hidup kita. Melalui bahasa kita dapat mempelajari apa saja yang menarik minat kita dan dengan bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita dan mempengaruhi mereka. Untuk mencapai tujuan kita, melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang disekitar kita. Melalui bahasa pula kita dapat hidup lebih teratur, saling memahami mengenai diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita. Kita tidak mungkin berkomunikasi atau menjelaskan suatu realitas dengan menyusun kata-kata secara acak, melainkan berbdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah kita sepakati secara bersama. Bina Nusantara
9.2.3.1. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili obyek 9.2.3. Keterbatasan Bahasa 9.2.3.1. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili obyek Kata-kata adalah kategori-kategori yang merujuk pada obyek tertentu. Namun tidak semua kata tersedia untuk merujuk suatu obyek. Satu kata hanya mewakili suatu realitas tetapi bukan realitas itu sendiri. 9.2.3.2. Kata bersifat ambigu dan kontekstual Kata-kata bersifat ambigu karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda. Bina Nusantara
9.2.3.3. Kata-kata mengandung bias budaya Bahasa terikat oleh konteks budaya (ibid.p. 251). Menurut Sapir-Whorf yang dikenal dengan teori relativitas linguistik, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengan cara yang berbeda dan karenanya berperilaku secara berbeda pula. Bejamin Lee Whorf menggarisbawahi pendapat gurunya Edward Sapir dengan mengatakan bahwa; 1. Tanpa bahasa kita tidak dapat berpikir. 2. Bahasa mempengaruhi persepsi 3. bahasa mempengaruhi pola pikir Bina Nusantara
9.2.3.4. Pencampuradukan fakta, penafsiran dan penilaian Dalam berbahasa kita sering mencampuradukan fakta, penafsiran dan penilaian. Dalam hal ini berkaitan dengan kekeliruan persepsi. 9.2.4. Kerumitan Makna Kata Kata tidak memiliki makna pada dirinya sendiri, kecuali berhubungan dengan manusia. Manuisalah yang memberi makna pada kata. Makna ini berkaitan dengan pengalaman manusia terhadap suatu obyek atau peristiwa. Oleh karena itu kita mengenal ada dua dimensi yang berkaitan dengan makna kata yakni makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya seperti yang kita temukan dalam kamus. Sedangkan makna konotatif bersifat subyektif. Bina Nusantara
9.2.5. Nama sebagai simbol Seperti yang telah disinggung di atas, fungsipertama dari bahasa adalah penamaan. 9.2.6. Bahasa gaul Sejumlah kata/istilah mempunyai arti yang khusus, unik, menyimpang atau bahkan bertentangan dengan arti yang lazim ketiga digunakan oleh orang-orang dari subkultur tertentu. Bahasa subkultur ini disebut bahasa khusus (special language), bahasa gaul atau orgot. Penciptaan bahasa khusus ini memiliki fungsi tertentu bagi kelompok penggunanya. Bina Nusantara
Fungsi-fungsi tersebut meliputi; Sebagai kontrabudaya dan sarana pertahanan diri, terutama bagi kelompok yang hidup dilingkungan yang memusuhi mereka. Orgot berfungsi sebagai sarana kebencian kelompok tersebut terhadap budaya dominan, tanpa diketahui kelompok dominan dan dihukum oleh mereka. Orgot berfungsi sebagai sarana memelihara identitas dan solidaritas kelompok. Orgot memungkinkan mereka mengenal orang dalam dan membendakan mereka dengan orang luar. Bina Nusantara
9.2.7.Komunikasi konteks tinggi VS komunikasi konteks rendah Edward T. Hall (ibid.pp.293-294) membedakan budaya konteks tinggi (high-context culture) dengan budaya konteks rendah (low-context culture). Dua tipologi budaya ini memiliki beberapa perbedaan penting dalam cara penyandian pesannya. 9.2.7.1. Budaya konteks rendah Budaya konteks rendah ditandai dengan komunikasi konteks rendah seperti pesan bersifat verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan berterus terang. 9.2.7.2. Budaya konteks tinggi Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi seperti kebanyakan pesan bersifat implisit, tidak langsung, dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara; intonasi suara, gerakan tangan, postur tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata, atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan ruangan, benda-benda dan lain sebagainya) Bina Nusantara
Menurut Basil Berstein (ibid. p Menurut Basil Berstein (ibid.p.294), dalam komunikasi konteks tinggi, pembicara menggunakan sedikit alternatif, tetapi kemungkinan meramalkan pesannya lebih besar; arti pesan dalam komunikasi konteks tinggi lebih khusus. Sebaliknya dalam komunikasi konteks rendah, pembicara akan memiliki pesan dari sejumlah alternatif yang lebih banyak, dan oleh karena itu kemungkinan meramalkan pesan akan lebih berkurang, tetapi menjamin pengertian yang lebih universal. Bina Nusantara
9.3. Penutup Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam komunikasi. Namun bahasa tidak dapat terlepas dari konteks budaya tertentu.Hal ini dapat menyebabkan persepsi terhadap suatu obyek tertentu dapat diinterpretasi secara berbeda. Selain konteks budaya beragam yang mempengaruhi bahasa, kata–kata dalam bahasa yang digunakan dalam komunikasi verbal tidak pernah memiliki arti yang tunggal. Dan bahkan, kata-kata itu tidak memiliki makna dalam dirinya sendiri. Kata-kata hanya memiliki maknak berkaitan dengan manusia. Karena manusialah yang memberi nama, makna terhadapa kata-kata. Kata-kata dalam konteks ini mewakili suatu realitas atau obyek dan bukan obyek atau realitas itu sendiri. Oleh karena itu maka, tidak mengherankan bila terjadi kesenjangan antara realitas yang sesungguhnya dengan kata yang digunakan untuk menerangkan realitas atau obyek tersebut. Bina Nusantara